08. Here For You

325 48 4
                                    


Hanbin menatap Zhang Hao khawatir. Terus-terusan mengecek suhu tubuh Zhang Hao yang jauh untuk dikatakan normal.

Zhang Hao yang tiba-tiba kesakitan membuat dirinya kelimpungan. Mereka berdua pulang lebih awal atas izin pengajar. Hanbin membawanya pulang dengan bantuan Yujin yang kelasnya memang sudah selesai lebih dulu.

Zhang Hao tidak pernah begini. Yujin tahu betul.

"Kak Hanbin tolong tenang." Yujin mulai cemas soal Hanbin.

Bahkan laki-laki itu lebih keliatan khawatir ketimbang dirinya yang sudah berteman lama dengan Zhang Hao.

Hanbin melirik Yujin. "Zhang Hao bertingkah aneh sebelum dia pingsan."

Yujin mulai memfokuskan dirinya pada Hanbin. Nampak ia sedang memandang Zhang Hao dengan teramat dalam. Seakan itu sudah seharusnya ia lakukan.

"A–neh? bagaimana itu?"

"Tidak pasti. Tapi aku tahu ada yang salah." Hanbin mengusak wajahnya kasar. "Apa dia heat?"

Yujin cukup terkejut mendengar itu. "Kak Hao belum. Apa tadi dia menunjukkan ciri-ciri hendak heat?"

Hanbin menarik bahunya acuh. Namun perkataan Yujin tentang Zhang Hao yang belum mengalami heat cukup membuatnya tercengang untuk beberapa saat.

Ia bahkan baru ingat selama berteman dengan Zhang Hao anak itu tidak membahas perihal heat nya yang mungkin akan datang.

Zhang Hao itu... benar-benar terlambat untuk anak seusianya.

"Untuk ini... terimakasih sudah mengantar kak Hao. Kak Hanbin kalau mau pulang silahkan. Aku akan menjaga kak Hao." jelas Yujin panjang lebar.

Hanbin menepuk bahu Yujin dua kali. "Biarkan aku menjaga Zhang Hao malam ini."

Gelap malam menemani keheningan antara Hanbin dan segelas coklat panas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Gelap malam menemani keheningan antara Hanbin dan segelas coklat panas. Semilir angin menerpa kulit putihnya. Diantara keheningan itu Hanbin menatap bulan.

Indah. Namun dirinya enggan menatap lebih lama lagi.

Semakin larut waktu tanpa jeda membuat coklat panasnya habis tanpa sisa. Tidak terasa membuat Hanbin menghela napasnya.

Malas membuatnya lagi.

Rumah Zhang Hao sederhana. Ia menyukai kesederhanaan anak itu. Zhang Hao tidak terlalu buruk. Perkataan orang-orang tentang Zhang Hao, menurut Hanbin tujuh puluh persen salah.

Tidak mau berdiam lebih lama, Hanbin melangkah memasuki kamar dengan lampu terang. Zhang Hao sudah sadar sejak sore tadi. Tapi anak itu belum mau membuka suaranya.

Hanbin menarik kursi di bawah meja, duduk di sebelah ranjang Zhang Hao. Anak itu memunggunginya.

Kali ini Hanbin harus sabar.

"Hao, apa kau butuh sesuatu?" suara Hanbin lebih lembut dari biasanya.

Zhang Hao masih diam. Entah sudah tertidur lagi atau memang sengaja.

"Hao tolong dengar aku baik-baik."

Zhang Hao sangat terkejut ketika Hanbin membuatnya berbalik dengan sekali tarikan. Wajah Alpha dominan itu juga marah. Kentara dari matanya.

Mau bagaimanapun Hanbin adalah dominan. Auranya membuat Zhang Hao merasa sesak.

"Jangan diam saja. Setidaknya katakan satu atau dua kata padaku." Hanbin mengusap wajah yang pucat itu sayang.

Seakan jika ia melakukannya keras, Zhang Hao akan terluka.

Perasaan apa ini? Zhang Hao menyentuh tangan Hanbin yang berada di pipinya.

"Apa yang kau rasakan, katakan padaku." katanya sembari tersenyum getir.

Zhang Hao menggeleng pelan. "Hanbin."

"Hmm?"

"Kenapa kau melakukan ini?"

Hanbin melepas genggaman tangannya pada Zhang Hao. Sedikit menjauhkan tubuhnya karena terlalu dekat.

"Apa yang kau maksud?"

Hao lagi-lagi hanya bisa menggeleng. Mengalihkan pandangan dari Hanbin yang kebingungan.

"Aku ingin Yujin."

"Han Yujin?" tanya Hanbin memastikan.

"Aku ingin dipeluk Yujin-ku"

Apa katanya? Yujin-ku?

Bagi Zhang Hao, Han Yujin bukan hanya teman. Tapi dia adik. Sebelum ada Hanbin dirinya dengan Yujin sangat dekat. Ketika ia sedang merasa tidak baik, Zhang Hao tidak malu untuk meminta Yujin memeluknya.

Tapi kini berbeda. Hanbin melirik Zhang Hao sekilas. Kenapa rasanya begitu aneh?

"Tolong hubungi dia, Hanbin." pinta Hao setelah Hanbin tidak menggubris ucapannya.

Sung Hanbin menghela. "Jangan ganggu waktu tidurnya. Ini sudah malam."

Jelas Zhang Hao kecewa. Segera ia bangkit dan menyenderkan kepalanya. Memandang Hanbin sayu.

Hanbin tidak bohong. Ia sangat khawatir.

"Mana yang sakit?" Hanbin kembali pada topik pertamanya.

"Disini." Zhang Hao menunjuk dadanya. "Aku ingin menangis."

Hao tidak tahu mengapa dirinya begini. Ia tidak merasa sakit– hanya saja rasa sesak terus menghantui tubuhnya dari tadi. Entah apa penyebabnya.

"Biarkan aku memeriksanya"

"Peluk aku!"

"Zhang Hao aku–"

"Aku tidak sakit! tapi aku ingin dipeluk! hiks– tolong peluk aku!"

Hanbin memandang Zhang Hao tidak percaya. Anak itu betulan menangis keras. Air matanya tidak henti-hentinya keluar.

Hanbin kebingungan. Namun rentangan tangan Zhang Hao segera ia terima. Hao menghadap pada leher Hanbin. Menghirup feromon sang Alpha.

Sedangkan Hanbin tidak berhenti untuk mengelus punggung Zhang Hao sampai anak itu benar-benar tenang. Dirasa orang diperlukannya mulai tenang, Hanbin berbisik pelan.

"Kau baik-baik saja?"

Zhang Hao tidak menjawab. Ia lebih memilih memejamkan matanya menikmati tepukan Hanbin.

Sejujurnya dengan posisi seperti sekarang, Hanbin sangat pegal. Perlahan tangannya mencoba melepas dari Zhang Hao. Untungnya Hao langsung mau melepaskannya.

Wajahnya memerah. Kantung matanya terlihat di kulitnya yang putih itu.

"Jangan menangis lagi." Hanbin menghapus sisa air mata Zhang Hao pelan.

"Maaf."

"Kenapa menangis? ada yang salah?" suara Hanbin kali ini benar-benar lembut.

"Aku hanya ingin... aku tidak tahu." jawabnya dengan lugu.

"Zhang Hao..."

Mereka saling bertatapan untuk waktu yang lama.

"Aku disini untukmu, cukup cari aku jika kau merasa kesulitan. Aku bersedia memeluk mu lebih lama."





~~~

Give me ⭐

Just - binhao Where stories live. Discover now