chapter 22 Sang Rembulan yang merindukan Fajar

3.6K 184 2
                                    



Devon pov

Operasi itu berlangsung ketika aku baru saja sadar. Tubuhku sangat lemah dan bahkan aku tak bisa meninggalkan kamar. Siang itu, hidupku terasa abu -abu, wajah Lunara terbayang dalam benakku, wajahnya yang ceria, wajahnya yang penuh rona kehidupan.... aku merasa tak berdaya, aku menjanjikannya banyak cinta, tapi kenyataannya tak ada yang mampu kuberikan padanya.

"Devon, kenapa wajahmu seperti itu?"

Surya sudah berdiri di ambang pintu, dia memandangku dengan senyuman lemah. kantung matanya membengkak dan kuyakin setengahnya adalah salahku. Aku mengisyaratkannya untuk masuk dan duduk di dekatku.

"Bagaimana keadaan Lunara?"

"Yah... aku tidak tahu. Tapi, kuyakin dia baik -baik saja."

Aku mengangguk pelan. Gadis itu... dia tengah menghadapi hidup dan matinya. Apa yang dia katakan padaku dalam mimpi membuat hatiku berdenyut dan sangat sakit. Surya menyentuh pundakku. Sifat cengengnya saat kita masih kecil dulu kembali muncul. Dia terisak sambil mengelap air matanya yang tak kunjung habis.

"Bodoh. kenapa kau menangis seperti bocah?"

Surya menatapku dengan mata berkaca -kaca. "Aku sangat takut.... Aku tak sanggup melihatmu ... melihat Luna... Kalian berada dalam kesulitan dan... hanya aku yang hidup baik -baik saja...."

"Apanya yang baik -baik saja? Justru kaulah yang merasa lebih kesulitan, tiap hari merawat kami yang tak bisa berbuat apa -apa. sudah berapa lama kau cuti sekolah?"

"Sekitar dua minggu..."

"Besok kembalilah ke sekolah...."

Surya yang keras kepala menggeleng. "Aku akan tetap di sini sampai kalian sembuh."

Malam harinya, ayah dan ibu Lunara datang. mereka berkata bahwa operasi Lunara sudah berhasil. dia akan segera sadar ketika pengaruh obat biusnya menghilang. Aku mendengarkan berita itu tak percaya. dan benar saja, tiga hari sesudah operasi Lunara sadar.

***

Lunara pov

mimpiku itu terasa begitu indah. Devon memelukku, mencium bibirku lembut. Aku merasa tubuhku sangat ringan dan rasanya menyenangkan. Saat itu pula, aku melihat bayangan masa kecil kami. Aku sedikit yakin bahwa kilas balik ini merupakan salah satu penanda bahwa waktuku memang sudha tak banyak. Tapi, aku mengingat satu hal yang hampir kulupakan. Ibuku pernah membacakan sebuah cerita, sebuah kisah tentang Dewi Bulan yang merindukan Fajar.

Alkisah di sebuah negeri dongeng yang sangat jauh... Hiduplah seorang Dewi bernama Bulan. seperti namanya, tugas Dewi Bulan adalah melindungi bulan. Dia hidup sendirian dan sering merasa kesepian di atas langit. Tapi, setiap pagi datang, dia selalu mengamati seorang Pangeran yang bersanding di sampingnya, mengisi tempatnya di langit. Walaupun hanya berlangsung selama beberapa jam, Dewi Bulan mulai menaruh perasaan pada Pangeran yang sangattt bercahaya dan rupawan itu. Setiap menunggu waktunya bertugas, hati sang Dewi dipenuhi debaran kencang.

Suatu hari, Dewi Bulan yang pendiam dan pemalu menguatkan hatinya dan menanyakan nama sang Pangeran. Fajar, katanya. Untuk beberapa lama, sang Pangeran pun jatuh cinta pada Dewi Bulan, dan mereka memutuskan untuk bersama. saat mereka bersama, hari di dunia manusia menjadi kacau. Malam tak pernah datang karena Pangeran Fajar tak ingin meninggalkan Dewi Bulan sendirian. Dewa Langit menjadi marah karena keegoisan keduanya.

sejak saat itu, Bulan dan Fajar takkan bisa bersama. Mereka hanya akan bertemu saat terjadi gerhana. Hari itu, selama beberapa menit Fajar dapat merengkuh bulan yang begitu merindukan dirinya, sama seperti dirinya yang merindukan Bulan. Sang Dewi terus bersinar di langit, memantulkan cahaya dari Fajar yang begitu dikagumi dan dicintainya. sekarang dan selamanya.

Kurasa kisah itu mirip dengan kisahku. sebagaimanapun aku mencintai mereka yang ada di sekitarku, kami takkan bisa bersama. Aku menyadari takdirku, sangat jelas. Kanker ini membawa sebuah pengertian dalam hatiku bahwa manusia harusnya lebih mensyukuri apa yang kita terima karena suatu saat , mereka dapat meninggalkan kita.

Tuhan, dapatkah Engkau memberiku satu hari untuk melihat mereka yang kucintai?

***

Aku mengerjab dua kali. Pandanganku sedikit mengabur, tapi aku dapat melihat selang -selang yang memasuki hidung dan mulutku. Kepalaku berdenyut tak karuan sampai aku mendengar sebuah suara yang sangat kurindukan.

"Luna....?"

"Dee....vo?"

Pemuda itu tersenyum. Dia duduk di sisi tempat tidurku, duduk manis dengan sepasang tongkat bersandar di dinding. Devon meraih tanganku. rasanya hangat dan menenangkan.

"Apa ada yang kauinginkan?"

Aku berpikir... Aku ingin bertemu dengan Fajar, seperti Dewi Bulan. "Ja...lan.... ja...la..n"

"Tentu. aku akan memanggil orangtuamu dan Surya.... maukah kau menungguku?"

Aku mengangguk pelan. Tubuhku sedikit lemas, tapi anehnya aku merasa baik baik saja. Kakiku dapat bergerak dan tanganku tidak kebas. Devon, dia seperti mengerti apa yang kuinginkan. karena harapanku adalah dapat melihat wajahnya saat pertama kali membuka mata ini. Aku juga merindukan Alex dan Marika... aku merindukan ayah dan ibuku... Aku merindukan Surya...

Siang itu, mereka mendudukkanku di atas kursi roda. Semua orang menangisiku, merasa lega karena aku sadar dari tidurku. Mereka memelukku erat. tak rela kehilanganku untuk yang kedua kalinya. Tapi, aku tak mampu mengatakan apapun bahwa mungkin inilah hari terakhirku di dunia ini. Devon tak menangis, dia menangkap pesanku dan dia seperti telah mengetahui apapun yang ingin kukatakan.

Aku tidak punya banyak teman di sekolah. Tapi, hari itu semua orang yang kutahu dan bahkan yang tak kukenal datang ke rumah sakit. Mereka menangis, mereka memelukku erat, mengatakan agar aku cepat sembuh dan dapat kembali ke sekolah. Mereka menyentuh hatiku dengan apa yang tak pernah kuterima selama hidupku. Surya menyentuh tanganku yang kurus, lalu berbisik di telingaku lembut. "Aku mencintaimu, Luna."

Senyumku terkembang. "M.aa..ka...si..."

Kutengadahkan kepalaku, menatap matahari yang bersinar dengan terik di atas sana. Fajar. dia pasti merindukan sang Dewi, begitu pula dengan sang Dewi.

"Aku mencintai kalian."

Semua orang menatapku dalam kebisuan, bibirku yang bisa mengatakan tiga kata itu dengan lancar seolah terbungkam dengan isakanku. air mataku meleleh, dan jatuh ke tanah. Devon memelukku erat. "Kami tahu, jangan katakan apapun lagi. Kami mencintaimu juga, Lunara."

Alex dan Marika mengatakan padaku bahwa mereka akan segera rujuk. Dia meminta restuku, dia ingin meresmikan dirinya sebagai ayah dan ibuku yang sah. Aku menyukai ide itu karena mereka sangat bahagia bersama. Tapi, mungkin aku tak bisa hadir saat resepsi itu diadakan.

Mereka takut aku kelelahan, dan membawaku kembali ke ruangan. Hari sudah hampir sore dan aku pun merasa lelah. aku berbaring lemas. Semua tenaga yangkudapatkan seolah menguap. Aku meminta waktuku bersama Devon.

"De..."

"Ssssttt. Aku akan menungguimu sampai kau tidur. Tidurlah dengan nyenyak dan aku akan tetap di sini, sampai kau terlelap." ujarnya dengan lembut, sambil membelai pipi dan lenganku.

Perlahan, aku memejamkan mataku dan saat itu aku tahu, bahwa aku takkan kembali ke dunia ini.

***

One Last Wish (Completed)Where stories live. Discover now