chapter3- Flashback

4.6K 276 2
                                    

Lunara tak mampu berkata -kata saat melihay Devon berdiri di hadapannya. Pemuda itu setinggi Surya, sama -sama berotot dan terlihat sixpack. Rambutnya yang sedikit ikal dibiarkan jatuh pada bahunya dan senyumnya masih tetap memikat. Dia sungguh telah mengalami efek puberty.

"Kapan kamu... pulang?"
Lunara menahan nafas, lalu memaksakan diri agar nampak tidak terlalu terkejut.

"Baru dua hari." Devon tersenyum pelan lalu mengedikkan bahunya. "Ayo bicara di tempat lain. Sudah banyak penonton yang mengamati kita sedari tadi."

Lunara mengangguk canggung, lalu mrngekor Devon yang kelihatannya sudah hafal jalan ke taman sekolah dan membawanya duduk di salah satu bangku.

"Nih, minum."

Sebotol minuman ion disodorkan Devon pada Lunara yang mulai melamun lagi. Dia tersenyum, kini sama kikuknya dengan Lunara. "Jangan melamun deh. Apa aku membuatmu terlalu terpesona?"

Jujur. Iya! Devon terlalu perfect dan kini dia kembali dalam kehidupan Lunara setelah menghilang bertahun -tahun dan menjadi memori.

"Enggak tuh. Jangan kepedean."

Tawa renyahnya masih sama. Hanya, dulu suara cempreng khas anak sepuluh tahun, kini dia lebih dewasa dan entah membuat Lunara tidak mampu berpikir jernih dalam kepalanya.

"Maaf."

Lunara menatap Devon yang duduk berpangku kaki di sampingnya. Pemuda itu balas menatapnya dengan tatapan yang tak dimengerti Lunara.

"Maaf? Kenapa kau minta maaf?"

"Melihat wajahmu sekarang, entah mengapa membuatku merasa bersalah."

Lunara terdiam sejenak, lalu mulai berbicara.

"Tidak perlu meminta maaf dan.. aku tak pernah memberitahu Surya apa yang terjadi hari itu. Bertemanlah dengannya seperti biasanya. Tapi, kumohon... jangan berbicara lagi denganku."

Gadis itu bangkit berdiri, menyelipkan beberapa helai rambut kusut ke balik telinganya. "Aku duluan"

Hati Lunara merasa sangat sakit. Devon adalah luka yang menyisakan berbagai bekas dan kini ketika dia kembali, luka itu kembali menganga dan menimbulkan rasa sakit.

Flashback on

7 tahun yang lalu, Lunara 10 tahun

"Dasar centil! Kamu deketin Devon sama Surya! Mentang mentang cantik dikit!"

Lunara tidak melawan saat anak -anak perempuan itu menjambak rambutnya dan menariknya masuk ke dalam gudang olahraga. Dia meringis kesakitan saat mereka mendorongnya ke arah tumpukan balok kayu.

"Tuh! Rasain! Dasar anak gatau diri! Kalau Surya sama Devon baik sama kamu,bukan berarti kamu bisa seenaknya deketin mereka!"

Pintu gudang dibanting hingga tertutup, dikunci dari luar. Lunara menangis, terisak sambil menahan rasa sakit pada lengannya yang memar.

Sore itu, dia menunggu selama 3 jam hingga pukul 6 sore pa satpam menjemputnya karena ada laporan hilangnya dirinya yang terkunci di gudang.

Saat dia berhasil keluar, Lunara balas menatap Devon yang berdiri di hadapannya, di samping Surya dan orangtuanya yang menatapnya khawatir. Anak lelaki itu mengalihkan pandangannya.

"Kenapa kamu ada di dalam, Lunara?" Sahut papa dengan nada khawatir. "Tanganmu? Kenapa memar begitu?"

Lunara menggeleng. "Aku terkunci saat sedang menaruh peralatan olahraga. Dan.. ini karena terjatuh."

Dia tidak berbohong. Tapi dia tak bisa mengatakan lebih dari itu. Surya memeluknya erat,seperti adik kecil berkebalikan dengan usia mereka yang terpaut 1 tahun.

Satu hal yang Lunara ketahui dari kejadian itu adalah Devon yang memberitahu semua orang tentang keberadaannya. Fakta yang mengiris hati Lunara adalah Anak lelaki itu sama sekali tidak berniat menolongnya.

Flashback off

Sejak saat itu,Devon pindah ke Singapura. Mereka tak pernah berkomunikasi lagi. Lunara pun melupakan cinta pertamanya yang menyakitkan, membuatnya tak percaya lagi akan cinta.

One Last Wish (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang