• 15. Orang Yang Patut Dicurigai •

87 7 0
                                    


Malam~

Maaf telat lagi up-nya

Semoga tidak bosan menunggu cerita ini💗

Happy reading~

Happy reading~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.










"Tadi gimana bisa sama mereka?" tanya Anetta saat mobil mulai melaju. Ia memilih duduk di kursi belakang kemudi menemani Diyara. Menolak tawaran Jeffryan untuk duduk di samping laki-laki itu.

Diyara menggeleng, "Gue juga gak inget, tapi yang gue yakin itu orang yang culik kami orangnya beda. Bukan dua cowok tadi."

Anetta mengernyit, "Maksudnya? Tapi kan yang ikat kalian di sana temennya Pandu."

Diyara menggeleng lagi. Membuat Anetta mengulum bibir ke dalam, sembari berpikir.

Gadis itu yakin bahwa Pandu yang melakukan semua hal itu tadi. Sebelum ia menyetujui kesepakatan yang Pandu berikan. Sebab, jika ia menolak menyetujuinya, maka orang-orang terdekat Anetta yang akan terkena imbasnya. Maka mau tak mau ia harus terus berurusan dengan Pandu untuk beberapa bulan ke depan. Lagipula dirinya juga penasaran, siapa sebenarnya Pandu? Dan ada hubungan apa dengan Anetta Fatiniantri?

"Ra, apa kalian pernah di foto sama temennya Pandu pas diikat?" tanya Anetta teringat sesuatu.

"Seinget gue gak ada. Eh, Jeff, kita ada di foto apa gak?" Diyara melempar pertanyaan itu pada Jeffryan yang hanya mendengarkan perbincangan keduanya. Namun, saat ditanyai, Jeffryan menjawab hal yang sama seperti Diyara. Bahwa pria bertato itu tak pernah mengambil gambar mereka yang seperti dikatakan Anetta.

Anetta menghela napas pelan, seharusnya ia tak bertanya hal itu. Kini jawabannya ke mana-mana. Jika bukan Pandu dan temannya, lantas siapa?

Anetta berdecak, memikirkannya saja membuatnya pusing. Bagaimana jadinya jika ia memang memiliki kemungkinan musuh yang sangat handal dalam pertarungan di balik layar?

Anetta menggeleng pelan, ini bukan dunianya. Namun, ia yakin pasti ada sesuatu rahasia yang Anetta Fatiniantri sembunyikan dari orang lain.

"Ra, ikut gue ke kamar begitu sampai." Diyara menatap Anetta bertanya, seolah mengatakan, 'kenapa?'

"Ikut aja, gak usah banyak tanya." Diyara menipiskan bibir, mau tak mau mengangguk. Walau sebenarnya ia sangat malas memasuki kamar Anetta yang sekarang penuh dengan buku.

Jeffryan lagi-lagi hanya mendengarkan, meski penasaran, tetapi ia tak berani menanyakannya karena ia juga sadar posisinya.

Anetta segera turun begitu mobil Jeffryan sampai di depan gerbang rumahnya. Ia berlari memasuki halaman, membuat Diyara mendecak pelan. Sepupunya satu itu kebiasaan tidak berterima kasih pada orang. Yah, ia ingat sekali bahwa gadis itu bukan sepupunya. Namun, entah kenapa peringai keduanya sama.

"Lo gak turun?"

Eh?

Diyara menyengir, "Ini gue turun."

Jeffryan hanya mengangguk, menunggu gadis itu menutup pintu mobilnya. Seraya memperhatikan Anetta yang berlari gesit melewati halaman luas itu.

"Sepupu gue gak doyan sama cowok cemen. Kalo lo suka sama dia, deketin secara terang-terangan," ucap Diyara membuat Jeffryan menoleh.

Diyara menutup pintu mobil dengan keras. Membuat suara berdebam. Setelahnya ia pergi begitu saja, tak berniat mengucapkan terima kasih, yang padahal dia tadi mencibiri Anetta tentang hal itu.

Jeffryan menatap punggung gadis itu datar. Sembari mencoba bersabar karena mobilnya hampir lecet dibuatnya. Setelah memastikan Anetta tak terlihat lagi, pemuda itu lantas melajukan mobilnya pergi dari sana.

***


Brak

Anetta menatap sinis pada Diyara yang baru saja memasuki kamarnya. Ia kadang heran pada gadis itu, entah di mana menaruh akhlaknya. Datang ke kamar Anetta sesuka hati tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Apa sehari-harinya gadis itu berlaku demikian sebelum dirinya memasuki tubuh Anetta Fatiniantri?

"Gue tau pikiran lo. Gak usah bandingin diri sama sepupu gue yang cantik membahenol dan gak tersetuh itu. Gue gak akan banting pintu lagi deh, tapi gak janji," katanya membuat Anetta melemparinya dengan bantal.

Gadis bertahilalat di dagu itu menyengir, ia senang membuat Anetta kesal. Sepupu palsunya itu terlihat imut nan lucu saat bibirnya mencuat kecil, entah sedang mengumpat atau menggerutu.

"Sejujurnya sih, gue lebih suka lo, Net. Gue jadi bisa punya temen dan cepet akrab juga. Bisa nyenengin kedua orang tua kita juga, dan paling penting mah uang jajan ngalir terus." Diyara cengengesan setelah berkata panjang.

Anetta hanya menggeleng, ia kadang berpikir kemungkinannya tentang kenapa Anetta Fatiniantri menjauhi gadis di hadapannya ini. Selain harus menyiapkan stok sabar, pun harus menyiapkan tenaga untuk menabok gadis itu jikalau dia memang gila.

"By the way, lo manggil gue ke sini buat apa?" tanya Diyara mengingat tak ada tujuan pasti ia mendatangi kamar penuh buku itu.

"Lo pernah lihat Anetta nulis buku diary gak? Atau tau di mana dia nyimpen?"

Diyara ber-oh pelan, ternyata soal itu. "Gue gak pernah lihat sih, tapi kayaknya gue tau tempat dia nyimpen semua buku yang gak disimpan di kamar ini."

Alis Anetta tertaut, "Maksudnya dia ada tempat penyimpanan lain?"

Diyara menjentikkan jarinya. Tentu saja sepupunya itu memiliki banyak rahasia. Ia selalu memperhatikan sepupunya kala itu, sebelum akhirnya mendapat peringatan untuk tidak ikut campur urusan sepupunya itu. Diyara hanya bisa pasrah menurutinya, karena jika tidak, sang sepupu tidak akan pernah menganggapnya.

"Di mana?" Anetta tak sabaran, ia perlu mengetahui semua rahasia Anetta Fatiniantri.

"Loker belakang kelas. Lo pasti gak pernah buka loker itu kan selama ini?" ucap Diyara sekaligus menebak jika gadis yang menempati tubuh sepupunya itu tak pernah terlihat menaruh buku di loker kelas milik Anetta Fatiniantri.

"Hm, karena gue gak tau di mana kuncinya. Pernah kepikiran buat buka paksa, tapi gue gak mau buat anak kelas curiga. Jadi ... lo ada ide?" jelas Anetta yang kini menatap Diyara.

Gadis yang ditatap menyeringai senang, "Lo serahin aja ke gue. Semuanya dijamin beres!" katanya dengan bangga.

"Oke, tapi gue harus ikut andil."

Diyara berdecak, "Tenang aja sih, karena lo sepupu kesayangan gue. Jadi gak perlu khawatir."

Anetta mengangguk, ia percaya pada Diyara. Ia yakin secepat mungkin akan mengetahui siapa Diyara pada kehidupan sebelumnya. Tidak hanya Diyara, tetapi juga Pandu. Sebab pria itu patut dicurigai.

***



Diketik: 897 kata

Voment juseyo~

Semoga kuotamu unlimited😌

Transmigrasi : Anetta's Journey Where stories live. Discover now