Chapter 12 - Penganalisis yang Baik

15 2 0
                                    

"Kalau kayak gitu malah semakin bocil."

 ~ Baskara Aji Sukma ~

Mata itu menatap langit-langit kamar. Tarunika hanya diam sejak pertama kali ia terbangun dari tidurnya. Sial sekali. Bahkan setelah ia mencoba tidur untuk melupakan, ketika ia terbangun semuanya akan kembali mengusik pikirnya. Setiap ucapan yang keluar dari mulut Argha seperti jeruji yang mengungkungnya. Seperti ... acaman. Ancaman yang membatasi langkah Tarunika. Menghalangi tawa dan mendatangkan resah. Sisa keberanian yang Tarunika miliki seperti kepingan tak berarti.

Lalu, seseorang hadir. Menatanya. Mengeratkan kembali kepingan itu. Membantu Tarunika supaya kembali utuh. Sesuatu mengusik pikirnya. Itu tidak benar. Seseroang yang hadir dan membantu membuatnya utuh itu tidak benar. Tarunikalah yang sedang kacau. Lalu, mengapa seseorang hadir dan membantunya untuk kembali utuh? Seharusnya Tarunika bisa mengatasi kerumitannya sendiri, kan? Tidak seharusya ia merepotkan orang lain.

Akan tertapi sebagian lagi hatinya berteriak meminta tolong. Supaya untuk tetap tinggal dengannya merapikan diri.

Tarunika mendesah pelan. Ia memejamkan matanya sejenak. Ia kembali teringat dekap hangat malam itu. Yang ia rasakan pada saat itu adalah keberanian dalam tenang. Baskara benar. Tarunika tidak sendiri. Ia membuka matanya.

Tarunika tidak boleh terbaring lama, atau harinya akan kacau karena banyak hal yang ia pikirkan. Jadi, ia bangkit untuk menyambut harinya. Setelah kakinya menjejak lantai, ia mengangkat kedua tangannya untuk menggulung rambut panjangnya. Berjalan ke jendela. Menyibak gordennya. Sehingga sinar matahari menyusup menghidupi kamarnya.

Ia akan bersiap untuk kuliah hari ini. Kemarin malam, sebelum ia berpisah dengan Baskara, laki-laki itu menanyakan jadwalnya hari ini. Baskara juga mengatakan akan menjemputnya pagi ini. Tarunika tidak keberatan.

Dan saat ini, dari kejauhan Tarunika sudah bisa melihatnya. Baskara dengan kemeja putihnya selalu berhasil menarik perhatian Tarunika. Ia tersenyum saat Tarunika berjalan mendekat.

"Hai, Cil," sapa Baskara ketika Tarunika sudah berada di depannya. Baskara baru saja mengangkat tangannya, tetapi Tarunika lebih dulu menhindar.

"Apa, Mas?" sahut Tarunika sambil melindungi rambutnya. "Mau berantakin rambut, ya? Nggak bisa. Aku udah rapi banget ini."

Baskara tersenyum. Laki-laki itu malam menepuk pelan kening Tarunika. Gadis itu semakin mencabikkan bibirnya. "Ish," keluhnya, mengusap kening.

"Kalau kayak gitu malah semakin bocil." Baskara tertawa. Ia membenarkan letak jepit yang tersemat di rambut Tarunika. "Orang mau benerin jepit kamu yang miring ini."

Tarunika terkesiap. Ia hanya diam saja sambil meneliti wajah Baskara. Laki, cepat-cepat ia menundukkan kepalanya sambil berdeham pelan.

"Pasti kesiangan, ya? Makanya buru-buru sampai miring gitu?" Baskara sudah menjauhkan tangannya, tetapi masih menatap Tarunika.

"Enggak, kok. Tadi bangun pagi," kilahnya. Ia memang bangun pagi, tetapi ia menghabiskan waktunya untuk ribut dengan pikirannya sendiri.

"Tapi aku chat nggak dibalas. Kamu pasti buru-buru makanya sampai nggak buka HP, kan?" desak Baskara.

"Mas Baskara chat aku, ya?" Tarunika malah terperanjat.

"Tuh, kan."

Tarunika menghela napasnya. "Iya, iya. Emang agak buru-buru." Ia melipat tangannya di depan dada. "Jadi, mau di sini aja atau nganterin aku?"

Mari Saling BerterimaWhere stories live. Discover now