chapter 4- Pemuda itu

4.5K 263 4
                                    

Lunara pov

"Kami pulang! Luna, Surya!"

Surya terlebih dahulu berlari menuruni tangga untuk menyambut Papa dan Mama.

"Bagaimana kabarmu?"

Papa mengacak rambutku, sambil tersenyum .canggung sekali rasanya. Aku mengerti, bagaimana kabar 'penyakit'ku lah yang lebih dikhawatirkannya. Beberapa kali aku merasa kanker otak ini menjadi anggota keluarga tetap. Setidaknya acara 'bagaimana kabarmu' mulai menjadi rutinitas sejak beberapa hari yang lalu.

"Kami bawa teman untuk kalian. Dia akan ikut makan malam bersama kita. Luna, Surya sana ganti baju, kita pergi!!"

Lunara membiarkan dirinya diseret si jangkung Surya menaiki tangga dan dilempar masuk ke dalam kamar secara kurang biadab. Tapi, lunara tersenyum simpul. Surya sangat menyukai ide makan bersama yang biasanya dilakukan hanya 4kali setahun.

Papa ulangtahun, mama ulangtahun, Lunara ulangtahun dan surya ulangtahun.

Lucu memang. Tapi inilah keluarga Prasmana.

***
Beberapa saat kemudian, kami sudah sampai di sebuah restoran mewah yang membuat Lunara sedikit meringis melihat penampilannya. Jeans dan sandal jepit. Pilihan yang bagus karena papa tak mau memberitahu kemana kami akan makan malam.

"Siapa nih secret guest nya?" Ujar Surya sambil mendesak papa dan mama.

AKu baru saja meneguk airku saat sebuah suara yang sangat sangat kukenal menyapa. Berat dan dalam. Milik Devon Aditya Lesmana.

"Halo, om, tante, Sur. Apa kabar?" Setelah menyapa orangtuaku dan Surya, dia kembali menatapku, lalu memaksakan senyumnya. "Halo, Ara."
Terpaksa dan canggung. Itulah yang kulihat darinya saat ini, terlepas dari penampilan luar biasanya dengan sepatu kets dan sweater tipis biru navy yang melekat di atas kemejanya.

"Jangan panggil aku Ara." Gerutuku dalam hati, berusaha menepis keinginan tanganku yang ingin meninju wajah tampannya.

Devon pov

Dia membenciku dan aku tak pernah menyalahkannya karena berbuat demikian. Pembicaraan kami tadi siang sudah cukup memberiku batas dimana aku tak boleh memasuki hidupnya lagi

She's no longer the same Lunara i have known since we were kid.

Dia tak lagi gadis manis yang sering tersenyum, dimana cantik dan polos adalah nama tengahnya. Pintar dan ramah pada semua orang. Sedkit pendiam tapi menarik.

Kini dia adalah Lunara yang asing. Seseorang yang tak kukenal lagi.

Aku tahu semuanya dimulai saat itu, saat dimana semua melodi berubah jadi abu -abu. Kepergianku ke Singapura meninggalkannya tanpa penjelasan.

"Hei, Devon! Long time no see. Aku kangen padamu, pasti Lunara juga begitu." Surya menatap kakaknya sambil tersenyum.

Lunara tersenyum balik pada Surya. Tapi memasang wajah masamnya padaku. Dia membuatku putus asa. Sangat! Karena tak mampu berkata apa- apa.

"Nak Devon sekarang sekolah dimana? Baru pulang beberapa hari lalu ya? Maaf karena baru sempat menyapa."

"Tidak apa tante, Mama dan Papi di Singapura titip salam juga. Aku sekolah di SMA Bakti Luhur."

"Wah, satu sekolah sama Luna dong, Von. Titip anak om ini ya.."

Lunara mendengus lalu memutar bola matanya. AKu rasa sekolah di tempat yang sama dengannya takkan membuat kami seperti dulu.

"Aku mau ke toilet." Ujarnya.

Surya hendak berdiri dan mengikutinya, tapi lunara menahan dahi saudaranya dan melenggos pergi. Tak berapa lama setelah dia pergi, aku juga pamit ke toilet.

Disanalah aku menemukannya, terhuyung lemas di depan toilet perempuan.

"Are you okay?"

Lunara menatapku. Tatapan yang tidak kumengerti. Seolah mengatakan sesuatu. Namun, dia akhirnya menggeleng.

"I'm okay."

Dia meninggalkanku seperti stranger. Aku menghela nafas dan memasuki toilet.

Pov end

Lunara mengutuk tubuhnya. Dia merasa sangat lelah dan nyaris runtuh di depan toilet. Devon ada di sana, membuatnya bertahan.

Suaranya terdengar lembut dan hangat. Hati Lunara mencelos. Devon adalah sahabat masa kecilnya. DIa sangat berharga sekaligus cinta pertamanya.

Kata dimaafkan sudah terlontar dari bibirnya. Lunara hanya tidak siap. Dia tidak lagi membenci Devon, hanya saja dia tidak ingin sesuatu yang sudah dipendamnya kembali muncul, menghancurkan waktunya yang tersisa untuk hidup.

Rasa sakit hatinya muncul saat melihat figur pemuda itu.

Sosok yang meninggalkannya telah kembali seperti kolase, perlahan melekat kembali, memulai jejak baru yang bahkan tak ingin diketahuinya.

One Last Wish (Completed)Where stories live. Discover now