6

67 12 4
                                    


Mobil sederhana itu terparkir. Pemiliknya keluar dari dalamnya. Dengan membawa sebuah lukisan dia berjalan menapaki aspal menuju bangunan gedung tinggi itu. Dia sedikit berdecak kagum. "Permisi saya ingin menemui Pemilik... " Ucapanya terhenti pada wanita karyawan itu.

Dia nampak terdiam dengan pandangan kagum pada gadis yang berjalan bersisian dengan seorang pria tinggi di sampingnya. Dia sedikit menekuk bibir karena merasa tidak suka. "Sai...?! "Seru sang gadis yang sedikit berlari ke arahnya. "Akhirnya kau kemari tepat waktu." Senyumnya seperti biasanya teduh.

Laki-laki yang bersamanya itu heran melihat adiknya begitu akrab dengan pria lain selain dirinya. "Kak, ini Sai pelukis yang aku bicarakan waktu itu." Ujarnya semangat.

Neji mengangguk paham. Dia menilai dari atas kebawah penampilan pemuda di depanya." Ayo kita keruanganku saja." Putusnya.

Di dalam ruangan pribadi milik Neji yang berada di lantai 5 dia masih duduk tenang. Memandang kedua insan yang masih bercakap-cakap ria. " Ini pesananmu?" Dia menyerahkan lukisan yang terbungkus koran.

Hinata menerimanya dia memberikan pada Neji yang lantas di terimanya. Pemuda itu membukanya dan menatap takjub bunga mawar yang dia pinta sangat indah. "Wah, kau hebat juga dalam melukis. Tidak salah adik-ku memilihmu." Cetusnya dengan senyum kecil.

Hinata tersenyum mendengar itu. "Jadi kau akan melukis untuk kedua orang tuaku juga?" Celetuk Hinata.

"Hm, setelah kupikir-kupikir aku menerimanya." Ujarnya tenang. Hinata tersenyum cerah dia merasa senang.

"Aku akan mengirim bayaran untuk lukisanmu ini. Dan untuk urusan lukisan orang tuaku , Hinata akan membawamu kerumah." Hinata mengangguk setuju.

Mereka berdua keluar dari gedung HN dengan menggunakan mobil Sai gadis itu memintanya untuk mengantarnya. "Temani aku ke toko dulu untuk melihat keadaan disana, lalu kita akan ke taman."

Sepanjang perjalanan mereke terdiam namun nyaman. "Apa itu toko milikmu?" Celetuk Sai.

"Ah, ya benar, sebanarnya itu milik ibuku tapi karena aku suka memasak aku juga ikut andil menjaganya. " Ceritanya tenang.

"Jadi sekarang kau pemilik toko itu? Tapi kau malah pergi ke sana kemari." Cetusnya ringan. Hinata menepuk pundak pemuda itu ringan.

"Aku pemiliknya terserahku." Ucapnya dengan bersedikap tangan di dada. Sai tersenyum kecil tanganya terangkat mengusap pucuk kepala Hinata lembut. Hinata melirik sekilas dia mengalihkan pandangan pada luar jendela.

Sampai di toko Tenten dan Hanabi sedang di duduk di ruang admnistrasi. "Hai, kak tumben kau kemari? Dan siapa dia pacarmu?!" Serunya dengan menggoda. Hinata menepuk kepala adiknya pelan.

"Diam, apa semua berjalan baik."

"Tentu saja, tenang saja kita menjaga dengan baik nanti bonus-ku tambah kak, aku kan harus membeli skincare." Cetusnya ringan dengan senyum polosnya.

"Hah! Bukankah kau sudah memeras kakak pertamamu?" Hanabi manyun mendengarnya. "Kau mau makan sesuatu?" Tanya Hinata pada Sai.

"Tidak, aku tidak lapar..."

"Kalau begitu tunggu sebentar aku kedapur dulu." Celetuknya. Dia berjalan menuju dapur.

"Apa kau pacar kak Hinata?" Tanya Hanabi hati-hati. Sai menggeleng ringan. "Lalu kau apa?"

"A-aku pelukis yang diminta untuk melukis kedua orang tua kalian." Tukasnya tenang. Dia tersenyum kecil melihat Hanabi yang memperhatikanya penampilanya.

"Ah, begitu aku paham." Hanabi tersenyum ramah. "Jika kau suka padanya kau harus lembut padanya dia suka pria lembut." Tukas Hanabi dengan bisikan.

"Lagipun kau lumayan... Hahaha..." Hanabi sepertinya gila dia mendapat pukulan dikepalanya dari Tenten yang hanya mendengarkan saja.

"Biarkan saja. Dia sedikit gila." Ucap Tenten ringan. Sai hanya tersenyum maklum.

Tak lama Hinata kembali dengan membawa tas kecil yang Sai prediksi itu adalah makanan. "Ayo kita pergi." Tukasnya dengan menarik tangan pemuda itu.

"Cinta yang aneh!" Celetuk Hanabi.

....

Hinata membawa dia ketaman yang penuh anak-anak muda. "Aku cukup bosan, jadi kau temani aku disini." Ujarnya.

Gadis itu menggelar kain warna ungu di rumput hijau, lalu meletakkan tasnya. Mengeluarkan isinya yang hanya kue-kue manis dan air dingin.

"Kenapa hanya kue-" tukas Sai ringan. "Jika kau mau aku akan membelikan makanan lain?" Tawarnya. Hinata mengibaskan tangan tidak mau, pemuda itu hanya mengehela nafas saja.

"Eh lihat?! Gelembung!" Tunjuknya pada gelembung yang terbuat dari sabun. Hinata berdiri dia ikut bermain dengan bocah-bocah kecil disana.

"Kakak boleh pinjam?" Ucap Hinata pada salah satunya.

"Ini pakai punyaku saja." Bocah perempuan itu tersenyum dan memberikan mainannya pada Hinata.

"Terimakasih cantik! Aku akan membuatkanmu balon besar!" Hinata menyentuh tongkat itu dan memasukkan kedalam air yang tercampur sabun.

Saat air itu membentuk sebuah gelembung yang sekali hempasan. Tawa terdengar merdu dari bibirnya yang manis. Hinata bermain asik dengan anak-anak disana. Tidak sadar jika ada mata arang yang terus menatapnya tanpa berkedip karena gelembung itu sekilas ada di pikiranya namun tidak jelas. Namun dia mengenyahkanya.

"Aku akan membantu!" Serunya dia beranjak dari duduknya mendekati mereka dan ikut bermain.

Sai mengambil tongkat itu dari Hinata yang membuat gadis itu bingung karea Sai langsung membuat gelembung secara beruntun dan banyak. "Ah Sai...!!" Tawa terdengar dari bibir Sai saat melihat wajah manis Hinata yang cemberut.

Hinata hanya mendengus dia menyentuh gelembung itu yang tepat di wajahnya dan pyar! Pecah Namun pandangan Hinata kini terpaku pada Sai yang tersenyum padanya.

"Kau suka?"

"Suka apa?" Tanyanya pada Sai.

"Tentu saja gelembungnya..." Cetusnya ringan. Hinata hanya mendengus sekilas, dia ingin mengambil tongkat itu dari Sai namun Sai dengan usil mengangkatnya ke atas. "Kau ingin ini, ambilah!"

"Berikan?!"

Hinata mencoba melompat karena tinggi membuatnya kesal dia menarik kaos yang dipakai Sai, terlilahat pemuda itu terkejut karena dengan gerakan lembut namun gesit Hinata menyentuh tangan Sai. "Kena!!"

Jantung pemuda itu berdebar karena wajah Hinata begitu dekat, harum lembut dari parfum sang gadis membuatnya candu. Saat ingin menjauhkan tubuhnya Hinata menarik kuat membuat mereka berdua teediam karena tanpa sengaja bibir Hinata menempel pada pipi Sai.

Hinata menjauh dengan segera dia sedikit malu. Namun Sai menahan senyum karena melihat wajah Hinata terlihat bersemu. "Ah sudahlah aku lapar!" Dia berjalan menuju karpet yang sudah ia gelar. Memakan kue kecil-kecil itu.

Pemuda itu ikut duduk disana dia melirik Hinata dari sudut matanya melihat tingkah gadis itu yang terlihat salah tingkah. "Kenapa kau sangat gugup. Itu hanya kecupan pipi." Cetusnya santai.

"T-tidak." Kilhanya dengan menahan malu dia menggigit kue di tanganya dengan gemas. Percayalah Sai sangat senang melihat itu tingkah Hinata sangat lucu saat malu.

Suasana saat itu sangat hangat dan dengan rasa senang di hati mereka berdua, Sai masih memandang Hinata intens dia merasa lucu saat pipi itu merah.

"Berhentilah melihatku?!" Seruan Hinata hanya di anggap angin lalu, Hinata sangat malu dia menutup wajahnya dengan telapak tanganya. "Aaa... Jangan melihatku!"

Sai tertawa seketika dia menarik tangan Hinata dari wajah gadis itu." Tunggu, mengapa kau menutupnya..." Hinata masih kekeh menahan tanganya agar tidak bisa di buka.
Namun dengan kuat Sai berhasil.

"-Kau malu, padahal aku sangat suka dengan pipimu itu." Ucapnya lembut.

Pandangan mereka terkunci satu sama lain karena meresapi perasaan disana. " Aku menyukainya." Ucapnya lagi.

"Lepas! Kau hanya menyukai pipiku, Kak Neji juga sering begitu!" Hinata memakan kuenya lagi. Dia menahan diri agar tidak salah tingkah.







I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang