5

72 11 7
                                    


Pemuda yang berada di ruangan lukisnya kini sedang meletakkan kanfas kosong di depanya, dia duduk terdiam memikirkan mawar seperti apa yang diinginkan gadis itu. Matanya melirik pada lukisan yang telah ia lukis pagi itu. Dia menutup dengan kain hitam. Dengan lembut dia menarik kain itu hingga terjatuh di lantai. Memandang lekat wajah yang tersenyum meski dari samping.

Tanpa sadar bibirnya tersenyum kecil. Dia mulai menggores di kain warna putih kosong itu. Karena sekarang bayangan itu ada pada Hinata yang tersenyum manis dan terlihat indah. Hingga tanpa sadar dia melukis tanpa beban semuanya terasa mudah sangat mudah.

Hingga dering di ponselnya membuatnya mengernyit. Nomor tidak di kenal membuat berfikir dia teringat pada Hinata yang meminta nomor ponselnya.

"Pinjam ponselmu?" Sai tidak paham namun dia segera memberikan pada sang gadis. Hinata terkikik kecil karena Sai terlihat polos sungguh lucu baginya. Dia mulai mengetik sesuatu di ponsel miliknya sendiri. "Aku mengambil nomormu, jika aku menghubungimu kau harus segera mengangkatnya paham!"

Sai hanya menghela nafas dan mengangguk paham.

Saat dia mengangkat telepon itu. Dia menjauhkan dari telinganya karena suara disana sangat berisik. "Hallo?"

"Apa kau kekasih Hinata? Dia mabuk cepat datang disini..."

Sebelum menjawab penelpon ini sudah lebih dulu mematikanya. Dia berbicara sangat cepat membuatnya tidak bisa menjawab. Dia segera menuju rumah utama untuk mengganti pakaian. Hanya menggenakan kemeja blue dengan kaos putih dan celana jeans dan snekers dia lantas menuju mobilnya. Menjalankan membelah jalan menuju alamat yang di minta.

Sesampainya dia disana, dia merasa kikuk karena ini pertama kalinya dia bertemu orang-orang yang tidak di kenalnya. Dia memasuki kafe tapi seperti bar yang penuh anak muda.

Dia mengedarkan pandangan hingga dia melihat Hinata yang terkikik sendiri. Dia mendekat membuat yang disana terdiam memandang Sai. Hinata tersenyum melihat pemuda itu dia berdiri dan memegang lenganya. "Lihat ini dia kekasihku?! Aku bilang aku punya kekasih paham!" Serunya.

Sai tidak paham dia memandang gadis itu untuk menjelaskan. Namun rangkulan di lenganya begitu erat membuatnya tidak diam saja.

"Kau bilang kekasihmu tidak suka berkumpul tapi demi kau dia melakukanya!" Seru orang disana. Hinata tersenyum canggung.

"Tentu saja!"

Sai sekarang paham dia dibohongi oleh Hinata membuatnya berjalan keluar begitu saja, gadis itu tentu saja terkejut dia meminta izin untuk keluar sebentar untuk mengejar Sai.

Hinata menarik tangan pemuda itu agar berhenti. Namun Sai menyentaknya ah! Hinata merasa bersalah. "Tunggu?! Apa kau marah?" Tanyanya dengan cepat.

"Kupikir ada apa ternyata hanya itu..." Cetusnya cuek.

"Maaf, jangan marah... Dengar didalam sana ada temanku, ah tidak bukan teman tapi dia sangat menyebalkan karena dia terus bilang aku tidak punya pacar j-jadi aku membawa namamu saja." Ucapnya dengan pelan di akhir kalimat.

Dia berdecak kesal terlihat dari wajahnya yang terlihat dingin. Membuat Hinata bingung. " Kau marah?" Dengan suara pelan dia bertanya.

"Aku kesal!" Namun wajahnya masih sama meski dia mengatakan kesal.

"Jangan kesal! Kau masih mau melukis untukku kan?" Dengusan terdengar dari pemuda itu.

"Aku sedang melukis mawar yang kau minta itu, dan kau menelepon. Kau mabuk... Kupikir terjadi sesuatu denganmu." Ujarnya tenang.

Hinata terdiam mencerna ucapan Sai dia tiba-tiba terkikik kecil lantas menusuk lengan pemuda itu dengan jarinya. " Ah, kau khawatir denganku?"

"Karena kau baik-baik saja aku pulang saja. " ujarnya. Hinata mencekalnya dia menarik tangan pemuda itu untuk masuk kedalam.

"Hai, teman-teman maaf aku harus pergi, reuni kali ini aku tidak bisa lama karena aku harus menemani pacarku, dah!" Setelah mengucapkan itu dia menarik keluar.

"Kau mau menemaniku ke suatu tempat?" Celetuk Hinata.

"T-tapi aku harus melukis...." Hinata segera menarik tangan itu lagi.

Disinilah mereka di bioskop Sai tidak pernah kemari ini sangat tidak nyaman karena harus berdesakan namun dia merasa senang karena ada Hinata denganya. Setelah membeli tiket dan popcron mereka masuk duduk tenang di kursi. "Ini film romantis, aku ingin menonton." Cetus sang gadis.

Hinata yang duduk dengan tenang hanya mampu fokus pada layar di depanya. Sai hanya dapat ikut menikmati acara itu, ini cukup menyenangkan. Tawa akan terdengar dari gadis itu jika ada momen lucu atau momen sweet membuatnya terpekik senang. Atau menangis karena adegan sedih.

Hingga sesi menonton selesai. Hinata masih menangis sesegukan saat keluar dari sana. "K-kenapa kisah mereka harus sad ending." Tangisnya sesegukan.

"Bukankah judulnya devastating love yang artinya cinta yang menghancurkan." Celetuknya ringan.

"Kupikir kisah romantis happy-ending ternyata sad-ending, ini rekomen dari Tenten dasar si Tenten!" Gerutunya kesal. "Mana ada adegan 17+ aku tidak menyadarinya." Lanjutnya, dengan pipi merah karena malu.

"Hm, lain kali kau harus teliti lagi." Sai sedikit menunduk dia mengusap pipi gadis itu lembut. Menghapus sisa air mata di pipi chubbynya. "Sudah jangan menangis." Ucapnya lembut. Gadis itu terpaku dia sedikit gugup menjauh dari pemuda itu.

"A-aku lapar..." Ucapnya dengan suara pelan.

Sai membawa di kafe milik temanya kafe- ICIRAKU gadis itu yang berjalan di depan Sai, dengan pelan pemuda itu mendorong dari belakang Hinata, Hinata hanya santai saja masuk.

"Kau mau makan disini atau kau bawa pulang." Ucap Sai. Hinata berfikir dia mengetuk dagunya sebentar.

"Disini saja." Patuh, Sai memesan makanan dan Hinata beranjak duduk di meja dekat jendela. Tak lama Sai datang dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman.

"Kenapa kau yang membawanya?" Tanya Hinata heran.

"Tak apa, ini makanlah..." Hinata mengambil burger dan es moca dia makan dengan lahap. Sai yang hanya memesan mie kuah dan air putih. "Pelan-pelan apa kau sangat lapar?"

Hinata yang mendengar itu sedikit kikuk, dia makan dengan pelan. Sai mengambil ponsel dia mencari nomor Hinata dan memberikan nama kelinci.

"Hinata?"

"Iya, ada apa?"

Melihat pipi yang terlihat penuh oleh makanan. Membuatnya tersenyum kecil dia mendekatkan mangkok di depan sang gadis. "Kau mau coba?" Tawarnya tenang dan lembut.

Hinata mengerjapkan mata, dia memandang Sai lalu pada mangkok. "Bolehkah?!" Sai mengangguk menjawab.

Hinata memegang sumpit dan mulai menyumpit sedikit mie didalamnya. "Kuahnya juga boleh..." Hinata mengangguk mengambil sendok dan menyuapi kuah itu.

Namun dia tiba-tiba tersadar. "Tunggu? Sumpit dan sendoknya hanya satu, lalu kau?"

"Aku akan menggunakan itu juga." Ucapnya tenang. Gadis itu sedikit malu dia meletakkan kembali sumpit dan sendoknya di meja.

"T-tapi..." Ucapanya terhenti saat Sai langsung menyendok kuah dengan santai. Bahkan makan dengan sumpit bekasnya. Hinata menunduk malu dia makan burgernya dengan menahan senyum malunya.

"Lukisanya sudah jadi, mau ku antar atau kau yang ambil."

"Umnh, secepat itu?!" Dia mengangguk menjawab pertanya-anya.

"Kau bisa mengantarkan di kantor HN crop- disana kakak ku juga ingin bertemu denganmu." Sai menggangguk paham. Dia lantas melanjutkan sesi makanya yang tertunda.

Mereka terlihat mengobrol dengan santai dan terlihat sudah saling nyaman. Ini menyenangkan baginya, Hinata yang biasanya tertutup namun juga pemalu. Dan Sai yang juga pendiam namun terlihat polos dan lembut. Perpaduan yang aneh namun nyantanya mereka terlihat nyaman. Hinata yang terkadang malu jika di tatap terlalu lama dia akan mengedarkan pandangan ke arah lain.

Kisah yang baru akan terukir oleh dua insan yang sudah merasa nyaman satu sama lain.

I Found YouWhere stories live. Discover now