6. Pengamatan dan Jarak

207 58 9
                                    

Orang baik.

Yvaine menatap kedua tangannya dan tertawa mengejek. Dia mengejek dirinya sendiri karena sempat berpikir naif dan bodoh. Benar dia ingin menjadi orang baik, tetapi, orang baik mana yang membunuh orang lain?

Itu sebabnya Yvaine tidak pernah menempatkan kata orang baik di dalam kamus hidupnya. Karena bagaimanapun, apapun yang ia lakukan, hanya ada mayat dan darah di setiap langkahnya. Kata 'orang baik' terlalu indah untuk dimiliki seseorang sepertinya. Rasanya begitu geli dan menjijikkan diwaktu bersamaan.

Pada akhirnya, dia tetap bukanlah orang baik.

Nyatanya sekarang, demi mendapatkan sejumlah uang, ia akan menghilangkan nyawa seseorang. Lalu apa? Bukankah sejak dulu dia itu iblis? Menghilangkan satu nyawa tidak akan berbeda dengan yang dia lakukan di kehidupan sebelumnya.

Sejak awal, manusia ibaratkan dua sisi koin. Di satu sisi ia akan dianggap baik dan satu sisi ia akan dianggap buruk.

"Bahkan setelah berganti identitas, hidupku tetap sama saja. Membunuh dan membunuh, hah," Yvaine menghibur dirinya sendiri.

Mau sebanyak apapun ia berharap untuk menjadi orang baik, tetap saja pada akhirnya tangannya tetap berlumuran darah. Tangan ini sudah berkubang dalam lumpur berwarna merah sampai di titik itu tidak bisa dibersihkan dengan apapun. Tidak ada air yang bisa membasuh noda darah di tangannya.

Lalu sekarang, menerima kenyataan bahwa ia tidak akan pernah bisa menjadi orang baik, Yvaine sedang dalam misi pengamatan. Selama menunggu pedangnya ditempa oleh Tuan Khair, mengandalkan pengalamannya, ia tengah menggali berbagai informasi yang bisa dikumpulkan dari sang pangeran ketiga.

Menggunakan sisa uang yang ia kumpulkan dari sudut-sudut rumahnya, Yvaine membeli seperangkat pakaian Assassin agar mempermudahnya untuk bergerak. Setelah beberapa modifikasi, ia memutuskan untuk memotong rambutnya sedikit lebih pendek yaitu sepundak lalu menyembunyikannya. Rambut pirang keemasan seperti ini akan sangat menyolok sehingga Yvaine memutuskan untuk mewarnainya menjadi warna hitam kecoklatan.

Dari literatur dan percakapan orang-orang di tavern, nama asli pangeran ketiga adalah Kieran Ashvin Kaltein, anak dari seorang wanita jarahan bernama Alicia. Pada usia 12 tahun, mendadak dia dinyatakan gila. Pangeran Ashvin menganiaya ibunya sendiri, membunuh bibinya, dan dikurung di dalam kastil tua.

Kegilaannya semakin menjadi tatkala ia menggantung setiap kepala orang yang berani memasuki kastilnya. Konon katanya dia sangat jarang keluar dari lingkup istana, namun sekali ia keluar, dia berubah menjadi sosok monster yang mengerikan. Pada pesta perayaan kedewasaannya, pangeran Ashvin malah pergi membantai fraksi bangsawan yang hendak melakukan kudeta hari itu.

Dia berdiri di atas tumpukan mayat yang membuatnya mendapatkan julukan iblis kematian.

Dia berdiri di atas tumpukan mayat yang membuatnya mendapatkan julukan iblis kematian

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.


Masih muda dan yang dia lakukan hanyalah menjadi gila. Tak terhitung berapa banyak lembar pengumuman yang dipasang di setiap guild dan tavern , menginginkan kepala dari sang pangeran ketiga. Dia memang gila dan tampak bukan saingan tahta, tapi dia juga adalah mimpi buruk bagi siapapun yang menyentuh kedamaian tahta Kaltein.

Forever YourSOù les histoires vivent. Découvrez maintenant