• 18. Ternyata Sebenarnya .... •

54 4 0
                                    

Selamat pagi~

Maaf baru bisa update lagi😔🙏🏻

Semoga gak bosen nungguin cerita ini up ya🤗

Semoga gak bosen nungguin cerita ini up ya🤗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Diyara sedari tadi hanya diam. Ia bingung untuk sekedar menjawab pertanyaan Anetta. Ia merasa ini terlalu buru-buru untuk diketahui Anetta. Ia pikir Anetta sebenarnya tak perlu tau, sebab keluarganya pun tak mempermasalahkan tentang status gadis itu. Anetta tetap menjadi kesayangan keluarga Hermanio.

Bukan tanpa alasan, keluarga Hermanio mengangkat Anetta sebagai anak adalah karena mereka tidak mempunyai keturunan. Dalam ha ini Diyara tak termasuk, sebab gadis bertahilalat di dagu itu masuk ke silsilah keluarga ayahnya, yaitu keluarga Kenan.

"Lo gak tau?" ulang Anetta karena Diyara yang tak kunjung menjawab.

Diyara menggeleng, "Gue tau, cuma ya semuanya gak mempersalahkan itu, Net. Lo tetap anak mama dan papa, gak akan berubah meski darah lo beda."

"Kenapa kalian gak ngasih tau Anetta Fatiniantri tentang hal ini? Kalian gak pernah tau kan gimana sakitnya tau dari orang lain? Kalian pernah mikir gak sih?"

Anetta menatap Diyara tak percaya, bagaimana bisa seorang anak akan menerima begitu saja kenyataan pahit seperti itu? Bagaimana ia bisa merasakan kesenangan menjadi keluarga Hermanio dengan cuma-cuma? Tentu ia juga akan mempertanyakan keberadaan keluarganya, atau bahkan menanyakan alasan kenapa ia bisa berpisah dengan keluarganya?

"Lo harusnya gak mikirin segitunya, Net. Terus sekarang gue tanya, setelah lo tau hal ini, apa lo inget siapa keluarga lo?"

Anetta mengernyit, "Maksud lo?"

Diyara berdecak, lupa jika di depannya ini bukan sepupu sebenarnya, melainkan orang asing yang masuk ke dalam raga sepupunya itu.

"Netta ditemuin di rumah sakit waktu umur tujuh tahun, gue gak tau cerita detailnya, tapi mami bilang waktu itu Netta habis kecelakaan. Netta kehilangan ingatannya, entah gue gak tau gimana Netta bisa inget namanya. Tapi yang pasti Netta setelah dipastikan gak ada keluarga yang nyariin, Netta dibawa pulang. Dan lo tau gimana reaksi satu keluarga? Mereka bilang Netta cocok jadi penerus, ada hal yang berbeda yang mereka lihat dari Netta."

Anetta merapatkan rahangnya, ia tak tau jika keluarga ini memiliki kisah yang sedemikian rupa. Ia akui di satu sisi memang sebuah keberuntungan untuk keluarga Hermanio, tetapi bagaimana dengan pemilik tubuh ini? Apa ia merasa senang saat mengetahui fakta itu?

Anetta menggeleng, tentu tidak. Jarang sekali ada anak yang merasa bahagia setelah mengetahui dirinya adalah anak angkat. Belum lagi jika anak itu memikirkan segala kesalahannya yang dapat merusak nama keluarga tersebut. Bisa jadi memang pemilik tubuh ini menyesal karena mengetahui dirinya bukan asli dari keluarga Hermanio. Atau lebih mungkin lagi jika  ia merasa tak enak? Entahlah, Anetta tak tau pasti.

"Lo boleh milih, Net, antara tetap di keluarga kami atau balik ke keluarga lo kalo suatu saat mereka nyariin lo. Itu keputusan lo sebagai pemilik tubuh itu sekarang. Gue gak bakal nyalahin apa pun keputusan lo, karena lo berharga di hidup gue, Net." Diyara tersenyum penuh arti menatap Anetta di hadapannya.

Anetta mengembuskan napas perlahan, ia tak tau harus berbuat apa. Baginya Hermanio adalah keluarganya, tetapi apakah boleh ia mencari keberadaan keluarga aslinya?

"Makasih, Ra, lo udah nerima gue sebagai Netta sepupu lo. Itu udah lebih dari cukup, tapi gue pengen nemuin keluarga asli Netta. Mungkin hanya untuk sekedar tau? Karena jujur, gue gak tau kenapa Netta bilang kayak gini." Anetta menyerahkan kartu memori yang semalam telah ia buka kepada Diyara.

Alis gadis berambut pendek itu bertaut, menatap benda kecil yang kini berada di tangannya. "Ini apa?"

"Lo cuma perlu tonton video di dalamnya, karena bisa jadi lo memang gak tau kapan Netta merasa hidupnya begitu berat. Dan jangan kaget saat lo berada di akhir video, karena yah bagi gue itu benar-benar di luar dugaan."

Diyara hendak bertanya lagi, tetapi Anetta lebih dulu bangkit dari duduknya. Tanpa kata meninggalkan Diyara terdiam menatap kartu memori di tangannya.

"Sebenarnya gue tau gimana sakitnya sepupu gue, Net. Tapi untuk maju bilang 'gak apa-apa' aja gue gak bisa, tembok yang dibangun Netta terlalu tinggi," gumam Diyara yang kini melihat ke arah punggung Anetta yang menjauh.

***


Diketik : 631 kata

Diharapkan menekan bintang dan meluweskan jari untuk berkomentar yang baik dan sopan; Terima kasih.

.

Bagaimana chaper kali ini?

Transmigrasi : Anetta's Journey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang