Menyesal

2.6K 329 51
                                    

Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka (QS Al Baqarah ayat 187)

Jino kembali membaca pesan yang dikirimkan oleh Ilham saat pria itu bertanya tentang apa yang sesaat tadi dibicarakan oleh om dan tantenya, dan tentu saja dia tidak terlalu bodoh untuk dapat menangkap arti dari pakaian itu sendiri, yang mana mereka harus saling melengkapi, melindungi, dan menutupi, kemana dirinya selama ini, apa terlalu santai membuat ia lupa dengan tujuan sebagai umat manusia.

Jino mencari sang istri untuk meminta maaf, dan ternyata gadis itu tengah duduk di sofa membelakanginya, sepertinya dia juga sedang mengobrol dengan seseorang, dan Jino sempat berhenti melangkah untuk mendengarkannya.

"Nara baik kok Pah, Nara juga seneng di sini, semua orang di sini baik-baik sama aku," ucap Nara dengan sesekali tertawa riang, gadis itu meletakan ponsel yang tersambung dengan sang papa di atas meja dan mengaktifkan volumenya, pandangan gadis itu mengarah pada layar laptop yang menampakkan berbagai macam cara masak mi instan.

"Suami kamu gimana?"

Sesaat Nara tampak diam, gadis yang tidak menyadari suaminya tengah bersandar pada kusen pintu di belakangnya kemudian membalas pertanyaan sang papa.

"Baik kok ,Pah. Papa tenang aja, pokoknya di sini Nara bahagia, papa sehat-sehat ya." Nara meraih ponselnya dari atas meja, mematikan speaker untuk menempelkan ke telinganya. "Nara sekarang bisa masak mi instan loh Pah, iya, Nara banyak diajarin di sini, suami Nara baik, dia juga ngerti kok, iya papa tenang aja ya."

Jino pantas merasa terharu mendengar sang istri yang melindungi nama baiknya di hadapan mertua, setelah mematikan sambungan telepon, gadis itu kemudian berlari ke arah dapur.

Pria itu menghampiri sofa yang sempat diduduki oleh istrinya, laptop di atas meja itu masih menyala, dan menampakkan tutorial memasak apa yang dia pinta.

Dia semakin terenyuh saat mendapati istrinya itu tengah mengulang memasak mi goreng untuk dirinya. Dan hal itu membuatnya malu, bahkan gadis itu sudah sangat berusaha menjadi istri yang baik untuk dirinya.

Nara tampak kepanasan saat menyendok gumpalan mi dari air mendidih yang sudah dimatikan kompornya, di belakangnya Jino terus memperhatikan pergerakan gadis itu.

Nara sedikit terlonjak saat mendapati suaminya itu berdiri di ambang pintu, "Bang Jino aku bisa masak, ayo makan," ucapnya terlihat puas.

Jino yang tidak mau merusak kebahagiaan gadis itu tentu tidak meledeknya yang terlalu bahagia hanya karena dapat memasak mi saja.

"Ayo cobain," pinta gadis itu, bersiku di atas meja dengan menopang kedua pipinya, tatapan penuh harapnya itu seperti menunggu, dan Jino merasa geli akan hal itu. "Gimana rasanya, enak kan?" tanyanya kemudian.

Jino jadi bingung, seenak-enaknya mi instan, itu kan memang sudah ada bumbunya, tapi untuk sedikit membuat gadis itu bahagia, dia mengangguk juga. "Iya enak," ucapnya.

Benar saja, Nara begitu senang, bak mendapat kitab suci yang begitu sulit ia cari sampai ke Barat, dan pemuda itu jadi tersenyum.

"Aku bisa bikin rasa lain loh Bang, ada soto, bakso, Kari ayam juga, banyak, kamu mau yang mana?"

Jino mengerutkan dahi, "kan emang mi instan itu udah banyak berbagai rasa ya?" ucapnya berkomentar, dan terdengar sedikit ragu, takut jika menyinggung perasaan gadis itu.

Nara reflek tertawa, dan Jino baru sadar gadis itu teramat cantik saat melakukannya.

"Terus ngapain tadi kamu bilang enak, semua mi kan rasanya sama aja."

Siyal, Jino merasa tertipu dengan kepolosan istrinya, dan saat pemuda itu mengangkat tangan ingin menoyor keningnya, tiba-tiba saja jadi beralih mengusap kepala. "Makasih," ucapnya.

Nara mengangguk, kembali menyaksikan suaminya itu makan dengan lahap, dan baru kali ini dia bangga pada dirinya sendiri. "Banyak rasa yang pabrik mi instan bisa ciptakan tapi cuman satu rasa yang dia nggak bisa buat," ucapnya.

Jino menghentikan kunyahannya, kemudian bertanya. "apa?"

"Rasa yang tidak pernah ada," ucap Nara yang membuat pemuda yang duduk di sebelahnya itu diam seribu bahasa.

Jino berdehem, menghabiskan air minum dalam gelas yang disuguhkan oleh istrinya.

"Jika kamu diberi kesempatan untuk menjadi seseorang, kamu akan pilih jadi siapa?" Nara mengutarakan pertanyaannya.

Sejenak Jino berpikir, "Jadi siapa?" dia malah balik bertanya.

"Kalo aku mau jadi kamu, biar aku tau seberapa nggak bahagianya kamu jadi suami aku, biar aku bisa ngerti," ucapnya yang membuat Jino diam kembali.

"Kenapa gitu?" Dari sekian banyak kosa kata bahasa manusia di dalam otaknya, hanya itu yang dapat Jino utarakan sebagai pertanyaan.

Nara menggeleng, "Nggak papa kok," ucapnya, kemudian tampak sedikit ragu saat ingin mengutarakan pertanyaan berikutnya.

"Ada apa?"

"Jika kamu diberi waktu satu detik untuk menghentikan kerja dunia ini, hal apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Nara.

Jino tertawa mendengus, "mana bisa," tukasnya.

Nara berdecak sebal, "kan seandainya," ulang gadis itu.

"Ya terus?"

Sesaat gadis di hadapannya itu terdiam, lalu kembali berbicara. "Kalo aku dikasih satu detik untuk menghentikan kerja dunia, aku cuman mau satu hal."

Jino mengerutkan dahi saat gadis di sebelahnya itu beranjak berdiri, lalu menempelkan bibirnya pada mulut sang suami, hanya saling bersentuhan, tidak lebih, dan hal itu mampu membuat Jino membelalakan mata, dia merasa waktu di sekitarnya benar-benar terhenti seketika.

Nara memundurkan kepala kemudian tersenyum, "dan sebelum nanti kamu sadar aku akan kabur," ucapnya dengan berjalan mundur, kemudian berbalik dan pergi meninggalkan dapur.

Dengan Kasar Jino membuang napasnya yang sempat ia tahan, pemuda itu tampak terengah, dia tidak percaya gadis itu dapat membuat detak jantungnya berantakan.

Nara yang sudah berada di kamar tampak menelepon seseorang, dan mengabarkan sesuatu yang telah ia lakukan. "Bang Jinjin Bengong Tante," ucapnya pada seseorang di seberang telepon.

Nara beranjak naik dan duduk bersila di atas kasur, "lain Kali boleh lah kasih trik lagi, biar Bang Jinjin bisa kaya Om Ardi," ucapnya sesekali tertawa.

"Nanti Tante Karin ajarin aku gombal-gombal lagi ya."

***

Netizen : Oh biang keroknya Kanjeng ribet 😆

Author : Buat yg bilang wah Nara sama banget kaya Karin, Nara duplikat Karin. 😌
Ya emang si kelakuannya sama bedanya dia lebih kuat ya, dan awal awal ini dia tuh nggak cinta sama Jino, sedangkan dulu Karin dari awal udah ngejar ngejar Bang Ar, beda ya 😂

Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang