• 13. Siapa Lagi? •

65 3 0
                                    

Mianh, up larut malam.

Semoga besok-besok bisa kembali up pagi:)

Semoga besok-besok bisa kembali up pagi:)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.









Anetta menghempaskan tangan laki-laki itu dari pergelangan tangannya. Ia tak mau mengikuti ke mana laki-laki itu akan pergi. Terlebih lagi laki-laki adalah orang asing bagi Anetta.

"Lo siapa sih?" Anetta berseru ketus, ia sedari tadi menanyakan hal yang sama. Akan tetapi, laki-laki itu enggan menjawab dan terus menariknya pergi.

"Lo mau selamat apa gak?" Laki-laki itu balik bertanya dengan alis terangkat sebelah, membuat Anetta berdecak. Mau tak mah mengikuti laki-laki itu masuk ke sebuah cafe.

Anetta menyapu pandangannya begitu masuk ke cafe tersebut. Desain interiornya persis ala-ala milenial yang terkesan cozy. Meja dan kursinya menghadap ke arah panggung kecil di sudut ruangan. Tepat di meja paling depan, laki-laki itu mengambil tempat. Lagi-lagi Anetta hanya mengikuti, duduk di sampingnya menghadap panggung.

Panggung itu masih kosong, tak ada penyanyi di sana. Hanya ada alat musik berupa drum, gitar, bass dan keyboard.

Anetta mengalihkan pandangannya dari panggung, kini melirik sekitar yang tidak terlalu sepi. Beberapa orang terlihat santai sambil mengobrol menikmati secakir kopi atau teh yang mereka pesan.

"Sampai kapan lo mau perhatiin isi cafe?"

Anetta refleks menoleh ke arah suara. Laki-laki di sampingnya benar-benar merusak suasana. Padahal dirinya sedang asik mengamati interior cafe tersebut.

"Gue mau nanya sesuatu ke lo."

Anetta mengernyit, " Apa? Gue tadi nanya aja gak dijawab," sahutnya dengan kesal.

"Gue bakal jawab tergantung dari jawaban lo." Laki-laki itu memberi jeda, yang semakin membuat dahi gadis itu berkerut. "Lo beneran gak kenal gue?"

Refleks, Anetta mengangguk. Ia benar-benar tidak tau siapa gerangan di sampingnya ini. Entah apa hubungannya dengan Anetta Fatiniantri, sehingga ia bisa berada di sini. Terlebih tidak ada ingatan apa pun tentang laki-laki ini yang masuk.

"Padahal udah tujuh belas tahun, Net. Tapi kenapa lo gak inget-inget?" tanyanya terlihat kecewa dengan jawaban Anetta.

"Lo jawab makanya, lo sebenarnya siapa? Kok lo juga bisa kenal gue?" Anetta bertanya runtut, tak ingin penasaran lebih jauh.

"Karena lo belum bisa inget gue, jadi gue bakal kasih tau lo nama doang." Anetta mencibir, seolah mengatakan, 'dari tadi kek!'.

"Gue Pandu, anak SMK sebelah sekolah lo. Gue lebih tua setahun dari lo, dan sekarang gue kelas 12. Masa akhir sekolah."

"Kok lo tau gue beda setahun sama lo? Gue bahkan belum bilang ćapa-apa loh," heran Anetta.

"Gue tau semua tentang lo. Jadi lo gak perlu ngenalin diri," potongnya cepat sebelum Anetta sempat membuka mulutnya. "Tapi sayangnya, lo malah gak tau gue siapa. Sedih rasanya, Net, tapi gue gak bisa maksain kalo lo gak inget."

Anetta mengembuskan napas pelan, ia menatap kesal ke arah Pandu. Laki-laki itu balas menatapnya dengan sendu. Entah hal apa yang sedang laki-laki itu pikirkan. Ia tak ingin berurusan lebih lama, tetapi sayangnya ia kini tengah menjadi sandera laki-laki itu.

"Maaf sebelumnya nih, gue ... maksudnya kita pernah ketemu?" Anetta merasakan aura laki-laki seperti tak asing. Namun, ia tak tau pernah merasakan aura itu di mana. Sungguh, di saat seperti ini ia mengutuk memori otaknya yang lambat bekerja.

Pandu mengangguk, "Pernah, tapi kayaknya lo emang lupa deh."

Anetta melengos, tak ingin melanjutkan percakapan. Apalagi kini pesanan mereka sudah datang, tentu Pandu yang mentraktir dirinya.

"Net, lo gak tanya alasan kenapa gue nemuin lo?"

Anetta menggeleng pelan, meski dirinya penasaran ia menolak untuk bertanya lebih jauh. Ia akan mengumpulkan informasi itu sendiri. Daripada itu, ia terpikirakan sesuatu.

"Lo ... gua jahat kan?"

***

Diketik: 557 kata

Terserah. Sedang mengantuk.

Terima kasih sudah mampir pada cerita ini🌷

Transmigrasi : Anetta's Journey Where stories live. Discover now