4

74 12 4
                                    

Sai yang pagi ini sedang menata alat lukis yang ingin dia bawa ia masukan ke dalam tas. Dengan kursi lipat tidak lupa ia bawa dia ingin melukis pemandangan di suatu tempat.

Matanya melihat tanganya yang terbalut kasa. Senyum tipis terukir saat mengingat siapa yang melakukanya. Dia berjalan menuju arah pintu dia hampir terkejut karena Hinata dengan tiba-tiba sudah berdiri di depanya. "Selamat pagi?!" Serunya dengan senyum manis. Semburan mentari pagi terlihat menyelimuti sang empu yang terlihat bersinar.

Sai menggelengkan kepala ringan karena pemikiran aneh datang di kepalanya. "Kenapa pagi-pagi kau ada disini?" Ucapnya tenang.

Sebuah pisau kecil mengcung di depanya. Namun senyum manis sang empu berikan. "Ini aku kembalikan pisau-mu yang tertinggal?" Ujarnya dengan tenang.

Pemuda itu mengambilnya dan dengan gerakan pelan dia melipat pisau itu. "Wah, ternyata bisa dilipat! Mengapa aku tidak tahu?" Celetuknya polos. Sai mengarahkan pandangan ke arah lain karena merasa gadis di depanya lucu.

Dia berjalan melewati Hinata begitu saja dengan membawa barang-barang yang ia butuhkan. Tentu saja sang gadis mengikuti langakahnya. "Kenapa kau membawa itu semua? Kau ingin melukis dimana?" Tanyanya. Masih dengan mengikuti sang empu.

Mereke berdua berjalan di hutan kecil yang tidak terlalu jauh dari kota. "Mengapa di hutan?! Bagaimana jika ada binatang buas..." Keluhnya dengan menyingikirkan ranting dan daun yang jatuh menempel padanya.

"Aku tidak menyuruhmu mengikutiku..." Jawabnya santai. Hinata tidak peduli dia memilih berjalan di samping pemuda itu. Sai membuka daun liar yang menghalangi pandangan.

Hinata berbinar menatap takjub pemandangan yang sangat indah. "Wah! Indahnya!" Kakinya berlari kecil kedepan. Dia memandang danau yang airnya jernih dan indah. Udara terasa sejuk. Gadis itu menoleh pada Sai yang sibuk menata kanfas dan alat lainya untuk melukis.

"Kau akan melukis ini?" Dia mengangguk Hinata tersenyum kecil. "Bagaimana jika kau melukisku?" Tawarnya dengan binar di matanya. Sai melirik sekilas dia tidak tahan dengan mata bulat yang terlihat imut sehingga dia mengalihkan pandangan pada kanfas di depanya.

"Terserah kau saja..." Putusnya tenang. Lantas gadis itu berdiri di depan dekat danau dengan senyum manisnya dengan tubuh menyamping. "Jangan terlalu jauh, di depanku saja." Ujarnya tenang.

Hinata patuh dia berjalan di depan pemuda itu hanya lima langkah tidak jauh. Pemuda itu lantas mengangkat tanganya. Menggores pensil di kain putih itu. Dengan teliti dia akan sesekali melirik pada gadis di depanya. Yang berdiri menyamping dengan surai indahnya yang halus, hidung mancungnya yang terlihat mungil. Goresan-goresan ia layangkan. "Kau tau Sai... Aku seperti pernah kesini sebelumnya. Nyatanya ini pertama kalinya bagiku." Ucapnya dengan suara lembut.

Sai menghentikan gerakanya dia memandang Hinata. Dan tanpa sadar Hinata terlihat seperti gadis di mimpinya. Dia menggenggam erat kuasnya, menghela nafas kecil entah mengapa dia sedikit gugup. "Mungkin di kehidupan sebelumnya kau pernah menjelajahi tempat. Dan kau terlahir kembali jadi kau merasa dejavu seakan kau pernah datang nyatanya ini pertama bagimu." Ujarnya dengan masih melukis sang empu.

"Jadi kau percaya kehidupan kedua?!" Celetuk Hinata dengan mengalihkan pandangan pada pemuda itu. Dia mengangguk saja menjawab pertanya Hinata.

"Lagipun kau tidak tahu ini kehidupan keberapa mu jadi ya begitulah." Ucapnya asal. Hinata hanya meringis pelan.

"Astaga! Jika benar aku pernah hidup sebelumnya lalu kau siapa? Kenapa kita bertemu?!" Serunya dengan raut bingung dan panik.

"Mungkin kita pernah bertemu sebelumnya entah jadi apa aku juga tidak tahu." Ujarnya tenang. Hinata berjalan menuju Sai dia melihat hasil karyanya yang ternyata sangat sempurna.

"Tidak salah jika aku memilihmu untuk melukis, ini sangat bagus, tidak! Ini sangat bagus!" Serunya sendiri. Dia terkikik sendiri membuat pemuda itu memandang Hinata. "Kenapa kau melihatku seperti itu?" Celetuknya.

"Kau aneh!" Ucapnya asal. Dia kembali fokus pada lukisanya. Dia sebisa mungkin menahan agar bibirnya tidak tertarik membentuk senyum.

"Dasar! Aku tahu di kehidupan sebelumnya kau pasti psikopat yang tergila-gila dengan kekasihmu!" Ucapnya asal. Pemuda itu mengedikan bahu ringan.

Melihat jawaban itu Hinata mendengus dia duduk di rumput. "Astaga, aku lupa jika dari tadi aku membawa tas berisi makanan." Gumanya sendiri. Dia membuka tas kecilnya yang berisi kue manis dan beberapa cemilan. Dia mengambil satu kue ukuran kecil dan memakanya.

"Hei, kau mau? Aku membawa kue ini buatan sendiri..." Melirik sekilas, dia menghentikan kegiatanya dan berjalan mendekat pada Hinata, dia dengan pelan menarik tangan sang gadis menggigit kue itu tepat di bagian gigitan sang Hinata.

Hinata terdiam karena ulah Sai yang mana dari awal menyentuh tanganya hingga memakan bekas gigitanya. "Ini enak..." Ujarnya santai. Dia kembali memakan kue yang masih di pegang Hinata hingga tersisa sedikit.

"Aku menghabiskanya?" Celetuknya.

"K-kenapa kau makan miliku?!" Serunya gugup. Dia memandang gadis itu polos.

"Tanganku kotor dan kau menyodorkanya, aku hanya menerimanya." Ucapnya ringan.

Melihat Sai yang santai kembali tempatnya membuatnya tersadar. Dia berdiri dari duduknya. "Hei, ini masih tersisa bekas gigitanmu..." Hinata menyodorkan tanganya.

Sai menerima suapan itu, sekali suapan terlahap habis. "Terimaksih- Hinata." Ucapnya tenang.

"Apa kau bisa melukis bunga mawar, yang terlihat indah namun terkesan di dalamnya ada cinta." Mendengar itu Sai terlihat berfikir sebentar. Namun dia memilih membersihkan barang-barangnya agar rapi karena dia sudah selesai.

"Apa itu untuk kekasihmu?" Cetusnya tiba-tiba. Hinata yang dari tadi mengamati kegiatan itu segera menggeleng. "Lalu?" Tanyanya lagi.

"Kakak-ku dia meminta mencarikan lukisan seperti itu juga mencari pelukis yang bisa melukis untuk ayah dan ibuku." Jelasnya terus terang.

"Baiklah, tapi bayarnya harus tambah sedikit jika mau-" mendengar itu Hinata hampir terpekik senang. Dia mengepalkan kedua tanganya menahan seruan yang akan keluar dari bibirnya.

Mereka akhirnya pulang dengan melewati hutan dengan pohon-pohon tinggi yang terlihat sunyi namun teduh. Gadis itu berjalan di depanya dengan memegang tas kecilnya berisi kue makananya.

"Apa kau sering kemari?!" Celetuknya dengan menoleh pada pemuda di belakangnya.

"Tidak juga, aku kemari jika aku merasa ingin datang saja." Ujarnya. Hinata sedikit manyun mendengar itu dia hanya mendengus saja.

Netranya melihat bunga kecil liar berwarna merah dan ungu membuatnya berbinar. Memetik dua bunga dia mendekati Sai yang terus berjalan. "Lihat apa yang kudapat.... Tara!" Memperlihatkan bunga itu pada Sai yang terlihat tenang. Hinata mendengus.

Dia berjalan di depan Sai membuat langkah pemuda itu terhenti. Hinata mengangkat satu tangan kirinya yang memegang bunga berwarna merah. Dia menyelipkan bunga itu di telinga pemuda itu yang terdiam lurus memandangnya. "Bagus, kau yang warna merah dan aku yang ungu." Cetusnya dengan menyelipkan bunga di telinganya sendiri.

Dia berjalan kembali meninggalkan Sai yang sedari tadi masih diam. Dia tidak tahu perasaan apa ini karena dia merasa senang. "Sai ayo cepat?!" Seru Hinata.

Dia merasa Hinata terlihat bersinar di depanya, yang terlihat sesekali menoleh padanya. Semburan mentari dari balik celah daun-daun membuatnya terlihat indah. Jantungnya berdegub entah karena apa. Tapi dia merasa Hinata adalah hal terindah di matanya.

Bagai kelopak bunga mawar yang mekar menghantarkan semerbak aroma, memikat dan membuatnya jatuh cinta. Hanya karena sentuhan lembutnya dan senyum manisnya. Mata teduhnya yang berkilau menghantarkan perasaan hangat dalam hatinya.



I Found YouWhere stories live. Discover now