11. Tempat Pemandian

247 54 4
                                    

"Selain memiliki hobi memajang kepala orang di atas pagar, rupanya pangeran ketiga Kaltein juga memiliki hobi mengintip wanita yang sedang mandi," ucap Yvaine santai. Dia membasuh tangannya pelan.

Kieran melipat kakinya, dalam posisi berjongkok ia memeluk lututnya dan menatap Yvaine, melihat adanya bekas luka baru. "Belum ada satu hari kita berpisah dan kamu sudah memiliki bekas luka baru?"

Luka lebam itu jelas bukan tanda cinta yang Kieran tinggalkan. Dia hafal betul dimana saja letak ia meninggalkan bercak merah tersebut di tubuh Yvaine. Luka lebam ungu itu pasti baru.

Yvaine tidak menjawab, ia memilih untuk terus membasuh tubuhnya.

Tidak merasa diabaikan, Kieran berjalan keluar dari tempat pemandian. Tidak berapa lama dia kembali. Yvaine yang masih membasuh tubuhnya itu pun perlahan melihat adanya perubahan warna air dari kolamnya. Air yang jernih perlahan perubah menjadi merah. Segera ia melompat, keluar dari kolam masih dalam keadaan telanjang.

Memfokuskan matanya, Yvaine mendapati tubuh manusia cincang di masukkan ke dalam kolam, membuat warna air berubah merah karena darah segar mereka.

Dia mengenali mereka semua. Mereka adalah preman pasar yang menghajarnya hari ini. Menoleh, Kieran sudah berdiri di sampingnya.

Bibirnya tersenyum, mengenakan jubah bertudung, menyembunyikan warna rambut hitamnya. Tetapi mata itu, mata merah darah itu masih saja bersinar. Kedua tangannya di lipat di depan dada, melihat hasil perbuatannya, ia terlihat hampir bangga.

Yvaine melihat semuanya, ia melihat ekspresi wajah itu dan seketika bersyukur bahwa dia adalah seorang ahli menyembunyikan emosi dan mengendalikan ekspresi. Seandainya Yvaine tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya, pasti sekarang ia akan memasang wajah terkejut juga... Takut.

"Apa maksudnya ini, pangeran?" Yvaine bertanya formal.

"Oh?" Kieran mengangkat alisnya. "Bagaimana mengatakannya ya... Hemmm..." Dia tampak berpikir. "Aha! Anggap saja sebagai bentuk kecemburuan anjing karena pemiliknya mengelus anjing lain."

Tubuh Yvaine tiba-tiba ditarik, masuk ke dalam dekapan erat Kieran.

"Shhh, jangan memberontak," Kieran berbisik lembut di telinganya. "Hanya aku, Yvaine... Hanya aku... Disini adalah dunia kita berdua, di dunia ini tidak ada lagi Dax dan Hidden, hanya ada Kieran dan Yvaine. Di dunia ini akhirnya aku memiliki kesempatan untuk memilikimu. Itu sebabnya aku tidak rela, aku cemburu, aku benci jika ada anjing lain yang menempelkan jejak mereka padamu."

"Haha," Yvaine tertawa mengejek dalam dekapan Kieran. "Sombong sekali, tuan. Siapa yang milik siapa? Seperti kau yang bukan lagi milikku, maka aku bukan milikmu."

"Hm? Benarkah? Sayang sekali...." Kieran membalik tubuh Yvaine agar menghadapnya. Dia lalu turun, mencium tulang belikatnya. "Yvaine, Yvaine, Ive, Iven. Ah, aku selalu ingin memanggilmu dengan nama itu sejak dulu. Tetapi karena status kita yang berbeda, aku harus menahan semuanya. Namun... Karena sekarang kamu ada di sini, aku bisa melakukan apapun. Aku akan membuatmu merasakan apa yang aku rasakan..."

Perasaan putus asa, obsesi yang tak tersampaikan, ketakutan, ketergantungan, dan rasa sakit. Semua itu pernah dirasakan oleh Kieran dari Yvaine.

Tebakan Yvaine tepat sasaran. Kieran balas dendam. Segala emosi, segala perasaan, segala obsesi yang terpendam akhirnya menyeruak keluar ke permukaan. Dia yang dulu harus menahan segalanya karena perbedaan kekuatan dan status, sekarang sudah menjadi puncak dari rantai makanan yang bebas melakukan apapun.

Yvaine bertemu tatap dengan mata itu dan akhirnya mengerti. Ia memejamkan matanya sejenak dan tertawa kecil. Tawa yang seolah meremehkan dan merendahkan, namun sebenarnya itu adalah tawa penerimaan diri.

Forever YourSWhere stories live. Discover now