• 11. Lucid Dream? •

120 8 0
                                    

Malam~

Koreksi typo ya!

Selamat membaca^^

Selamat membaca^^

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.










Padang rumput.

Anetta kembali ke tempat itu. Tempat pertama kali ia bertemu Yers setelah berada di tubuh barunya. Tempat yang sangat menenangkan.

Netranya bergerak ke sana ke mari. Hanya rerumputan dan pohon rindang sejauh mata memandang. Tak ada tanda-tanda kehadiran Yers di sana.

"Yers?" Anetta memanggil ragu. Ia kehilangan sihirnya untuk sekedar merasakan adanya keberadaan Yers di tempat ini.

"Aku rindu diriku, Yers. Apakah aku bisa melihat orang tuaku?"

Anetta tersenyum tipis, perkataannya tak mungkin didengar. Kini ia hanya seorang diri di sini. Tiba-tiba ia tersentak, baru menyadari sesuatu.

"Kenapa aku bisa berada di sini?" gumamnya, seraya menyapu sekitar.

Ia yakin bahwasanya dirinya tengah berada di kamar. Membaca buku dengan tenang, sebelum akhirnya denting ponsel membuatnya teralihkan. Terakhir, ia melihat ada cahaya biru pada langit-langit kamarnya. Lantas, mengapa kini ia berada di sini?

Anetta beranjak dari duduknya. Ia menjejakkan kaki tanpa alasnya melewati rerumputan yang terpangkas rapi. Mendekati pohon rindang yang tak jauh dari posisi sebelumnya.

Gadis itu mendongak, mengamati cabang pohon dari bawah. Jika di kehidupan sebelumnya ia bisa melihat pohon bergerak dengan sendirinya memindahkan ranting yang satu dengan lainnya, maka seharusnya di dunia antah berantah ini juga bisa terjadi hal demikian. Mengingat tempat ini adalah tempat tinggal Yers, si peri mungil dengan sayap berwarna biru.

Srak

Anetta terkejut, pohon di hadapannya bergerak. Membentuk sebuah tempat tidur berayun. Kemudian mengarah ke Anetta.

"Untukku?" tanyanya seraya menujuk diri.

Ranting yang lain membawa Anetta duduk pada tempat tidur berayun. Anetta tersenyum simpul, seraya mecari posisi nyaman. Baru kemudian ranting-ranting itu mulai terayun pelan, membiarkan Anetta menikmatinya.

"Kau belum tidur?"

Suara itu membuat Anetta menoleh. Ia mendapati Yers sedang duduk mengambang di salah satu ranting. Anetta mengubah posisinya menjadi duduk, tepat menghadap Yers.

"Kau mau turun? Kita bisa mengobrol di bawahnya," ucap Yers sambil menunjuk ke rerumputan di bawah pohon.

Anetta mengangguk, tentu saja. Tak mungkin ia menolaknya, apalagi menikmati keindahan alam ini. Rasanya tenang, jauh dari hiruk-pikuk tempat tinggalnya sekarang.

Yers tetap mengambang, hanya berpindah kini di samping Anetta. Sementara gadis itu duduk bersila di atas rerumputan dengan baju tidurnya yang lucu.

"Apa kabar, Anetta?" Yers memulai percakapan. Wajahnya yang tenang membuat Anetta tak berhenti mengaguminya.

Anetta terkekeh pelan, "Tidak ada kalimat lain, Yers? Asal kau tau, di dunia itu sungguh sulit. Tak ada sihir menghilang, kinetik, dan lainnya. Tapi patut diacungi jempol karena memiliki benda pipih yang mampu menguak segala informasi."

"Adakah yang menganggumu?" Yers seolah tak menggubris perkataan Anetta, membuat gadis itu mendecak.

"Tidak, tapi aku masih penasaran. Kenapa semua orang di kehidupanku sebelumnya muncul lagi? Apakah ini pertanda baik atau buruk?" tanya Anetta merasa Yers memang ingin membahas intinya tanpa berbasa-basi.

"Menurutmu? Jika kau mengambil sudut pandangku, maka ceritamu akan berubah, Anetta. Kau tau kan aku peri yang bagaimana?"

Anetta mengangguk, ia tentu tau bagaimana Yers memperlakukannya di kehidupan lampau. Meski masih punya hati dan empati, tetapi peri itu tetap adil dalam tugasnya.

"Aku tidak akan ikut campur lagi, semuanya sudah menjadi urusanmu saat mulai membuat permintaan waktu itu."

Anetta mengangguk-angguk. Yah, ia tak akan protes lebih jauh. Setidaknya sampai saat ini hidupnya masih aman, hanya ada beberapa hal yang menganggu.

"Ah iya!"

Yers menoleh, dahinya mengernyit samar.

"Kau pasti tau Diyara 'kan?" Yers mengangguk, tentu saja. "Siapa dia di kehidupanku yang lalu?"

Yers kali ini menggeleng. Ia tak bisa mengatakannya. Anetta harus mencari jawabannya sendiri.

"Kenapa? Apa dia penjahat?"

"Bukan. Dia sangat baik padamu."

"Jika dia baik, mengapa aku tidak mengingatnya?" heran Anetta karena hanya Diyara yang tak ia ingat.

"Kau pergi tidur saat malam dan nikmati seluruh kenangan masa lalu itu dalam tidurmu, Anetta. Maka dengan begitu, kau akan mengetahui perlahan apa yang sedang kau cari," ujar Yers membuat Anetta semakin bingung.

"Kembalilah ke ragamu, saat ini kau yang di sini adalah sukmamu. Aku yakin kau sedang mengalami lucid dream."

Anetta menggeleng, mana mungkin ia melakukan lucid dream. "Daripada itu, kenapa aku harus menikmati semua luka itu?"

Yers tersenyum, membuat sayapnya menyala terang. "Kau pernah mengangguhkan karmamu pada seseorang, Anetta. Jadi, inilah saat untuk menebus segalanya," ucapnya lembut.

"Tapi—"

Slap!

Yers lebih dulu menghilang, sebelum ia sempat bertanya banyak hal.

***

Byur!

Suhu dingin itu berhasil membuat Anetta terbangun. Ia terkejut bukan main, apalagi kini semua bajunya basah beserta tempat tidurnya.

"Mami, Papi, Mama, Papa! Anetta udah bangun nih!"

Suara menggelegar sang sepupu membuat Anetta mendecak kesal. Sepertinya dirinya harus terbiasa dengan hal itu.

Namun, sekarang bukan itu yang penting. Ada banyak pertanyaan muncul di pikirannya. Sebenarnya ... apakah benar ia mengalami lucid dream?

Semakin ia pikirkan, semakin pusing rasanya. Padahal masalah sekolahnya saja belum selesai.

"Net, mandi! Siap-siap ke sekolah!"

Anetta bergumam, mengiyakan. Lamunannya kembali dibuyarkan. Ia beranjak, tak ingin diteriaki dua kali. Tanpa Anetta sadari, Diyara menarik kedua ujung bibirnya ke atas sambil terus memandangi punggungnya yang menjauh.

***



Diketik : 789 kata

Diharapkan menekan bintang dan meluweskan jari untuk berkomentar yang baik dan sopan; Terima kasih.

Bagaimana chapter ini? Ada keluhan?

Transmigrasi : Anetta's Journey Donde viven las historias. Descúbrelo ahora