7

69 14 24
                                    

Hari ke empat adalah hari tepat waktu untuk melukis. Sai yang sudah duduk di rumah besar milik Hyuga itu seketika gugup apalagi dengan tatapan ayahnya yang tajam. "Jadi kau yang akan melukis?"

"Benar tuan." Ucapnya sopan. Hinata yang duduk di samping Sai hanya tersenyum canggung.

"Ah, begitu baiklah tunggu istriku dia sedang membuat minum." Tukasnya. "Santai saja jangan kaku begitu." Hiashi tertawa kecil karena melihat wajah gugup pemuda itu.

Sai melemaskan tubuhnya ternyata ayah Hinata tidak seperti yang ia bayangkan tadi dia cukup ramah." Baik, maaf jika merasa tidak nyaman."

"Tidak masalah tenang saja. Apa kau hanya teman saja? Bukan yang lain?" Ujarnya tenang.

"Ayah...." Protes Hinata dengan wajah bibir manyun.

"Kenapa? Umurmu sudah 22 tahun apa salahnya jika punya pacar?" Hinata mencebik kecil. Sai merasa hatinya tenang sekarang jadi Hinata benar belum punya pacar.

"Maaf ya lama ini silahkan diminum dulu..." Hikari yang lembut dan ramah datang dengan senyum keibuanya. Setelah cukup lama mengobrol mereka segera melakukan proses melukis.

Hiashi yang duduk di sofa dengan Hikari kini tersenyum ke arah depan. "Saya akan selesaikan dengan cepat." Tukas Sai dengan lembut.

"Kami paham. Lakukanlah." Ucap ibu Hinata kalem.

Sai mulai melukis setiap inci wajah dan tubuh mereka butuh waktu yang cukup lama tapi baginya yang sudah cukup ahli dia mencoba secepatnya tapi dengan hasil memuaskan.

Hiashi dan Hikari merasa jika mereka berdua memiliki perasaan namun urusan anak muda tidak bisa mereka ganggu biarkan mereka yang memilih takdirnya. Hingga akhirnya setengah jam dia berhasil membuatnya. "Akhirnya selesai, apa anda lelah maaf jika lama." Ucap Sai canggung.

Ibu dari tiga anak itu tertawa kecil. "Tidak masalah kami paham." Hikari terkagum dengan hasilnya."wah! Pantas Hinata menyukaimu ini sangat indah kau sangat hebat!" Pujinya dengan melirik putrinya yang terlihat malu.

"Terimakasih nyonya..."

"Ah, panggil aku ibu saja. Kau sangat manis pantas dia..."

"Ibu... Lihat ayah sudah pergi kedalam kamar. " Potong sang gadis cepat. Hikari hanya terkikik kecil.

"Maaf ya kami tinggal dulu kau ditemani Hinata kali ini." Hikari berjalan menuju lantai atas.

"Maaf, ibuku memang seperti itu. Dan ayahku yang pergi tanpa izin dulu." Ujarnya malu.

"Tidak ayahmu sudah izin dengan tatapan matanya aku tahu tadi. Dia pasti lelah hanya duduk saja." Jelasnya tenang.

Sai membereskan alat-alat lukisnya, dia tersenyum kecil pada Hinata. "Keluargamu sangat harmonis..." Hinata tersenyum kecil.

"Apa kau lapar? Aku bisa memasak untukmu?" Tawar sang gadis dengan binar senang.

"Boleh..." Hinata membawa Sai menuju dapur, dia mulai memotong sayur dan daging yang di lumuri dengan bumbu.

Sai merasa Hinata akan kepanasan dia mengambil karet yang berada di meja, dengan lembut dia menyentuh rambut sang gadis menyatukan menjadi satu hingga mengikatnya dengan karet. Hinata terdiam dengan perlakuan itu dengan tenang dia melanjutkan kegiatanya. "Terimakasih... " Ucapnya pelan.

"Iya... Hinata..." Bisiknya di telinga sang gadis. " Aku..." Ucapanya terpotong karena kedatangan Neji yang tiba- tiba sudah ada di samping mereka segera dia menjauhkan tubuhnya.

"Ouh, apa aku mengganggu momen kalian." Ucapnya cuek.

"Bicara apa kau ini?!" Neji terkikik kecil. Dia menatap Sai santai.

"Kau sudah melukisnya?" Sai mengangguk menjawabnya, Neji hanya ber oh saja. "Yasudah aku mau istirahat, lanjutkan kegiatan kalian."

"Ada apa denganya, dasar aneh tidak biasanya di pulang kerumah." Gerutunya kecil. Sai tersenyum ringan mendengar gerutuan itu. "Duduklah tunggu aku selesai memasak." Titahnya yang di patuhi bak anak kecil.

Dia memandang punggung gadis itu tenang, gerakan lembut dari rambutnya yang seirama oleh tubuhnya terlihat tenang dan indah.

Hingga tanpa sadar Hinata sudah meletakkan piring di depanya. "Makanlah aku sudah selesai. Dan rasakan masakan dari Hinata Hyuga." Canda sang gadis.

Sai menyendok makanan yang disajikan sang gadis meski hanya tumis daging dengan kecap pedas manis dan tambahan sayur packhoi namun rasanya tidak sesedarhana itu. "Ini sangat enak!" Pujinya tulus.

"Benarkah?! Makanlah hingga habis." Hinata tersenyum senang. Dia merasa di hargai karena usahanya di puji dengan tulus.

...

Setelah acara makan tadi Hinata mengantar pulang Sai karena dia yang menjemputnya lebih dulu.

Sai keluar dari mobil diikuti Hinata yang berdiri di sampingnya. " Terimakasih atas bantuaya aku sangat senang." Ucap Hinata tulus.

Sai hanya memandang gadis itu dalam. Hinata yang ditatap seperti itu sedikit bingung. "Ada apa?" Tanyanya. Dia menyentuh wajahnya jika ada sesuatu. Namun dorongan lembut pada tubuhnya di mobil membuatnya terkejut.

"Hinata...?" Bisiknya. Sai menyusuri pipi sang gadis lembut. "Aku tidak ingin ini berakhir..." Ujarnya pelan.

"A-apa maksudmu?"

Tarikan lembut di pinggangnya membuatnya tidak bisa bergerak dia hanya merasakan pelukan hangat di tubuhnya. "Aku masih ingin melihat senyummu, merasakan sentuhanmu dan melihat wajah teduhmu." Ucapnya dengan suara lembut.

"Katakan dengan jelas?" Ucapnya pelan.

"Aku menyukaimu... Sangat menyukaimu." Ungkapnya pelan. Hinata terdiam dia juga tidak bisa menjawab karena bibirnya terkatup rapat.

Dia hanya bisa membalas dengan pelukan sama eratnya. Sai yang paham dia tersenyum lembut. Memeluk gadis itu begitu erat. " Terimakasih..." Bisiknya. Hinata hanya mengangguk menjawabnya tersenyum hangat saling merasakan debaran jantung.

Melepaskan pelukan mereka saling pandang dan tersenyum manis. "Sejak kapan?" Ucap Hinata.

"Apanya?"

"Sudahlah, lupakan!" Sai tersenyum lembut. Dia menyentuh pipi Hinata mengusapnya lembut.

"Sejak pertama kali melihat senyumu-mu kau terlihat indah dan cantik." Tukasnya tenang. Hinata menahan senyum, dia mengalihkan pandangan. "Aku serius Hinata..." Pemuda itu menangkup pipi Hinata dengan lembut.

"Aku merasa berdebar, namun itu sangat menyenangkan." Tukasnya lembut. Dapat ia rasakan ibu jari pemuda itu mengusek lembut.

"Umnh, aku juga merasakan perasaan itu." Ucapnya.

Perasaan alami itu menyatu, saling mendebarkan namun nyata. Sai mendekatkan wajahnya, dapat ia lihat gadis itu menutup kedua matanya. Namun dia hanya mengecup pipinya lembut dua kali. "Kenapa kau menutup mata?" Bisiknya di telinga sang gadis.

Hinata merasa malu dia hanya menundukkan sedikit wajahnya." Jangan menggodaku!" Serunya kesal.

Sai tertawa kecil. Dia mengecup dahi sang gadis cukup lama, lantas menjauhkan wajahnya. "Mulai sekarang kau milikku, terimakasih sudah bersedia menjadi miliku." Tukasnya dengan suara lembut.

Hinata tersenyum manis mengangguk kecil. "Mau menginap di sini?" Tawarnya tenang.

Hinata sedikit mengatupkan bibir dia tersenyum malu, mengangguk memberikan jawaban. Dia merasakan tarikan lembut pada tanganya membawa memasuki rumah sederhana itu. "Kenapa kau tinggal disini?"

"Entahlah, aku juga bingung. Dulu rumah ini jelek aku membelinya lalu merenovasinya." Jawabnya tenang.

"Tidak ingin membeli apartemen saja?"

"Tidak, disini lebih nyaman. Sekarang ada kau semuanya terasa lebih nyaman." Ujarnya.

Hinata terkikik mendengar itu sungguh aneh. "Kau bermulut manis." Gerutunya kecil.

I Found YouWhere stories live. Discover now