• 9. Dia Bona, Bukan Beyna •

327 17 0
                                    

Happy reading~

Happy reading~

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.
















Semua yang ada di kantin itu terdiam. Tatapan mereka terpaku pada Anetta dan gadis yang baru saja menabrak Anetta. Diyara dan Nino yang juga terkejut, masih diam di tempatnya, berdiri melihat betapa kacaunya penampilan Anetta saat ini.

Tak ada yang pernah menduga sebelumnya, Anetta maju ke arah gadis itu. Dan ....

Plak!

Semua yang di sana tercengang dengan aksi Anetta. Awalnya mereka pikir, Anetta akan diam saja setelah mendapat peringatan dari Liovando kala itu. Namun, kenyataannya gadis itu tidak menggubrisnya sama sekali.

"Wah, itu pasti sakit."

"Dia masih punya nyali berhadapan dengan Anetta."

"Dia pikir Liovando akan menolongnya?"

Berbagai kalimat meluncur deras dari para penonton drama live itu. Tak ada yang berempati sekedar melerai atau mencegah terjadinya pertengkaran itu.

Sementara gadis bernama Bona itu merasakan pipinya memanas. Tamparan Anetta tidak main-main. Ia ingin menangis saja rasanya saking perihnya tamparan itu. Ia juga meyakini bahwa kuku Anetta sedikit menancap pada pipinya.

"Diam! Gak ada yang boleh bicara satu patah kata pun! Kalo lo semua pada berani berkomentar, maka jangan harap hidup kalian tenang setelah ini."

Suara Anetta mengintrupsi seluruhnya. Termasuk bibi dan mamang kantin yang berada di stand-nya masing-masing. Tentu tidak ada yang berani menegur anak pemilik sekolah. Bahkan orang dengan jabatan tertinggi sekalipun di sekolah itu.

Setelah mengatakan itu, Anetta berlalu pergi dari sana. Meninggalkan ketegangan yang ia ciptakan. Tak ayal Diyara dan Nino segera mengekorinya.

***


"Sialan!"

Kata itu yang Anetta keluarkan begitu sampai di rooftop. Ia menendang kardus yang teronggok bisu tanpa isi. Ia kesal, karena tak bisa mengontrol emosinya di depan semua orang. Ia merasa belum bisa meninggalkan perangainya di kehidupan lampau.

Brak!

"Anetta! Udah! Stop!" Diyara berseru karena sang sepupu tak keluar-keluar dari rooftop. Bahkan sepupunya itu mengunci pintu rooftop.

Anetta menoleh, ia merasa bersalah. Namun, egonya lebih tinggi. Ia mungkin memang ditakdirkan tidak memiliki empati terhadap orang lain.

"Gue bukan sepupu lo."

Diyara menghentikan langkahnya untuk mendekat. Ia tertegun, ternyata selama ini sang sepupu masih tidak menganggapnya. Bahkan kali apa Anetta juga tidak membutuhkannya?

"Gue mau jujur sama lo, tapi gue gak enak. Gue takut lo ngerasa gue jahat banget." Anetta mendecak, "Gue lupa, gue kan emang jahat."

Gadis itu terkekeh sumbang. Ia bahkan ragu jika Diyara percaya dengan apa yang ia ucapkan. Terlebih lagi, ini dunia yang sangat berbeda dengan dunianya. Dunia yang seharusnya tak asing, tetapi bagaimana pun ia mencoba menjadi Anetta Fatiniantri, ia tetap tak bisa. Dirinya masih Anetta Gerlyana, bukan yang lain.

"Apa sebenarnya yang lo sembunyiin dari gue?" tanya Diyara setelah diam lama. Ia yakin ada hal yang Anetta sembunyikan darinya.

Anetta menaikkan sebelah alisnya, "Kalo gue cerita, apa lo bakal percaya sama gue?"

"Apa pun itu, gue bakal coba percaya. Karena lo sepupu gue," ucap Diyara mantap.

Anetta tersenyum tipis, ia tidak akan meragukan sepupunya itu. Seperkian detik, ia mulai duduk bersila di lantai rooftop. Bersandar pada pagar pembatas, dengan tatapan mengarah pada Diyara yang masih berdiri.

"Lo gak duduk?" Diyara segera mengambil tempat begitu mendengar pertanyaan Anetta. Ia duduk di samping Anetta, meneladani sang sepupu yang bersandar.

"Lo mau gue cerita dari mana?" tanya Anetta to the point.

"Terserah lo, gue bakal dengerin dengan serius."

Anetta hanya mengangguk, lantas mulai menceritakan dirinya. Asal-usulnya hingga sampai ke tempat ini. Ia menceritakan semuanya tanpa ada kekurangan sedikitpun, kecuali bagian Reylia yang menempati tubuhnya itu. Menurutnya, hal itu hanya rahasia dirinya dan Reylia yang tau.

Setelah selesai bercerita tentang dirinya, Anetta tersenyum lega. Ia merasa bersyukur Diyara memperhatikannya saat berbicara, meski ia tau bahwa gadis itu pasti sulit mencerna perkataannya. Seperti saat ini, Diyara masih bergeming. Seolah mencerna semua informasi yang Anetta beberkan.

"Bagaimana? Apa lo percaya?"

Diyara menggeleng, "Sulit, Net. Gue gak pernah baca buku sejarah, apalagi novel yang tebalnya kayak beban gue. Jadi, gue ngerasa sulit banget untuk gue percaya."

Anetta melengos, sudah ia duga. Tak semudah itu untuk membuat Diyara percaya dengannya. Apalagi faktanya gadis itu memang tak percaya dengan hal-hal magis.

"Net, gue tetep percaya sama lo. Tapi gue mau nanya satu hal," ucap Diyara kembali mengambil atensi Anetta.

Anetta mengernyit, "Apa?"

"Gue ... di kehidupan sebelumnya, jadi siapanya lo?" tanya Diyara dengan wajah penuh pengharapan. Ia berharap menjadi orang yang penting di sisi Anetta saat itu.

Sayangnya, jawaban yang diberikan Anetta adalah sebuah gelengan. Membuat Diyara berdecak sebal. Padahal ia juga ingin berada di dunia Anetta sebelumnya.

"Lo gak perlu berada di sana, karena gue gak bakal lihat keberadaan lo. Jadi, lo di sini aja," lontar Anetta, yang mendapat reaksi tak percaya dari Diyara.

"Nettaaa, gue sayang loooo," serunya yang lantas memeluk Anetta.

"Gue Anetta Gerlyana kalo lo lupa," celetuk Anetta mengingatkan.

Diyara hanya mengenyir, sudah melepaskan pelukannya dari Anetta. Sedangkan, Anetta hanya menggeleng pelan. Sepertinya mulai terbiasa dengan sikap Diyara.

"By the way, Net, berarti yang tadi lo tampar itu Bona dong! Bukan Beyna!"

***

Diketik: 792 kata

Diharapkan menekan bintang dan meluweskan jari untuk berkomentar yang baik dan sopan; Terima kasih.


Transmigrasi : Anetta's Journey حيث تعيش القصص. اكتشف الآن