9. Bruno

789 91 6
                                    

Happy reading, jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih.

***

Setelah membuat seisi rumah panik dengan hilangnya, Djenar bisa-bisanya kembali tanpa rasa bersalah dengan menggendong anak anjing. Seragam sekolahnya sudah kotor, bahkan bagian belakang roknya robek hampir lima belas sentimeter. Anak anjing yang dibawa Djenar juga sama kotornya.

Djenar masih berdiri di depan pintu rumah, belum diizinkan masuk oleh Wisnu. Anehnya Genta juga tidak beranjak dari sana meskipun lelaki itu diam, tidak bicara apa-apa. Dia bahkan tidak mau repot menjelaskan pada Wisnu dan Sofia.

Di belakang Wisnu Sofia tampak khawatir dengan Djenar, sementara Listia sudah sejak tadi berusaha sekuat tenaga menahan tawanya. Dia bahkan sampai menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Ini yang kamu lakukan sampai malam?" pertanyaan Wisnu memang biasa, tapi nadanya itu membuat Djenar merinding.

"Kasihan Om..." jawab Djenar sekenanya. Membuat Genta yang berdiri di samping Djenar memejamkan matanya sesaat. Sudah pasti membuat Wisnu murka.

"Kasihan? Kamu kasihan sama anak anjing ini sampai masuk got malam-malam begini? Untung Genta yang menemukan kamu, kalau orang jahat bagaimana? Mau jadi apa kamu? Ponsel tidak bisa dihubungi." bentak Wisnu.

Genta menoleh ke samping dan menunduk, menatap Djenar yang hanya diam. Hebatnya anak ini tidak gentar sama sekali menerima teriakan dari Wisnu. Djenar malah sibuk menggoyang-goyang kecil tangannya karena Bruno yang ketakutan.

Tidak mendapatkan jawaban apa-apa dari Djenar malah makin membuat Wisnu geram. Apalagi melihat tingkah Djenar yang lebih fokus pada anak anjing di dekapannya dibandingkan memberikan penjelasan pada Wisnu.

Genta menyenggol pelan lengan Djenar dengan lengannya. Yang disenggol malah tidak sadar. Dia balik menatap Genta dengan wajah polos sambil bertanya kenapa. Saat Genta memberikan isyarat pada Wisnu, Djenar baru sadar dia baru saja mengabaikan Wisnu.

"Oh, maaf Om. Djenar lupa charger ponsel Djenar tadi sore. Nggak bawa charger juga." Wisnu menggeleng. Dia sudah tidak bisa berkata apa-apa pada Djenar lagi. Sofia malah sudah gatal sejak tadi ingin menyuruh Djenar masuk. Namun sepertinya suaminya belum puas kalau belum menguliti Djenar habis-habisan.

Belum lagi sekantong makanan anjing yang dibawa oleh Genta sejak tadi menjadi perhatian Wisnu. Sempat-sempatnya Djenar meminta mampir ke minimarket untuk membeli makanan anjing. Padahal satu rumah sudah seperti kebakaran karena dia yang belum juga pulang.

"Mau kamu apakan dia?" Wisnu menunjuk anak anjing di gendongan Djenar dengan dagunya.

"Kasih makan dulu boleh nggak Om? Kasihan dia kelaparan. Nanti baru Djenar pikirin Bruno mau diapakan. Kalau maunya Djenar sih sama kita aja. Tapi Om nggak bakalan mau kan?" buru-buru Djenar menambahkan kalimat terakhir sebelum Wisnu murka.

Akhirnya Wisnu bergeser dari pintu, membiarkan Djenar dan Genta masuk. Meskipun sebenarnya dia berat hati, apalagi dengan adanya anak anjing yang Djenar bawa masuk. Namun untuk hal yang satu ini Djenar cukup pengertian.

Dia berjalan ke dalam mengambil mangkuk, kemudian keluar lagi dan meletakkannya di teras lantai. Djenar meminta makanan Bruno yang masih berada di tangan Genta. Menuangkan sedikit, karena Bruno memang masih kecil, jadi menurut Djenar Bruno belum butuh makan yang banyak.

Perlahan Djenar membantu Bruno terbiasa. Dia menyuapi Bruno dengan telaten. Tentu saja tidak luput dari tatapan semua orang disana. Setelah Bruno tahu kalau itu adalah makanannya, Djenar kembali ke belakang membawa satu mangkuk kecil berisi air. Meletakkannya di samping Bruno yang sedang makan.

Buku Resep Cintaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें