Chapter 17 - Terlepas?

8 2 0
                                    

"Ternyata kamu menghindari aku sampai meninggalkan Jogja, Tarunika? Baiklah, tidak masalah. Nikmati saja waktumu. Aku tidak akan mengganggu. Sampai jumpa kembali."

~ Argha Dipta ~

Sudut bibir yang tersenyum ceria menyapa hari yang berseri pula. Tidak ada kemurungan, tidak ada hari muram. Matanya berpendar memandang bangunan-bangunan tinggi yang ada di kota. Kota ini benar-benar mengajarkan banyak hal untuk seorang gadis seperti Tarunika. Anak tunggal yang meninggalkan keluarnganya, dan ia harus bergelut dengan dunia yang ternyata kehidupan dewasa tidak sesederhana itu. Banyak hal yang ia hadapi seorang diri. Dipaksa berani, dipaksa terus menguatkan hati ketika akan memutuskan sesuatu.

Untuk satu bulan ke depan ia akan meninggalkan kota ini untuk sementara.  Pengumuman yang ia tunggu beberapa hari yang lalu, berjalan sesuai dengan keinginannya. Ia berhasil diterima program mengajar di kota asalnya, Surabaya. Tarunika akan mengajar di sekolah yang sudah ia pilih. Menyenangkan sekali. Ia akan kembali ke rumahnya.

"Tunggu gue kembali ya Jogja," ucapnya sambil tersenyum. Tarunika meninggalkan balkon setelah mendengar bel apartemennya berbunyi. Ia berlari untuk membukakan pintu. Ia memang sedang menunggu kehadiran seseroang.

"Hai, sahabatku," teriak Amara dan Ruhi bersamaan. Mereka berdua berhambur memeluk Tarunika setelah pintu terbuka. Bahkan tubuh Tarunika sampai terhuyung ke belakang.

"Gue nggak nyangka banget, ternyata kita berhasil." Amara tampak kegirangan. Tangan mereka yang saling bertaut satu sama lain. "Tapi sedih juga, ya," lanjutnya.

"Iya, sedih, soalnya kita harus LDR sementara," sahut Ruhi.

Tarunika tersenyum. "Cuma sementara, kok."

"Sebelum kita nanterin lo ke stasiun, makan dulu, yuk. Kita sengaja datang lebih awal, nih." Amara bersuara. "Lo udah packing?" tanyanya pada Tarunika.

"Udah, lah. Kita berangkat sekarang aja."

"Bentar, Tar. Gue numpang pipis dulu, ya." Ruhi cengar-cengir sambil berlari masuk ke dalam.

"Itu anak pipis, pipis, pipis terus. Di mana pun pipis," gumam Amara sambil menggeleng. Tarunika tertawa saja. Setelah itu mereka beranjak meninggalkan apartemen. Sebelum menuju ke stasiun, mereka singgah sebentar untuk makan. Kurang tiga puluh menit mereka tiba di stasiun.

Ramai sekali. Banyak salam perpisahan yang disuarakan. Pelukan hangat perpisahan banyak terlihat oleh pandangan. Dan salah satunya yaitu utuk Tarunika.

"Hati-hati di jalan ya, Tar," ucap Ruhi sambil memeluk Tarunika.

Disusul dengan Amara yang juga ikut memeluk. "Sampai ketemu di satu bulan lagi, ya."

"Terima kasih, sahabat-sahabatku," ucap Tarunika sambil membalas pelukan kedua sahabatnya. "Kalian juga baik-baik, ya."

"Udah peluk-pelukannya, masuk gih, ntar ketinggalan kereta." Amara tertawa. Pelukan mereka sudah terlepas

Pada akhirnya Taruna menarik kopernya dan berjalan masuk ke dalam. Tangannya terus melambai sebelum Amara dan Ruhi sudah tak tampak lagi. Dan saat ini Taruna hanya seorang diri. Ia tersenyum sepanjang perjalanan karena tidak sabar untuk bertemu dengan keluarga di rumah.

"Halo, Kak," sapa anak kecil yang datang menghampiri Tarunika.

"Hai, Adek. ada apa?" Tarunika tersenyum. Matanya berbinar ketika melihat anak kecil itu. Tampan sekali. Rambutnya tersunggar rapi. Sepertinya anak kecil itu kurang kebih berumur tiga tahun.

"Aku boleh ikut duduk di samping Kakak?" tangan kecilnya menunjuk tempat kosong di samping Tarunika. "Aku mau lihat pemandangannya."

"Boleh, dong. Sini-sini." Tarunika menuntun anak kecil itu untuk di sisinya. Anak kecil itu tampak senang. Senyumnya manis sekali.

Mari Saling BerterimaWhere stories live. Discover now