6. The Innocent Shello

99 14 8
                                    

FOLLOW BEFORE READ!

💜💜💜

'Cantik,' pikir Shawn.

Ya, itulah pikiran pertama Shawn melihat gadis yang memiliki wajah imut kekanak-kanakan dengan kulit cerah, mulus, dan licin seperti kulit para idol Korea. Dia juga punya pipi agak menonjol dan merona meskipun sedang sakit. Dia sudah seperti gadis-gadis anime saja. Tapi, Shawn takkan bilang begitu padanya. Bisa-bisa dia langsung memutuskan Shawn karena entah bagaimana, Shawn yakin saja pacar Shello tak akan mau terang-terangan bilang Shello mirip karakter anime.

Entahlah, tapi Shawn kira itu tak akan dianggap sebagai pujian oleh para cewek. Atau setidaknya, oleh cewek-cewek yang biasa bersama Shawn.

Tapi, sungguh. Semakin lama, Shello memang semakin terlihat seperti gadis anime. Bukan tipe Shawn, tentu saja. Tapi, ada yang aneh ketika Shawn memandang ke dalam mata bulat itu.

Ada sesuatu di sana yang membuat Shawn merasa seakan dunia ini baik-baik saja. Seakan hidup tak pernah cukup kejam dan kalaupun kejam, dia tak merasakan kekejaman itu. Seakan dia hidup hanya untuk melihat hal-hal baik dan tak mengerti kejamnya dunia.

Pikiran kedua Shawn tentang Shello adalah... innocent. Di luar dari faktor bahwa Shello tak tahu apa-apa saat ini, mata gadis itu memang menunjukkan kepolosan yang melarutkan.

Setelah menghabiskan beberapa menit dalam diam sambil saling memandang, Shello-lah yang pertama kali memecah kekakuan dengan senyuman yang menghasilkan dua lesung pipi di bawah kedua matanya. Untuk yang satu itu... Shawn harus akui Shello terlihat imut.

"Satya...." Shello mengeluarkan suara pertamanya yang terdengar seperti lonceng berdenting. "Aku seneng banget kamu udah sadar."

​Dalam hati, Shawn merasa lega. Tadinya dia sempat khawatir Shello curiga karena dari cara Shello menatap Shawn, Shawn merasa gadis itu sedang menilainya.

Shello menyentuh tangan Shawn. "Gimana keadaan kamu?"

Shawn tidak langsung menjawab. Dia masih terlihat kaku sampai Jocelyn mengangguk, memberi isyarat untuk Shawn segera beraksi.

Shawn pun menjawab, "Baikan."

​Ketika melihat senyum Shello semakin merekah, Shawn tahu Shello percaya padanya. Maka, Shawn pun balas menggenggam tangan Shello, berharap ini pertanda awal yang baik.

'Okay, let's play the game,' pikir Shawn.

Dan sepertinya ini memang semudah permainan. Sampai beberapa hari ke depan pun tak ada yang terlalu sulit untuk dihadapi Shawn.

Shello bukan tipe gadis cerewet dan banyak tanya. Di waktu senggang, Shawn dan Shello menonton bersama. Mereka juga makan bersama, tapi tidak sambil mengobrol. Kalaupun mengobrol, pembicaraan mereka hanya seputar pengobatan dan saling bertanya tentang perkembangan kondisi mereka masing-masing.

Tidak ada cerita masa lalu. Entah ini karena Shello sedang amnesia atau memang beginilah cara pacaran Shello dan Satya karena terus terang saja, jika bukan karena dia butuh uang, Shawn sudah akan menyerah bersama Shello.

Shawn tidak sanggup. Shello terlalu kaku dan tak menyenangkan. Shawn jadi bertanya-tanya kenapa Shello masih mau lebih sering bersamanya jika hanya untuk saling sibuk sendiri.

Gadis membosankan ini benar-benar membuat jiwa Shawn meronta ingin dibebaskan. Shawn bahkan sangat bersyukur ketika diizinkan keluar rumah sakit, setidaknya sampai Shello ikut-ikutan minta keluar juga. Setelah Jocelyn membuat kesepakatan dengan dokter tentang rawat jalan dan terapi rutin yang harus dilakukan Shello ke depan, Shello pun diizinkan keluar.

Bad InfluenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang