11| KEBEBASAN

38 7 1
                                    

Aku ingin mencintaimu dengan bebas.
Tanpa paksaan, tanpa tekanan.
Mengarungi samudera yang luas.
Bersamamu, yang selalu aku dambakan.

— THE PERFECT SECRET —
by Arthar Puspita

***

RUMAH yang selalu hangat, penuh canda dan tawa kini begitu sepi. Shabiya tidak tahu mengapa Aryan bisa mencintainya. Sehingga semua ini terjadi begitu saja. Jujur saja, Shabiya merasa bersalah. Seakan, kehadirannya menghancurkan keluarga yang harmonis ini.

Sudah seminggu, Aryan pergi meninggalkan rumah. Orang tua mereka seakan bungkam ketika ditanya kemana Aryan pergi. Dimana Aryan tinggal. Mereka menyembunyikannya rapat-rapat. Seolah memang Shabiya tidak boleh tahu. Mereka berniat menjauhi Shabiya dari jangkauan Aryan.

Seolah, itu memang yang terbaik bagi keduanya.

Keseharian Shabiya tidak banyak berubah setelah itu. Dia pergi ke sekolah bersama Asya. Pulang sekolah bersama Asya jika Asya tidak latihan taekwondo. Shabiya akan pulang dijemput Pak Sapri jika Asya ada jadwal latihan. Ketika hari sabtu, Shabiya akan latihan teater. Dia tidak bersama Airin, karena Pak Sapri siap mengantarnya kapan saja.

Di sekolah, Shabiya tidak bertemu dengan Aryan. Seolah Aryan benar-benar menghilang dari pandangannya.

Hal itu membuat Shabiya sedih.

Selama mengikuti eskul teater, Shabiya merasa senang. Dia mendapat pengalaman baru. Dia punya banyak teman baru yang sebelumnya tidak dia kenal. Dibandingkan berperan lakon, Shabiya lebih senang menulis naskah. Dia mengikuti jejak Petra. Kemampuan mengarangnya dinilai bagus oleh para kakak kelasnya. Airin juga memuji Shabiya, karena bakat Shabiya itu terbilang unik. Tidak semua orang bisa.

Latihan selesai ketika jam tiga sore. Semua anggota dibubarkan setelah berdoa. Shabiya dan Airin berjalan bersama menuju gerbang.

Ketika di gerbang, Shabiya melihat Ihsan yang sepertinya menjemput Airin. Ia datang membawa motor alih-alih mobil. Shabiya tersenyum canggung pada Ihsan. Setelah ia menolak perasaan Ihsan, Shabiya belum pernah bertemu lagi. Mereka baru pertama kali bertemu dan Shabiya merasa begitu canggung. Namun, Ihsan tersenyum padanya. Seolah, kejadian itu bukanlah apa-apa.

Tetapi, di balik itu semua Ihsan memendam kekecewaan. Dia menyukai seseorang, namun ditolak begitu cepat sebelum membuktikan perasaannya yang sebenarnya. Namun, ketika dipikirkan kembali itu bukan salah Shabiya. Shabiya berhak menolak perasaannya. Ihsan berusaha memaafkan dan berdamai pada hatinya yang terluka.

“Tumben udah jemput, biasanya molor,” gerutu Airin.

“Serba salah jadi gue mah.”

“Yaudah yuk, pulang!”

“Shabiya, duluan ya!” teriak Airin pada Shabiya.

Shabiya mengangguk, dia menatap kepergian keduanya hingga kini dia sendirian menunggu jemputan.

Shabiya jadi teringat ketika Aryan tiba-tiba menjemputnya. Meski tiba-tiba, entah mengapa Shabiya merasa begitu senang. Meski awalnya, Aryan bersikap cuek padanya namun sebenarnya dia peduli pada Shabiya.

[NUG's 7] The Perfect SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang