3. Si Perfectionist

1K 113 7
                                    

Ada yang nungguin kakak Reporter kita kah? 

Happy reading, jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih.

***

"Pau, nanti married nya Yola datang sama siapa lo?" tanya Djenar.

"Sama lo lah Djen, sama siapa lagi. Yang nggak laku-laku kan kita doang." jawab Paula enteng.

"Sialan lo, gue bukannya nggak laku, tapi belum ketemu yang cocok aja." jawab Djenar tidak mau kalah. Dia mendengar Paula berdecak tidak suka dengan jawabannya.

"Gimana lah mau ketemu yang cocok kalau tolak ukurnya Mas-mas tentara. Susah Djen, mereka tuh abdi negara, pasti serba bisa. Kalau lo cari yang model begitu ke orang yang cuma kerja nya kantoran aja yah sampai mati nggak ketemu Djen. Mending saran gue lo minta kenalin sama Om lo Djen. Percuma punya Om mantan KSAD masa nggak di diberdayakan untuk menggaet mas-mas baju loreng." kata Paula sengit.

Paula ini adalah teman seangkatan Djenar, sama-sama menempuh pendidikan di Universitas yang sama, kemudian mereka bekerja juga di stasiun tv yang sama, hanya beda bagian. Jadi Paula sudah tahu betul seluk-beluk percintaan Djenar yang memilukan sekaligus memalukan itu.

Secara garis besar tahu, tapi detail nya seperti apa Paula juga tidak banyak diceritakan oleh Djenar. Karena menurut Djenar, masa-masa dia mengejar-ngejar Genta adalah masa paling memalukan dalam hidupnya. Djenar menyesal, kalau saja waktu bisa diulang dia akan mendiamkan Genta. Menganggap lelaki itu tidak pernah ada karena patah hatinya masih terasa sampai sekarang. Meskipun tidak terlalu cekit-cekit seperti dulu.

"Mana ada lagi yang masih jomblo sekarang Pau. Tau sendiri kan mereka-mereka kebanyakan kan married nya muda-muda. Masa gue cari yang brondong, belum tentu mau mereka sama gue. Cari yang lebih tua kemungkinannya duda. Ogah ah, malas."

Kalau ini Djenar tidak benar-benar jujur, hanya bercanda. Dia tidak memiliki keinginan menjalin hubungan dengan seorang perwira lagi. Djenar tidak ingin ujung-ujungnya dia malah membandingkan lelaki itu dengan Genta. Tidak mau, dia masih punya perasaan. Dibandingkan dengan orang lain itu tidak enak.

"Gue jadi penasaran secakep apa sih si Genta itu. Dari dulu sampai sekarang bikin Djenar nggak bisa membuka hati sama lelaki lain."

"Nggak usah dibayangin, nanti lo jadi jatuh cinta juga. Udah deh ini lama-lama bahas nya Genta terus. Yang lain, ganti topik. Nggak seru." protes Djenar.

Tiga belas tahun sudah dan Genta masih suka dibahas saat dia ngobrol ngalor-ngidul dengan Paula. Kenapa sih Paula suka sekali menjadikan pengalaman cintanya bulan-bulanan? Miris, tapi tidak sampai yang bagaimana juga. Biasa saja kok menurut Djenar.

"Ah udah malas ah gue, mending masuk aja tidur. Gila, badan gue serasa diinjak badak tau nggak. Hari ini kerjaan banyak banget, bye..." Paula melenggang begitu saja meninggalkan Djenar. Mau tidak mau Djenar juga ikutan masuk ke kamar kost nya.

Paula dan Djenar memang sama-sama satu kosan di Jakarta, tapi kamar mereka sendiri-sendiri. Kost yang cukup elit di kawasan Jakarta Selatan. Dari awal bekerja di Jakarta, mereka memang sudah kost disini, tidak pindah-pindah sama sekali.

Kost yang dihuni Djenar cukup luas juga kamarnya dibandingkan dengan kost pada umumnya. Empat kali empat meter dengan kamar mandi dalam, lengkap dengan water heater, shower, kloset duduk, wastafel, tempat tidur berukuran seratus enam puluh sentimeter, satu lemari besar, mini kitchen untuk memasak makanan sederhana dan meja kerja yang cukup luas.

Ada fasilitas gratis laundry juga yang disediakan oleh tempat kost nya, kemudian free air minum yang bisa diambil di setiap lantai. Kamar Paula ada di lantai dua, sementara Djenar di lantai satu. Cukup nyaman, sangat nyaman malah bagi Djenar, tentu saja dengan jumlah uang yang tidak sedikit harus Djenar keluarkan dari rekeningnya setiap bulan tapi sepadan dengan kepuasannya.

Buku Resep CintaWhere stories live. Discover now