• 7. Anetta si Antagonis •

143 15 0
                                    

Happy reading!

Koreksi typo!

Koreksi typo!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.












Anetta kembali ke perpustakaan usai makan siang. Ia berjalan terburu-buru, membuat ia tak sengaja menabrak seseorang.

"Eh, lo gak apa-apa?"

"Tidak apa-apa, Nona. Saya yang salah karena berjalan menunduk, maafkan saya."

Anetta berdecak pelan, "Lo gak perlu manggil gue kayak gitu di sekolah. Lo bicara santai aja kalo ama gue. Gue gak gila hormat, cuma ya gila gue rada lain," ucap Anetta

"Tapi Nona, itu sangat tidak dianjurkan di keluarga Nona. Peraturan—"

"Daripada lo ngomong gak jelas, mending lo ikutin gue ke perpus. Ada banyak buku yang pengen gue pinjem."

Laki-laki itu terdiam. Ia melirik ke belakangnya, lantas kembali menatap Anetta. "Saya harus ke kantin, Nona."

Awalnya Anetta mengangguk, tetapi kemudian menahan langkah laki-laki itu. Ia menangkap beberapa orang di sudut tangga yang tak jauh dari koridor kelas XII. Ia mendecak, sekarang ia paham, mengapa Nino sempat ketakutan melirik ke arah belakang.

"Lo ikut bawain buku gue. Ini perintah! Kalo lo nolak, gue gak segan-segan pecat orang tua lo!" Anetta berseru, sengaja agar gerombolan laki-laki yang duduk di tangga itu mendengarnya.

"Tapi Nona,–"

"Kalo lo gak mau, ... heh! Lo!" Anetta menunjuk salah satu orang yang duduk. Yang ia yakini adalah ketua dari gerombolan itu.

"Iya, lo! Siapa lagi!" Anetta berseru galak, ia benar-benar memerankan karakter antagonisnya dengan baik. Terbukti dari orang-orang itu yang langsung merasa takut.

"Dia mau makan, tapi gue larang ke kantin karena ada yang harus gue bawa dari perpus. Jadi, gue minta lo untuk beliin roti plus susu stoberi ke kantin."

"Lo ... gak salah nyuruh gue?"

Anetta menatap laki-laki beranting itu dengan datar. "Harus ya gue ulang perkataan gue?"

Laki-laki itu tersentak, ada aura yang lebih pekat yang ia rasakan dari gadis di depannya. Bukan karena dirinya memiliki hal magis, tetapi ia benar-benar merasa bahwa gadis ini bukan gadis yang beberapa tahun lalu melaporkannya pada guru. Ia yakin, gadis ini pasti meningkatkan kemampuan yang tak diduga-duga.

"Cepetan!"

Seruan itu membuat ia bergegas pergi. Tak ingin diteriaki dua kali, mengingat mereka sedang berada di koridor yang tak sepi. Beberapa yang memperhatikan itu segera melengos, takut dengan tatapan Anetta yang tajam.

Setelah itu, Anetta menarik lengan Nino untuk mengikutinya ke perpustakaan. Sementara seseorang yang sedari tadi sembunyi di salah satu pilar gedung kelas XII menampilkan seringaiannya.

"Hmm, menarik."

***


Sejak tadi, Anetta tak bosan mengelilingi lorong rak guna mencari buku yang ia inginkan. Sedangkan Nino sudah menyerah lebih dulu, kini tengah memakan makanan gratis dari nonanya itu. Tak peduli dengan larangan makan di perpustakaan, karena itu adalah titah dari Anetta sendiri. Dan pustakawan yang bertugas pun tak berani menegur, ia terlampau sayang pada pekerjaannya. Alias takut dipecat.

Anetta mendecak kala sebuah tangan menyentuh buku yang sama dengannya. Lebih kesalnya lagi, orang yang memegang buku itu tak lain adalah Liovando. Laki-laki yang sebenarnya ia hindari.

"Lepas."

Mata gadis itu memelotot mendengar suara dingin Liovando. Seolah menunjukkan protesannya.

"Gue gak mau! Gue duluan yang temuin," sungut Anetta menolak.

"Gue duluan yang pegang," balas Liovando tak mau kalah.

"Jadi cowok ngalah dong!"

Liovando menggeleng, "Gue gak mau ngalah sama cewek kayak lo."

Anetta menatapnya datar, susah sekali mengatakan hal baik pada pemuda di depannya ini.

"Lagian lo gak pernah baca buku kayak gini, tumben banget mau baca. Tobat lo?" Liovando bersua dengan nada terkesan meremehkan lawannya.

"Dih! Lo pikir gue gak pernah belajar gitu? Sorry ye, gue itu always juara satu di kelas! Jangan asal nuduh!" sewot Anetta, tersinggung dikira tak pernah membaca buku.

Walau mungkin pemilik tubuh asli tidak pernah berkunjung ke perpustakaan, tetapi herannya pemilik tubuh yang asli selalu menjuarai perlombaan apa pun itu, termasuk menjadi juara kelas.

Anetta kembali mendecak karena merasakan tarikan. Ia ikut menarik buku ke arah berlawanan sambil menatap garang Liovando.

"Gue bilang lepas."

"Nona, lepasin aja, nanti saya carikan yang lain," ucap Nino yang tiba-tiba berada di sisi Anetta.

"Tuh, dengerin pengawal lo," sahut Liovando seraya menunjuk Nino.

Anetta lagi-lagi mendecak, tetapi detik berikutnya ia menampilkan senyuman manisnya. Tak menunggu reaksi Liovando, ia lantas melepas pegangannya pada buku itu. Membuat laki-laki itu terjengkang ke belakang.

Anetta tertawa renyah, seraya mengejek Liovando yang terduduk di lantai. "Makanya jangan sok! Ayo, kita pergi," ucapnya sebelum akhirnya meninggalkan perpustakaan bersama dengan Nino.

Liovando mendecak kesal, merasakan bokongnya yang sakit. Ia bangkit perlahan, lantas memungut buku yang terlepas dari tangannya.

"Cewek aneh!"

***






Diketik : 719 kata

Diharapkan menekan bintang dan meluweskan jari untuk berkomentar yang baik dan sopan; Terima kasih.

Transmigrasi : Anetta's Journey Where stories live. Discover now