Nara VS Sisil

3.1K 468 93
                                    

Seseorang yang memanggil namanya membuat Nara kemudian menoleh, dan sedikit terkejut saat mendapati wanita yang ia tahu kekasih sang suami yang kini berdiri di hadapannya.

"Ada apa?"

"Gue mau ngomong sama lo."

Sesaat Nara terdiam, dalam hati bertanya-tanya hal apa yang ingin dibicarakan oleh gadis itu. "Ngomong aja," ucapnya santai berusaha untuk tidak terpengaruh dengan tatapan menantang yang gadis di hadapannya perlihatkan.

Sisil menoleh sekeliling, "ikut gue," titahnya berkuasa.

"Kenapa nggak di sini aja?" Nara menoleh ke sekitar tempatnya berdiri, dan lumayan sepi, jadi tidak masalah jika mereka harus mengobrol di sini.

Sisil yang terlihat jengkel karena permintaannya dibantah kemudian melipat lengannya di depan dada, tatapannya lebih menantang dari sebelumnya.

Nara mencoba untuk tidak terpengaruh dengan gadis itu, kata mami mertuanya, kita tidak boleh terlihat lemah dihadapan wanita yang ingin menggantikan peran sebagai seorang istri sah, dan Nara mempraktekannya.

"Lo sebenernya bisa nggak sih ngurusin suami?" Sisil mulai melontarkan kalimat serangan.

"Maksudnya?"

Gadis itu terlihat berdecih kemudian tersenyum remeh, "lo nguasain dompet laki lo, dan Jino nggak punya uang sampe nggak makan dari siang, lo jahat banget jadi istri tau nggak."

Nara terdiam, bingung harus bersikap bagaimana, tadi siang saat suaminya berangkat dari rumah, pria itu memang tidak meminta uang pada dirinya, dan dia juga lupa, tapi tidak harus bercerita pada pacarnya juga, sungguh Nara merasa kecewa dengan suaminya.

Tidak mendapat tanggapan dari istri sah Jino yang terdiam di hadapannya, Sisil merasa telah menang dan semakin meremehkan saja, gadis itu kemudian berkata. "Kalo lo nggak bisa ngurusin suami mending lepasin aja, dari pada suami lo kesiksa dan nyari kenyamanan di luar sana."

Nara masih diam, hanya tatapannya yang seolah berkata bahwa dia tidak suka dengan kalimat yang gadis itu lontarkan.

"Masih banyak perempuan di luar sana yang mau ngurusin suami lo." Sisil kembali berucap dengan mengarahkan telunjuknya pada wanita di hadapannya, "termasuk gue," imbuhnya lalu beranjak pergi setelah menekankan ujung jari pada bahu Nara hingga wanita itu mundur satu langkah.

"Sisil."

Panggilan itu membuat gadis bernama Sisil yang sudah melangkah kemudian berhenti dan membalikkan tubuhnya.

Nara mendekat, membuat gadis di hadapannya tampak waspada. "Asal kamu tau, aku nggak merebut pacar kamu, dan pernikahan kami terjadi atas persetujuan dari Jino sendiri," tegas Nara, tatapannya tajam pada gadis yang begitu angkuh di hadapannya.

Sisil tertawa meremehkan, kembali melipat lengannya di depan dada, "lo pikir gue nggak tau, sejauh mana hubungan lo sama Jino berkembang, bahkan kalian nggak tidur satu ranjang," ucapnya menantang, dari kata pacar yang diucapkan wanita itu, dia yakin Jino pasti belum bercerita tentang berakhirnya hubungan mereka kemarin malam.

Nara semakin merasa sakit ulu hatinya, sang suami ternyata sampai sejauh itu menceritakan tentang keadaan mereka pada pacarnya, namun tentu saja dia tidak mau terlihat kalah oleh aksi memojokkan gadis itu.

Sisil mengerutkan dahi saat mendapati wanita di hadapannya itu malah tertawa, lipatan tangannya kemudian terlepas, "Kenapa? lo akhirnya sadar kan seberapa sayangnya Jino sama gue sampai dia nyeritain semuanya, setiap malam kami selalu kontekan dan aku selalu memastikan bahwa nggak terjadi apa-apa di antara kalian."

"Dan kamu percaya?" Nara bertanya dengan tawa geli yang masih tertinggal di bibirnya, dari wajah Sisil yang terlihat kesal dia yakin pasti saat ini dirinya begitu menjengkelkan. "Asal kamu tau ya, faktanya laki-laki itu lebih pandai berdusta dibandingkan wanita, dan kamu percaya sama omongan suami aku?"

Sisil merasa tidak suka saat wanita itu mengatakan Jino adalah suaminya meski kenyataannya memang begitu, dan tentang fakta Jino yang pintar berbohong dia tidak sepenuhnya percaya, dan tetap berusaha untuk yakin dengan pendiriannya, dia yakin selama ini Jino tidak mendustainya.

"Faktanya juga, laki-laki itu paling tidak tahan berada satu ruangan dengan seorang wanita, apalagi itu adalah istrinya, jadi apa kamu masih percaya bahwa kami benar-benar nggak melakukan apa-apa?" Nara kembali memanasi gadis angkuh di hadapannya.

Sisil mengerjap beberapa kali, hati yang mulai kesal akhirnya mulai menggoyahkan keyakinannya, tapi dia tetap tidak mau percaya dengan apa yang wanita itu katakan. "Memangnya apa yang kalian lakukan?" tantangnya.

Nara kembali tertawa kecil menanggapi pertanyaan Sisil, "pasangan suami istri yang sudah sah, terus berdua di dalam kamar, kamu pikir melakukan apa?" dia kemudian bertanya, dan tidak mendapatkan jawaban dari gadis di hadapannya itu, Nara pun kembali melanjutkan kalimatnya. "Tidak mungkin kan aku ceritakan ke kamu tentang betapa panasnya aktifitas bercinta kami, aku takut kamu mau bunuh diri lagi."

Sisil tampak mengeratkan gigi, gadis itu terlihat jengkel setengah mati, "aku nggak percaya," tukasnya.

"Kamu mau bukti?" Nara bertanya, dan tatapan tajam dari gadis di hapannya seolah menyuruh dia untuk melakukannya.

"Memangnya apa yang bisa kamu buktikan, aku kenal Jino sudah lama, dan aku percaya dengan semua kata-katanya." Sisil masih tidak mau menyerah dengan pendiriannya.

Nara sebenarnya sudah begitu jengkel dengan gadis itu, dan sudah tidak sabar ingin mengakhiri percakapan sengit mereka, dengan santai dia mengambil tisu basah dari dalam tas kemudian ia usapkan pada lehernya.

Melihat bercak merah di leher wanita itu Sisil tentu tahu apa penyebabnya, dan hal itu mulai mematahkan keyakinan gadis itu tentang kepercayaannya pada Jino yang selalu mengatakan tidak pernah terjadi apa-apa antara dia dengan istrinya, meski gadis bernama Sisil itu benar-benar marah tapi status putus di antara mereka membuatnya tidak bisa melakukan apa-apa.

"Apa ini sudah cukup untuk kamu mulai berimajinasi tentang apa yang suami aku lakukan setiap malam?" Nara bertanya dengan sedikit mendongakkan kepala, memperlihatkan tanda cinta yang banyak tertinggal di lehernya. "Apa mau aku kasih lihat yang di dalam juga? Perut dada, atau...."

"Cukup!!" Bentak Sisil marah, tenggorokannya yang tercekat membuat kalimat gadis itu kembali tertahan di mulutnya.

Nara dapat melihat amarah dari gadis di hadapannya yang nyaris meledak, matanya yang memerah sedikit membuat dia tidak tega, bagaimana pun juga, mungkin perasaannya terhadap Jino lebih dalam dari dirinya.

"Jika memang benar Jino cinta sama kamu, suruh aja dia buat ninggalin aku, meskipun aku akhirnya nggak bisa mempertahankan rumah tangga kami, setidaknya aku masih punya harga diri buat nggak ngemis sama laki-laki." Nara mengangguk kan kepala sebagai penghormatan terakhir sebelum beranjak pergi, "permisi," imbuhnya lagi.

Sisil terhenyak di tempatnya, semua kalimat yang bercokol di kepala entah kenapa begitu sulit ia urai sebagai kata-kata, karena semua fakta yang wanita itu berikan benar-benar mengoyak harga dirinya.

Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp) Where stories live. Discover now