Berakhir Demam

16.2K 1.6K 271
                                    


Happy Reading

Rayanza

Rayanza masih berada didalam gendongan koala Arfa. Sendari tadi anak itu tidak henti-hentinya menangis. Membuat semua keluarganya khawatir, takut jika Rayanza akan sulit bernafas nantinya.

"Dek udah dulu nangisnya!" pinta Arfa pada adiknya. Langkah kakinya membawa Arfa menuju kamar adik bungsunya.

"Hiks... Abang goblok, kalo Kai gimana-gimana, gimana coba. Adek takut Kai kenapa- napa."

"Gimana-gimana apanya. Ya gak gimana-gimana lah, Adek mah parnoan!" sahut Leo yang bukanya memperbaiki suasana justru semakin membuat Rayanza menangis.

"Leo, kamu mendingan diem deh. Nambah memperburuk keadaan tau gak?" tukas  abangnya Neo.

"Iya sorry, maaf ya dek. Jangan nangis, nanti gemesnya ilang. Tantrum aja gak papa," ujarnya sambil melihat wajah Rayanza dibalik ceruk leher Arfa.

Ayahnya langsung menjewer telinga Leo kuat, dan menarik Leo untuk pergi dari hadapan Rayanza. Sebelum keponakan kesayangannya itu tantrum sungguhan.

Bisa berabe nanti kalo keponakan kesayangannya ini tantrum!

"Aduh, aduh Yah, sakit Yah..." keluh Leo kesakitan.

"Bawa aja Yah, sekalian hukum biar kapok. Biar gak jailin adeknya lagi!" Kompor Demon, yang kini sudah masuk kedalam kamar.

Didalam kamar, Arfa langsung mendudukkan dirinya dipinggiran ranjang dengan Rayanza yang masih melekat pada dekapannya. Sampai akhirnya seorang dokter bernama Mark datang.

"Permisi tuan, boleh saya periksa?" sopan dokter Mark.

"Silahkan Dok," Rama mempersilahkan dokter Mark untuk memeriksa bungsunya.

Rama beserta Remon dan papahnya keluar. Sedangkan yang didalam hanya tersisa Neo, Demon dan ketiga abang Rayanza. Serta Rayanza sendiri tentunya.

Dengan telaten Dokter Mark membersihkan luka pada wajah Rayanza serta pergelangan tangan yang terlihat banyak memar dan goresan-goresan kecil.

Sedangkan Rayanza sama sekali tidak merintih atau merengek saat diberikan cairan alkohol pada lukanya. Justru Rayanza sibuk menangisi Kai dan terus menggumamkan nama Kai dan Kai.

Sampai membuat semuanya keheranan, sebenarnya seberapa pentingnya anak bernama Kai bagi adiknya ini. Sampai-sampai adiknya terus menyebut namanya. Sepenting itukan anak bernama Kai?

Setelah selesai Dokter Mark mencoba membuka baju kaos yang dikenakan oleh Rayanza dibantu oleh Arfa dan Ganta dengan hati-hati.

Betapa terkejutnya mereka semua saat melihat punggung Rayanza yang memar begitu besar, hingga meninggalkan bekas biruan.

"Sialan!" lirih Ganta, tangannya mengepal erat, hingga urat-uratnya menonjol.

"Dek, siapa yang melakukannya," tanya Demon sambil menghapus jejak tangisan Rayanza dipipinya.

"Abang nanya adek, terus adek nanya siapa?" jawab Rayanza disela tangisannya.

"Lahkan Adek yang dipukul, masa gak tau?" balasnya.

"Emang adek gak tau ko, nanya mulu. Kalo adek lagi nangis itu jangan ditanyai terus, nanti tambah nangis. Kocak emang!" Kesal Rayanza.

Demon nampak berfikir sejenak, kenapa jadi kocak. Lucunya dimana pikirnya. "Kocak apaan Dek?"

"Kont*l cicak!" jawabnya cepat.

"Heh mulutnya!" Reflek Arfa menampol mulut adiknya, yang tidak berfaedah ini. Membuat Rayanza meringis kesakitan.

"Abang ini, kan bang Demon nanya, ya adek jawab. Kenapa malah mulut adek ditampol!" Sulutnya emosi.

Karena kesal Rayanza memutuskan untuk menyudahi pengobatannya membuat Dokter Mark bernafas kasar.

Drama sekali keluarga ini, pikir Dokter Mark.

"Eh, belum selesai ngobatinnya!" tegur Arga pada Rayanza.

"Udahlah Bang, luka kaya gini doang. Luka Kai sama temen-temen adek jauh lebih parah. Adek aja belum tau keadaan Kai gimana. Masa adek mau leha-leha disini buat diobatin. Harusnya adek itu terakhir ngobatinnya, nunggu kabar dari Kai dulu. Ini malah dibawa pulang."

"Obatin dulu!" titah Ganta kesal.

"Arga, Ganta. Lebih baik kita keluar dulu. Biarkan Anza istirahat."Neo yang mengerti suasana segera menenangkan Arga dan Ganta. Lalu membawanya keluar dari kamar Rayanza

Setelah selesai diobati Rayanza tertidur dengan ditemani oleh Arfa. Saat malam tiba, Rayanza terus mengigau dan menyebutkan nama Kai beberapa kali. Membuat Arfa yang berada disampingnya terbangun.

Arfa kaget saat melihat adiknya yang sudah basah oleh eringat. Dengan terus menerus menggumamkan nama Kai. Setelah dicek ternyata suhu tubuh adiknya meningkat.

Adiknya demam!

Segera Arfa memanggil seluruh keluarganya, tidak lupa Dokter Mark untuk memeriksa adiknya.
Akhirnya Rayanza diinfus karena demamnya yang tinggi. Dan sepertinya juga kelelahan setelah baku hantam tadi.

"Dek, cepet sembuh." Rama menggenggam erat tangan anak bungsunya yang terasa hangat. Dirinya tak kuasa menyembunyikan ketakuatannya. Takut jika terjadi sesuatu dengan anak bungsunya ini.

"Dad, sebaiknya kita biarkan adek istirahat. Abang yakin, adek pasti baik-baik saja." Arga berusaha menangkan sang daddy. Walaupun Arga sendiri sangat takut jika adiknya sakit seperti ini.

Jika disuruh memilih, Arga rela kehilangan banyak uang atau bangkrut sekalipun, asalkan adiknya tidak sakit seperti ini. Hatinya terasa sakit saat melihat wajah tak berdaya adiknya.

Bolehkah Arga menggantikan posisi adiknya sekarang?

"Sudahlah sebaiknya papah dan anak-anak beristirahat saja. Biar aku dan Rama serta Arman yang menjaga Anza,"  usul Remon yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Ganta.

Istirahat disaat adiknya sedang sakit seperti ini? lebih baik Ganta begadang semalam untuk menjaga adiknya.

Dan lagi, bagaimana bisa Ganta tidur, pasti otaknya akan terus terbayang-bayang oleh Ajjanya yang sedang sakit.

"Lebih baik kalian yang sudah tua tidur, dan biarkan aku yang menjaga adek!" tolaknya.

Mau tak mau semuanya menyetuju ucapan Ganta, tapi tidak hanya Ganta yang menemani Rayanza, disini ada Arfa dan Arga juga yang menjaga Rayanza.

Mereka berempat tidur diatas kasur Rayanza yang cukup besar, dan muat untuk keempatnya. Tak terasa semuanya terlelap karena tubuh mereka yang lelah sehabis mencari Rayanza tadi.

Tepat pukul satu malam, ponsel Rayanza yang sedikit hancur berdering. Entah siapa yang sudah memungut ponsel Rayanza dan meletakkannya di laci nakas.

Rayanza terbangun , kepalanya terasa nyeri. Rayanza memijit nya pelan, setelahnya langsung mengambil ponselnya.

"Hallo," sapanya pada orang disebrang sana dengan suara lirih.

"Ray, ada anggota yang meninggal,dan Kai, Kai...!" ucap seseorang yang tak lain adalah Tama.

Rayanza langsung menjatuhkan ponselnya, terlalu syok dengan kabar barusan. Dan otaknya langsung berputar  dengan nama Kai. "Gak mungkinkan, gak mungkinkan itu Kai. KAI!" teriaknya.

Disisi lain Tama dibuat kebingungan dengan Rayanza yang sudah tidak menyahuti panggilannya. Padahal jelas-jelas, sambungan telepon mereka masih terhubung.

"Hallo Ray, Ray..." panggilnya berulang kali.

Samapai akhirnya seorang dokter laki-laki memanggilnya. "Saudara bernama Tama, teman saudara Kai?"

"Iya Dok, saya," ucapnya dan langsung berlari kearah sang dokter.

"Saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi..."

"Tapi apa Dok? Kai , gak mungkinkan. KAI!"



Jangan lupa vote and komen
Semoga rezekinya dilancarkan aminn

Sorry gak bisa bales komen, soalnya gue udah kerja lagi wkwk..
Kuy lope you

Rayanza [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang