11

68 12 9
                                    


Memasuki rumah Sai, Hinata ingin membukanya. Lebih dulu Sai dengan sigap membukakan pintu untuknya. Hinata melepas sepatunya dan meletakkan di rak sepatu dekat pintu. "Pakai Ini? Aku membelikan untukmu." Mengikuti arah pandangan telunjuknya Hinata hanya tersenyum simpul.

"Kau membelikan sandal kelinci untuku...?" Sai mengangguk menjawabnya. Lantas gadis itu mengambilnya dan memakainya. "Kenapa kau memberikan kelinci, seperti lukisan juga." Bertanya heran dengan nada canggung.

"Karena kau cantik dan menggemaskan." Mengatupkan bibir seakan menahan bibirnya akan berkedut untuk tersenyum dia berjalan lebih dulu memasuki rumah, diikuti Sai yang tersenyum simpul karena melihat Hinata yang malu-malu.

Sai membawa tas ukuran sedang yang di dalamnya berisi baju-baju sang gadis. " Biar aku yang meletakkan bajuku?!" Merebut paksa tasnya, dia berjalan menuju kamar sebelah. Namun tarikan lembut di lenganya membuatnya terkesiap saat Sai dengan pelan merapatkan tubuh mereka.

"Jangan disana? Tapi di kamarku saja..." Bisiknya lembut tepat di telinga sang gadis.

Hinata menoleh ke arah pintu kamar Sai, dia sedikit menundukkan pandangan saat pemuda itu dengan lembut mendorongnya dari depan memasuki kamarnya. " Kau yakin?"

"Tentu saja apapun yang kumiliki mulai sekarang adalah milikmu." Dia tersenyum mendengarnya. "Aku bantu membereskan baju-bajumu. Jika kau malu dengan baju lainmu, kau boleh meletakkan di laci kosong itu." Dengan berbisik dia bicara seakan menggoda. Hinata sedikit malu dia mencibir kecil.

Hinata memasangkan henger di bajunya, dia sudah meletakkan dalameman miliknya di sebuah tas kecil lantas meletakkan di laci kosong. "Dimana kau akan meletakkan baju-bajuku?" Bertanya setelah selesai dengan tugasnya.

Sai yang berada di depan lemari dengan pelan membuka pintu lemari, berjalan menuju sigadis, mengambil hanger-hanger yang di pegang kekasihnya. Dengan santai meletakkan di samping baju-baju miliknya. " Sai...?" Panggilnya pelan.

"Tak apa..." Hinata hanya tersenyum mendengarnya. Setelah semua selesai dia menutup pintu lemarinya. Memandang sang gadis dengan pandangan dalam namun intens dan teduh membuat Hinata salah tingkah.

Tangan putih itu menarik pinggang Hinata, membenturkan pelan tubuhnya pada lemari di belakangnya. Hinata terdiam saat Sai menyusuri pipinya mencium lembut namun dalam pipi chubbynya. "Kau, kenapa kau gugup." Suaranya mengalun lembut dan tenang di telinganya

Hinata mendongak menatap mata arang itu yang terlihat polos,namun penuh damba. Mata arang itu menatap tenang, kepalanya sedikit miring, saat memandang wajah Hinata yang terlihat malu. Membiarkan tangan putih Sai menyusuri dahinya turun di pipinya. Hingga dia merasakan sentuhan di telinganya yang mengusapnya pelan. Hinata sedikit geli sehingga dia bergerak pelan karena usapan itu. "Aku selalu bertanya-tanya seperti apa kau di lahirkan..." nadanya begitu dalam namun lembut.

"Kenapa begitu..." Jawab Hinata pelan, Sai mendekatkan wajahnya, tersenyum simpul memandang wajah cantik itu yang terlihat ingin tahu.

"Karena kau terlihat sangat cantik." Hinata hanya mampu menahan senyum, hingga dia merasakan dahinya saling membentur lembut dengan Dahi Sai. Tangan itu masih bertengger manis di pipinya mengelusnya lembut. Sedikit menundukkan mata dia merasakan sentuhan di bibirnya beberapa detik hingga Sai dengan lembut menggesekkan hidung mereka dengan manis.

....

Malam terasa tenang. Di dalam kamar dengan warna hitam, mix abu-abu.

Hinata yang berada di dalamnya, hanya terduduk di kasur dengan membaca novel online, sesekali bibirnya akan tertawa kecil saat membaca bagian lucu.

dia merasa bosan. Tubuhnya dengan pelan beranjak menuju balkon. Menjulurkan tanganya ke atas, memindai bulan yang terlihat indah karena begitu terang. Memindai dengan gerakan lembut dan tenang, hingga sebuah tangan lain terjulur menyentuh tanganya mengikuti gerakan memindainya. Senyum manis terbit di bibirnya saat merasakan ciuman lembut di pipinya. "Kau sudah selesai melukis?" Dengan lembut dia bertanya.

"Sudah..." Ujarnya tenang. " Bulan yang cantik!" Mengikuti arah pandangan sang gadis.

"Hmm... Benar sangat cantik." Sai dengan pelan menurunkan tangan Hinata, menyatukan di depan lantas mendekapnya dengan lembut, tubuhnya bergerak pelan saat menikmati kebersamaan mereka berdua. Hinata menyadarkan tubuhnya juga kepalanya di dada bidangnya. Menikmati gerakan alunan lembut dengan desiran angin yang dingin namun mampu menciptakan kehangatan.

"Bulan itu sepertimu sangat cantik!" Tukasnya dengan senyum lembut, Hinata tertawa kecil merasa geli namun juga senang.

"Aku merasa senang... Kupikir aku hanya merasa mimpi terus menerus, karena saat tertidur yang terlihat adalah dirimu." Dengan lembut Sai bercerita Hinata mendongak yang lantas mendapatkan kecupan manis di dahinya.

"Jadi mimpi dalam lukisan itu adalah aku?" Kembali pandanganya ke depan. Dia merasakan dekapan di belakang tubuhnya semakin erat.

"Mungkin aneh, tapi kemarin malam aku melihatnya jelas jika itu adalah kau. Aku menemukanmu kau adalah takdir tuhan untukku." Ujarnya dengan nada lembut namun tenang.

Hinata membalik tubuhnya menghadap Sai. Dia dengan lembut meraih wajah Sai, kasih sayangnya ia curahkan dalam ciuman hangat yang di balas dengan lembut olehnya. Saling merasakan dalam ciuman yang di penuhi dengan perasaan membuncah namun hangat.

Ciuman lembut itu terlepas menyatukan dahi dengan senyum hangat terpatri pada bibir mereka. "Apa yang kau lukis...?" Tanyanya lembut.

"Kau..."

Hinata tersenyum mendengarnya, dengan pelan dia mengusekan hidungnya pada hidung Sai dengan lembut. "Dimana kau melukisnya?" Bertanya, wajah yang berjarak dekat masih sama.

Sai tertawa kecil mendengarnya dengan gemas menduselkan bibirnya pada pipi Hinata dengan memberikan kecupan-kecupan pelan. "Jika kau bertanya dimana aku melukismu maka akan ku jawab, aku melukismu dalam setiap pikiranku dalam hatiku." Menjawab tenang dengan nada lembut di depan wajah sang gadis.

"Lalu...?"

"Lalu aku menyimpanya untuk diriku sendiri." Jawabnya masih dengan nada yang sama.

Dia menjauhkan wajahnya membelai wajah cantik itu dengan tenang. "Mau berdansa?"

Hinata menatap haru dia sedikit tertawa kecil mendengarnya. "Diamana musiknya?"

"Tidak perlu musik, kau hanya perlu rasakan deruan angin lembut yang menyentuhmu detak jantung kita."

Dia mengangguk membalasnya. Dengan pelan mereka menautkan jari-jari satu tangan Hinata ia letakkan di dada Sai. Sai dengan lembut meraih pinggang sang empu. Gerakan pelan ia derukan seperti ombak lembut yang mengayun air menuju daratan. Angin lembut mengenai surai mereka berderak pelan seperti daun yang menyentuhnya.

Putaran lembut seperti angin pada tubuhnya dengan senyum manis di bibir cantiknya.

Malam yang tenang dan cantik di temani bintang-bintang yang memandang kedua pasangan yang saling menari lembut namun penuh perasaan.

Jika memang di kehidupan sebelumnya aku menjadi jahat karena cintaku begitu besar. Aku bersyukur karena yang kucintai adalah kau Hinata. Namun jika takdir tidak menyatukan kita di kehidupan sebelumnya maka kehidupan ini aku akan melawan takdir tuhan. Aku adalah penjahat yang begitu mencintaimu. Aku jahat karena menginginkan dirimu hanya untukku.

Senyum pemuda itu terpatri indah di bibirnya, begitu tulus, saat memandang wajah cantik Hinata, tubuhnya yang bergerak pelan saat berdansa, terlihat indah. Dia merasa senang, melihat senyum itu karenanya, hidupnya begitu penuh warna. Inilah warna yang sebenarnya.

Meski kau melihat banyak warna di dunia, namun hatimu masih merasa abu-abu itu bukan warna itu adalah kekosongan. Kini rasa kosong itu sudah di penuhi warna dengan lembut dan indah.

Saat tubuh Hinata berputar pelan Sai meraih pinggangnya, melingkarkan lenganya disana. dia menangkup wajah Hinata, dengan pelan dia meraih tengkuknya, mendekatkan wajahnya, menyatukan kedua bibir yang saling menginginkan dengan lembut lumatan- lumatan itu ia rasakan begitu manis dan candu membuatnya tidak bisa menghentikanya.












***

Aku menulis pair ini karena aku suka, jadi so aku hanya menulis karena aku suka.

I Found YouWhere stories live. Discover now