• 22. Ingatan Tak Menyenangkan •

39 1 2
                                    

Yuhuuuu happy 3k viewers and 300+ votes🥳

Tengkyuh buat yang sudah mampir ke cerita ini🤩

Yuk ramaikan-!^^

Cek for typo yes🤗

Cek for typo yes🤗

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


***







Tak! Tak!

Anetta menoleh ke arah suara. Sebelum sadar mendapati dirinya tengah berada di mana, ia melangkah mendekati pintu yang terbuka lebar. Tanpa ada keraguan sedikitpun, gadis itu masuk ke ruangan temaram tersebut.

Begitu masuk, sebuah seruan menyambutnya. Namun, seruan itu bukan untuknya, melainkan untuk gadis yang terduduk tak berdaya di hadapan gadis lainnya.

Anetta bisa menduga bahwa gadis yang berdiri tegak itu adalah dirinya sendiri. Pun dengan gadis yang terduduk lesu itu adalah Bona. Anetta mengernyit, ia merasa tidak pernah mengalami kejadian seperti ini. Seperkian detik, netranya melebar, ia baru sadar siapa gerangan si gadis angkuh itu. Tidak lain adalah Anetta Fatiniantri.

"Lo!" Gadis berambut hitam legam itu menunjuk Bona dengan tongkat bisbol di tangannya. "Gue udah peringatin lo buat gak deket-deket sama Lio. Tapi lo masih berani deket sama Lio. Mau lo apa hah? Mau lo apa setelah gue ngalah kasih orang tua gue ke lo?!"

Anetta mengernyit bingung mendengarnya. Apa maksud kalimat Anetta Fatiniantri? Kenapa ia membawa-bawa orang tua dalam urusan perundungannya?

"Lo salah, Net." Baik Anetta Fatiniantri maupun Anetta Gerlyana menoleh ke arah Bona. Gadis sipit itu tersenyum, senyuman yang terkesan licik nan meremehkan.

"Lo seharusnya gak hidup di dunia ini. Peran lo selalu jadi antagonis palsu. Karena antagonis aslinya itu gue," ucap Bona membuat Anetta Fatiniantri menggenggam erat tongkat bisbol di tangan kirinya.

"Maksud lo apa?"

"Orang tua asli lo gak menginginkan kehadiran lo. Ah, bukan cuma mereka, tapi orang tua angkat lo juga cuma jadiin lo alat buat warisan kakek. Lo gak tau kan, warisan itu jatuh ke tangan mereka kalo mereka punya anak?" Bona terkekeh, masih dalam posisi duduknya.

"Lo memang harusnya gak usah hidup di dunia ini, karena gak ada yang peduli sama lo."

Duak

Anetta Gerlyana terbelalak manakala tongkat bisbol itu menghantam telak wajah Bona. Ia meringis melihatnya. Lantas beralih menatap Anetta Fatiniantri yang berdiri angkuh dengan tongkat teracung tinggi.

"Gue gak peduli lo ngomong apa. Tapi perlu lo tau, bahwa di kehidupan yang lo jalani bakal ada gue yang ngehancurin kebahagiaan lo. Karena apa? Karena lo adalah orang yang pantes dapet semua penderitaan itu."

Setelah mengatakan itu, Anetta membuang tongkat bisbol itu ke sembarang arah. Kemudian membelakangi Bona sembari berjalan meninggalkan gadis yang masih memegangi pipinya itu.

Namun, sayangnya situasi berbalik dengan cepat. Bona mengambil tongkat itu. Lantas bergerak mendekati Anetta Fatiniantri.

Anetta Gerlyana yang melihat itu hendak membantu, tetapi kakinya terpaku di tempat. Tanpa bisa dicegah, tongkat bisbol itu mendarat mulus pada kepala bagian belakang Anetta Fatiniantri.

Gadis cantik itu berbalik, ia memegangi kepala bagian belakangnya sambil menatap Bona. Begitu menarik tangannya, ia melihat begitu banyak darah di telapak tangan tersebut.

"Lo pantes mati." Bona kembali mengangkat tongkat itu, hendak melayangkannya pada Anetta Fatiniantri. Namun, seseorang dengan cepat menyeruak masuk di antara keduanya.

Duak!

Suara pukulan tongkat mengenai kulit itu menggema di langit-langit ruangan. Orang itu menggantikan Anetta Fatiniantri, membuat ia ambruk begitu saja sambil mendekap erat gadis itu.

Bona menatap tak percaya orang itu. Ia segera melempar tongkat tersebut, lantas berlari terseok-seok meninggalkan keduanya yang tergeletak di lantai gudang yang dingin itu.

Sementara itu, Anetta Gerlyana masih pada posisinya. Ia bergeming. Entah bagaimana ia harus mencerna kejadian yang baru ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.

"Maaf, aku terlambat lagi, Netta." Suara parau itu mengundang atensi Anetta Gerlyana.

"Sangat. Sangat terlambat, Lio," balas gadis dalam dekapan Liovando itu.

Suaranya yang tercekat membuat Anetta Gerlyana menatap sendu keduanya. Ia bahkan tak percaya melihat Liovando yang melindungi Anetta Fatiniantri. Ia hanya tau bahwa Liovando tidak pernah sedikitpun menaruh peduli padanya. Lantas apa yang ia lihat sekarang?

Tepukan pada pundaknya membuat Anetta Gerlyana menoleh. Seketika gudang belakang sekolah itu berubah menjadi lapangan rumput hijau yang melambai-lambai ditiup angin.

Sebuah cahaya biru berhamburan di udara, membuat Anetta tau bahwa ini pasti ulah Yers. Belum sempat ia menggumamkan nama peri mungil itu, Yers lebih dulu mendarat 5 cm di atas permukaan tanah, tepat berada di hadapan Anetta.

"Bagaimana? Apakah kau sudah mendapatkan sebuah petunjuk?"

***


.

Diketik : 655 kata

.

Diharapkan menekan vote dan berkomentar yang baik dan sopan. Terima kasih.

.

Komen next di sini untuk lanjut.










You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: 6 days ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Transmigrasi : Anetta's Journey Where stories live. Discover now