Chapter 2 - Tiada Duga

27 2 3
                                    

"See, nggak ada yang bisa ngasih tahu alasannya apa."

~ Tarunika Mega Tara ~

Tidak ada yang baik-baik saja setelah adanya perpisahan. Namun, itu tidak membuat keseharian Tarunika terhambat. Ia masih bisa hidup dengan baik. Ia menjalani hari-harinya seperti biasa. Namun, ada kalanya ia menjadi diam tiba-tiba. Merenungi kemalangannya. Namun, ia juga bisa kembali dengan semangat yang menggebu. Ketika ia merasa kesepian, ia akan membaca buku, menonton film. Dan terkadang, ia juga akan datang ke apartemen Amara atau Ruhi. Jika tidak begitu, Ia juga akan pulang ralut malam setelah rapat organisasi. Ketika sampai di apartemennya ia akan merasa lelah dan tertidur. Kemudian, keesokan harinya ia akan kembali beraktivitas. Ia terus mengulang kesehariannya seperti itu.

Dan saat ini tidak ada yang ia lakukan selain merebahkan dirinya di atas kasur dengan ponsel di tangannya. Ia membuka sosial media yang satu ke sosial media yang lain. Minggu paginya terasa dingin dan sepi. Ia menoleh ke samping, melihat ke arah jendela yang masih tertutup gorden. Di sana hujan, meskipun ia tidak bisa melihat, ia mendengar suaranya.

Tarunika bangkit, ia turun dari tempat tidurnya menuju ke jendela. Ia berjalan menuju balkon. Udara basah menyapanya. Ketika hujan mendera, selalu muncul bau khas yang menenangkan. Tarunika menghirupnya pelan-pelan. Matanya terpejam setelah ia berdiri di pembatas balkon.

Tidak banyak yang ia lakukan, hanya menatap bagaimana tetesan air itu menyapa dunia. Dari banyaknya kekecewaan yang hadir, Tuhan juga mengirimkan banyak hal sederhana yang harus disyukuri. Seperti hujan. Tarunika selalu merayakan kehadiran hujan. Entah itu hanya berdiri memandangi hujan turun atau membiarkan diri basah karenanya. Tangannya terulur, sehingga ia bisa merasakan dinginnya air hujan. Namun, ia menyukainya.

Ia tersenyum, tetapi harus teralihkan karena suara ponselnya berdering membuatnya menoleh. Siapa yang akan menghubunginya di hari libur seperti ini? Tarunika mencoba mengabaikannya. Namun, suara notifikasi dan panggilan itu semakin kerap berjejalan masuk. Tarunika mengernyitkan alisnya. Pada akhirnya ia masuk, duduk di tepi tempat tidur. Meraih ponselnya.

Begitu banyak pesan dan panggilan dari Raga. Raut muka Tarunika berubah menjadi dingin. Ia mengabaikannya. Namun, sebuah panggilan kembali masuk membuat ponselnya menyala-nyala. Ia hanya melihat ponselnya berdering di genggamannya tanpa ada kemauan untuk menjawabnya.

Ia meletakkan ponselnya sambil melihat panggilan dari Raga. Menatapnya hingga panggilan itu berhenti dengan sendirinya. Raga adalah teman Argha. Entah apa tujuannya menghubungi Tarunika. Tarunika sudah berniat tidak ingin mengetahui apa pun tentang Argha, itu artinya ia harus menghindari semua orang yang berhubungan dengan Argha, bukan?

Mungkin saja Raga akan memberikan informasi tentang Argha, dan itu sama sekali tidak Tarunika inginkan. Ia kembali merebahkan dirinya. Sambil menatap langit-langit, Tarunika berpikir jika ia menjawab panggilan Raga, mungkin ia akan mendapatkan jawaban mengapa Argha memperlakukannya seperti ini. Mungkin saja Tarunika mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Namun, setelah mengetahui kebenarannya, apa itu akan membuatnya tenang?

Tarunika mulai meraih ponselnya lagi. Sudah tidak ada panggilan dari Raga. Haruskan ia membalas pesan laki-laki itu? Tidak. Tarunika tidak ingin goyah. Ia kembali meletakkan ponselnya. Ia memilih untuk memejamkan matanya.

***

Hampir satu pekan ini Tarunika benar-benar sibuk. Ia banyak mengurus ini dan itu di organisasinya dan tugas kuliahnya. Hari ini Tarunika berada di sebuah Cafe di dekat kampusnya. Ia tengah rapat bersama timnya untuk melaksanakan pementasan sebagai tugas salah satu matkulnya. Dalam waktu dua bulan ini, mereka akan mengadakan pementasan. Sehingga, banyak sekali yang harus dipersiapkan.

Mari Saling BerterimaWhere stories live. Discover now