chapter 21 Impian

3K 158 2
                                    

Aku selalu bermimpi untuk terbang setinggi mungkin, meraih jemari mungilmu untuk turut bersamaku mengejar bintang...

Badai akan kita lalui bersama,

hanya kau dan aku.

***
Devon pov

Aku tidak sadar berapa lama telah duduk di sini. Semuanya gelap dan aku tak bisa merasakan apapun.

Bau, rasa sakit, bahkan aliran waktu... aku tak bisa merasakannya.

Tidak ada siang atau malam, tak ada cahaya maupun kegelapan.

Aku merasa buta, tapi anehnya aku bisa melihat.

Entah berapa lama aku ada di sini. Aku lelah menunggu. Ingatanku samar walau kuingat bagaimana detail kecelakaan yang menimpaku. Bagaimana kabar pa supir? Apa dia selamat? Atau berada di ambang hidup dan mati sepertiku?

Mungkin aku takkan kembali. Setiap detik aku di sini, aku merasa sia -sia. Hidupku berakhir bahkan aku tak sempat mengucapkan selamat tinggal pada semuanya....

"Devon...."

Aku mengerjab. Kami bertatapan dalam diam. Sosok yang kurindukan tengah balas menatapku. Dia tampak cantik dan bercahaya dalam balutan gaun putih berenda, membuatku mengingat malam prom yang kami hadiri waktu itu.

"Apa kabar?"

"Baik. Yeah mungkin tidak. Kau... masih hidup, kan?"

Lunara memberengut. Tapi sumpah, tampangnya jadi imut. "Tentu! Dasar kurang ajar. Kau yang tak menepati janjimu!"

"Aku ingin menemuimu, segera. Apa daya kalau aku terjebak di sini?" Ucapku sambil menggeleng. "Apa yang kaulakukan di sini?"

"Tentu saja menjengukmu. Sama seperti yang sering kaulakukan untukku." Lunara tersenyum. "Ayo pulang. Saat kau sadar, aku akan segera menjalani operasi pengangkatan tumor. AKu ingin melihatmu dulu, agar tenang... lunara di sana sangat sedih dan kesepian..."

"Operasi? Tapi... tingkat keber..."

Lunara berputar, membuat gaunnya berkibar. "Aku tahu... ini adalah upaya terakhir yang bisa kulakukan. Mungkin nanti adalah terakhir kalinya aku yang ada di sana bisa bertemu denganmu."

"Kenapa....?"

"Semua orang ingin aku melakukan yang terbaik. Tapi sampai kapanpun aku tak bisa melawan kehendak yang di atas. Waktuku sudah habis. AKu pun sangat ingin melakukan yang terbaik sampai akhir. Walaupun mungkin sudah waktunya kalian semua move on dariku dan menjalani hidup kalian."

Aku mengelap mataku yang mulai basah. Dia tersenyum lalu mendekatiku, menghapus air mataku dengan jemarinya. Hangat...

"Devon, aku mencintaimu... sangat mencintaimu... sejak kita masih kecil dulu. Aku selalu ingin menjadi pengantinmu...." ucapannya terhenti, dia mulai terisak tapi terus berbicara. "Tapi .. mungkin ada gadis yang lebih baik dariku, gadis yang bisa memberimu kebahagiaan bukannya kesedihan seperti yang kuberikan padamu...."

"Aku juga mencintaimu..."

Aku memeluknya, erat. Dia balas memelukku. Dia menengadah, menatap wajahku. Kupikir, aku akan memberinya satu kenangan yang tak terlupakan untuk terakhir kalinya. Kucondongkan tubuhku, lalu menunduk. Bibir kami bertemu dalam kebisuan. Air matanya mengalir semakin deras.

"Devon..." lunara mengerjab. " first... kiss...ku..."

Aku tertawa. "Ini hadiahmu."

".... "

Lunara tertawa. Dia memelukku erat dan aku tak ingin melepaskannya.

Saat itu sebuah lubang terbentuk di dinding kegelapan. Lunara menarik tanganku. "Sudah waktunya kau bangun, Pangeran Tidur."

Lunara mendorongku melewati lubang. Dia melambaikan tangannya tapi tak ikut bersamaku. Dinding itu tiba -tiba merapat dan aku kehilangannya.

"Sampai jumpa Devon." Ujarnya lembut." Sampai jumpa di kehidupan berikutnya. Sampaikan salamku pada semuanya. Katakan : aku mencintai kalian semua!"

Setelah itu semuanya gelap kembali.

***

Aku mengerjab. Ruangan putih... bau antiseptik yang memuakkan... selang dan masker yang menempel di wajahku...

Aku ada di rumah sakit.

Kucoba menggerakkan kakiku.... tidak bisa. Semua tubuhku kaku dan kebas. Mungkin hanya mataku yang bebas jelalatan. Aku menatap ke sisi kanan, ke arah kaca yang membatasi ruangan ini. kulihat Surya, dengan matanya yang besar balas menatapku.

Lunara benar. Aku belum mati. Tapi entahlah aku juga tak merasa hidup.

"Devon! Dia sadar!!" Pemuda berisik itu berteriak ke sana kemari, mungkin mencari perawat. Air mataku mengalir.

Luna, terima kasih. Karena telah membawaku kembali..

Walau kembalinya aku hanya berarti perpisahan denganmu.

Aku mencintaimu... dan katanya 'first love never end'...

Tentu benar, dan itu berlaku untukku juga untukmu.

***

okee... chapter ini pendek. Mohon dimaafkan ><

Happy reading,

Salam, Mashi ^^

One Last Wish (Completed)Место, где живут истории. Откройте их для себя