27. Permainan Dimulai

899 79 3
                                    

Happy reading!! Jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih.

***

Genta tidak menolak ketika Djenar memaksanya untuk mengantarkan wanita itu kembali ke Jakarta. Genta sudah mumet dengan semua yang terjadi. Belum lagi tawaran Djenar barusan tambah membuatnya pusing, dan Djenar memaksa Genta untuk menceritakan semuanya.

Dia sudah ingin berhenti dengan semua yang terjadi. Setelah melibatkan Djenar, rasanya Genta tidak punya alasan untuk menutupi semuanya. Arum tahu semuanya, semua tentang dirinya.

Dia tahu seperti apa Djenar saat mengejar-ngejar Genta dulu, tentu saja tidak spesifik karena Genta yang bercerita berdasarkan apa yang dirasakan lelaki itu dulu. Makanya Arum bisa dengan kreatifnya menjadikan masa lalu mereka sebagai alasan agar suaminya tidak curiga sama sekali. Siapa yang sangka ternyata Djenar dan Bambang juga punya urusan mereka sendiri.

Djenar marah? Tidak, Genta tidak menangkap adanya kemarahan di sana. Djenar tenang, sudah Genta katakan kan kalau anak kecil yang dulu selalu mengikutinya ini sudah bukan anak kecil lagi. Jadi jangan harap bisa melihat Djenar yang menyebalkan dengan kelakuan anehnya lagi.

Kalau dulu Genta bisa dengan mudah menebak apa yang akan Djenar lakukan, sekarang hanya sekedar mereka-reka apa yang Djenar pikirkan saja dia tidak bisa. Raut datar Djenar membuat Genta semakin penasaran apa yang akan dilakukan oleh wanita itu.

Arum wanita yang tangguh, tidak akan mudah bernegosiasi dengan Arum. Dia pebisnis handal, terbiasa menghadapi banyak orang. Kalau mau jujur, apa yang mau Djenar lakukan? Dari segi usia dan pengalaman Djenar kalah jauh. Bagaimana dia mau membungkam Arum dan melenyapkan wanita itu selamanya dari ruang lingkup mereka? Genta yang sudah bersama selama lima belas tahun saja tidak yakin Arum mau mengakhiri hubungan ini dengan mudah.

Kalau Arum memang mau mengakhirinya, dia tidak akan repot-repot menjadikan kisah masa lalu Djenar dan Genta sebagai alibi untuk suaminya. Wanita itu juga tidak harus mencecar Genta dengan beberapa pesan dan telepon yang luar biasa banyak.

Genta marah, bohong kalau dia tidak marah. Kesabarannya ada batasnya. Lima belas tahun bukan waktu yang singkat. Saat terakhir kali di kafe Arum sebegitu berusahanya meyakinkan Bambang kalau tidak ada hubungan di antara mereka, dia sakit hati. Bahkan Arum tidak mau repot-repot menatapnya lagi. Belum lagi kata-kata Djenar. Dia bukan prioritas wanita itu. Memang benar, Genta tahu hanya terlalu bodoh untuk menerima kenyataan.

Genta menoleh sekilas pada Djenar yang sedang menikmati pemandangan jalanan di samping. Mungkin malam hari nanti mereka baru sampai di Jakarta. Genta masih memikirkan tawaran Djenar tadi, namun apa dia punya pilihan? Tawaran Djenar seolah seperti jawaban atas semua kekacauan yang sudah dia buat.

Tapi Genta juga tidak ingin bermain-main lagi. Apa dia bisa menjalani semuanya bersama Djenar? Mereka tidak mungkin berpisah begitu saja kan setelahnya. Itu sama saja cari mati, bunuh diri. Lebih baik dari awal saja tidak usah dilakukan.

"Dek..." kata Genta pelan, takut mengganggu Djenar yang hanya asik bengong. Genta menghela nafas, sejak kapan dia jadi takut pada Djenar? Sejak insiden di kafe waktu itu sepertinya.

Pelan, Djenar menoleh pada Genta. "Kenapa Mas?" Tanya Djenar.

"Jangan lakukan ini, aku rasa kita sudah terlalu jauh. Pura-pura pacaran tidak akan menyelesaikan semuanya, menikah juga bukan untuk main-main. Kamu sudah lihat aku, apa yang aku dapatkan dari mempermainkan sebuah pernikahan. Aku gak mau melakukannya dua kali." kata Genta serius. Djenar terkekeh mendengarnya.

"Sesusah itu ya Mas untuk jatuh cinta sama Djen?" Genta tertegun dengan pertanyaan Djenar, kemudian dia menghela nafas.

"Bukan masalah itu, kalau kita gak mau bawa ini ke pernikahan semuanya akan gagal dan percuma kan? Pernikahan gak semudah itu dek, yang sama-sama cinta saja bisa berakhir berpisah, apalagi kita?" Genta mencoba memberi pengertian.

Buku Resep CintaWhere stories live. Discover now