• 1. Kejutan Yang Tak Terduga •

283 28 1
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Semua ingatan yang masuk menyeruak pagi tadi membuat Anetta harus berada di bangunan luas dengan tiga gedung tingginya. Dan ya, kini gadis 17 tahun itu berdiri dengan wajah tanpa ekspresinya di depan pintu kelasnya.

"Permisi, apa lo gak berniat masuk?" Anetta hanya meliriknya melalui ekor mata. Tanpa kata mendahului orang itu masuk ke kelas. "Aneh banget."

Anetta mengambil tempat di bagian belakang, samping jendela. Ia tak peduli dengan seseorang yang baru saja datang dan kini berdiri di samping mejanya. Ia melayangkan tatapan malas, melengos begitu saja mengarahkan pandangannya ke luar jendela.

"Netta, kok lo di situ? Bukannya lo bilang lebih suka duduk di depan ya?" Seseorang yang tadi pagi mendobrak pintu kamarnya itu kini menatapnya heran.

"Dia bisa ambil tempat di depan sana. Saya ingin di sini," jawab Anetta tanpa melihat sang lawan bicara. Bahkan terang-terangan mengabaikan si pemilik meja yang berdiri kaku di tempatnya.

"Serah lo deh." Diyara, sepupu Anetta itu mengangkat bahu. "Eh, lo sana ke depan! Jangan ganggu Anetta dengan tampang bodoh lo itu!" titahnya pada gadis yang masih bergeming itu.

Anetta hanya melirik sekilas, enggan ikut bersuara untuk menyuruh gadis itu menyingkir. Ia kembali menatap ke luar jendela, seolah pemandangan di luar sana memang lebih memanjakan matanya.

Melihat sikap Anetta yang demikian, beberapa penghuni kelas yang baru datang jadi saling pandang. Mereka tidak biasa melihat Anetta melepaskan begitu saja mangsanya. Sebab Anetta yang mereka kenal sejak kelas satu itu tidak lebih dari macan buas. Maka tidak heran jika Anetta memiliki julukan si 'macan'.

Tak ingin memperkeruh suasana, mereka memilih ikut mengabaikan apa yang baru saja terjadi. Begitupula dengan Jana–gadis pemilik tempat duduk itu–berjalan ke tempat Anetta duduk sebelumnya.

Tak lama setelah itu, bel berbunyi nyaring, tanda masuk pelajaran jam pertama. Bersamaan dengan itu, seorang wanita masuk ke kelas mereka. Memulai pelajaran dengan tenang.

***

Selama pelajaran tadi, Anetta tidak fokus. Ia masih memikirkan setiap ingatan yang ia dapatkan dari tubuh ini. Bagaimana kehidupannya, dari yang baik dan yang buruk.

Fakta baiknya, gadis yang tubuhnya kini ia tempati adalah anak pemilik sekolah yang hartanya tidak habis walau tujuh turunan. Tidak hanya itu, pemilik tubuh ini hidup dalam kasih sayang yang cukup, serta dengan wajah yang cantik nan manis. Itu poin penting yang sangat bagus untuknya. Namun masalahnya, fakta itu tidak cukup untuk dirinya bisa hidup tenang seperti keinginannya. Dikarenakan masih ada fakta buruk yang harus ia hadapi.

Fakta buruknya ialah pemilik tubuh ini ternyata merupakan seorang perundung. Tidak tau apa alasannya, tetapi pemilik tubuh itu terkenal kasar di sekolahnya. Ia tak segan-segan menindas siapa saja yang berani macam-macam dengannya.

Selain itu, pemilik tubuh ini juga sangat persis seperti dirinya pada kehidupan sebelumnya. Di mana ia yang dulu mengejar-ngejar cinta seorang laki-laki bergelar Duke dan menyingkirkan semua halangannya. Karena obsesi yang demikian itu, ia menciptakan kehancuran bagi dirinya sendiri. Yah, itu setidaknya setelah Reylia menolongnya, dirinya sudah menjadi manusia yang baik. Hanya saja ia tak dapat kembali menjadi Anetta Gerlyana, sang putri kesayangan kaisar. Maka tak heran, jiwanya mengisi raga gadis bernama Anetta Fatiniantri ini.

Dan kini ia harus menghadapi kehidupan yang pernah ia alami dahulu. Hidup sebagai gadis yang haus akan cinta seorang laki-laki. Mengejar laki-laki itu dengan tidak memikirkan konsekuensi sekitarnya, hanya peduli pada cinta yang ternyata adalah obsesi belaka.

Namun, Anetta tidak akan membiarkan dirinya benar-benar hidup sebagai Anetta Fatiniantri. Ia akan hidup selayaknya Anetta Gerlyana versi baru. Anetta akan menghindari laki-laki itu dan menyatakan jika ia sudah tidak mencintainya. Agar laki-laki itu tidak merasa semakin membenci Anetta.

Tapi .... ia lupa bagaimana wajah laki-laki bernama Liovando Vernan itu.

Anetta mengeluh tertahan. Ia melupakan bagian penting dari alasan dirinya berada di tubuh ini. Lalu ... sekarang bagaimana?

Gadis itu menoleh ke arah Diyara yang memakan makan siangnya dengan lahap. Tak peduli dengan sekitarnya yang ramai. Tangannya terhenti menyuap nasi kala merasa dirinya diperhatikan oleh sang sepupu. Lantas ia pun mendongak, membalas tatapan Anetta yang selalu tanpa ekspresi.

"Apa?" tanyanya dengan pipi mengembung.

"Kamu–" Anetta berdecak, padahal ia sudah belajar untuk bisa menggunakan bahasa dunia ini dengan baik. Namun, peringainya yang dulu seorang putri raja membuat ia agak kesulitan menyesuaikannya. "Lo tau di mana Liovando?"

Diyara yang sebelumnya menatap Anetta heran jadi menggeleng. "Gue rasa lo perlu dibawa ke dokter deh, Net. Dari pagi lo itu aneh banget. Jatuh akibat latihan senam lantai kemarin gak bikin lo gagar otak kan?"

Kalimat panjang sepupunya itu membuat Anetta melengos. Bukan itu jawaban yang ia harapkan. Benar-benar tidak berguna, rutuknya dalam hati.

"Tapi okelah, pertanyaan lo sekarang bisa gue jawab." Anette mengernyit, mengikuti arah telunjuk Diyara. Dan benar saja, tiga orang laki-laki tengah memasuki kantin. Jika ia tidak salah, dua lainnya adalah sahabat Liovando.

"Itu ... Liovando yang di tengah?"

Diyara mengangguk, memangnya yang mana lagi?

"Dia ..." Anetta tidak melanjutkan kalimatnya. Ia terpaku pada laki-laki itu. Bukan karena parasnya yang tampan, melainkan karena orang itu adalah seseorang yang memiliki wajah persis seperti Duke Algaforus di kehidupan sebelumnya. Duke yang mampu memporak-porandakan hatinya.

Fakta macam apa ini? Apakah kehidupan begitu mempermainkan hatinya?

***


Diketik : 835 kata

Diharapkan menekan bintang dan meluweskan jari untuk berkomentar yang baik dan sopan; Terima Kasih.

Transmigrasi : Anetta's Journey Where stories live. Discover now