chapter 6- Lil Bro & Him

4.2K 252 5
                                    

Setelah pengakuan Lunara, Surya tidak berbicara apapun pada kakaknya itu. Dia merasa dunia ini tidak adil karena melimpahkan hal buruk pada kakaknya itu. Kenapa harus Lunara?

"Surya?"

Lunara menatap Surya sambil menyunggingkan senyum kecil. Dia merasa timing pengakuannya tidak tepat. Benar saja. Surya tidak membalas panggilannya, pemuda itu duduk di bangkunya dengan mulut terkunci rapat. Dia sudah mendengar kabar bahwa kakaknya menolak segala macam pengobatan, hatinya semakin gusar dan takut. Ia merasa tak mampu bila harus ditinggalkannya....

"Luna, kamu sudah memberitahu Surya?" Ujar Mama pelan, menangkap perubahan sikap anak -anaknya.

"Sudah dan dia bahkan tak mau melihat wajahku lagi." Sahut Lunara sambil melirik Surya dari sudut matanya, berharap Surya menampakkan reaksi. Tapi dia hanya menatap kaku jendela mobil seolah banyak hal menarik dilihatnya. Semua orang bisa tahu kalau dia shock, melebihi Lunara yang menderita penyakitnya.

"Kalau Devon? Kamu sudah memberitahunya?" Tambah Papa.

"Belom..." Lunara mendesah dalam hati. Devon menguping pembicaraannya dengan Surya dan pasti mendengarnya. Ia sendiri sangat terkejut ketika melihat Devon menitikkan air matanya, matanya yang coklat larut dalam lautan cairan, menatap sendu Lunara dalam kebisuan.

"Aku akan pindah ke sekolah Luna."

Ucapan Surya membuat semua orang terkejut. Dia diam selama beberapa saat dan mulai berbicara tanpa aba -aba. Lunara melirik Surya, dia balas melirik Lunara.

"Kau takkan bisa menghentikanku. Aku pindah secepatnya."

Papa dan Mama bukanlah orang kaya. surya bisa masuk SMA nya sekarang karena beasiswa. SMA Lunara jelas bukan merupakan pilihan terbaik untuknya.

"Baiklah. Kami akan mengurusnya." Ujar Papa kemudian. Surya kembali membisu. Saat itulah Lunara menyadari betapa Surya menyayangi dirinya.

"AKu menyayangimu juga, Surya." Balasnya dalam hati.

***
Lunara pov

Kami berpisah di atas tangga. Dia masih tidak menatapku. Geram karena aku tak mengatakannya secepatnya dan sangat gundah karena tak mempercayai vonisku.

"Surya..!! Kamu mau gitu sampai kapan??"

Surya menoleh menatapku. Tatapan sendu yang beberapa kali sudah kulihat hari ini.

"Kenapa tidak memberitahuku? Apa aku tak penting?"

Aku tak kuasa melihatnya yang mulai menitikkan air mata. Surya tidak pernah menangis sejak masuk TK. Dia anak yang pintar cerdas dan kuat. Melihatnya seperti itu membuat hatiku hancur.

"Kamu terlalu penting , aku tak kuasa memberitahumu."

Tubuhku mulai oleng, pandanganku mengabur. Surya bergegas menghampiriku, memapah tubuh kurusku menuju kamar.

"Istirahatlah, Luna. Aku akan mengantarmu check up besok."

Aku mendapat sebuah kecupan ringan di kening. Surya tersenyum sebelum meninggalkan ruangan. punggungnya terkulai, betapa kecewanya dirinya karena aku menunda mengatakannya.

Aku langsung terdiam, mataku mulai berair. Aku terlalu egois dan memikirkan diriku sendiri. Surya, Papa dan Mama menyayangiku. Meninggal tanpa berusaha membuat diriku jadi sangat kejam. Aku tak memikirkan ada orang orang yang akan merasa kehilangan dan sedih karenaku. Ya. Keluarga kecil dan matahariku.

***
Surya pov

AKu menyayangi Lunara, sangat. Berita itu tak bisa membuatku tidur lelap. Beberapa kali aku terbangun dalam mimpi buruk dimana Lunara meninggalkanku sendiri. Semuanya terasa menyeramkan.

"Surya..."

Lunara memasuki kamarku sambil membawa bantalnya. Matanya berair, aku dapat melihatnya dengan jelas walaupun dalam keremangan.

"Luna?"

Kakakku terlihat begitu lemah dan ringkih, dia berjalan mendekatiku yang duduk di atas tempat tidur.

"Aku takut.."
Dia mengucapkannya dengan suara bergetar. Getarannya terasa menyedihkan dan perih.

Aku mengisyaratkannya untuk berbaring di atas tempat tidurku. Dia menurut dan mulai terisak di balik selimutku.

"Aku takut... aku bermimpi buruk... hik.. aku tak sekuat yang kubayangkan... hik.. hik... aku tidak ingin mati..."

HAtiku mencelos. Aku pun mengutuk takdir kejam yang menimpanya. Lebih baik aku yang menggantikannya, semua penderitaannya demi menebus masa lalu yang bahkan tak diingatnya.

Kenapa harus Lunara? Kenapa harus gadis itu?

Malam itu, dia tertidur setelah sesenggukan selama 40 menit. Aku tertidur pula tak lama kemudian. Mimpi burukku berganti. Kini bukan Lunara yang meninggalkanku. Akulah yang melangkah ke dalam 'kehampaan'.

***

"Suryaa!! Lunara hilang.."

Teriakan Mama terhenti saat memasuki kamar putranya, mendapati kedua anak itu tengah tertidur pulas.

Dia tak sanggup mengganggu wajah damai mereka. Seakan menatap bayi yang baru lahir, ekspresi keduanya sangat tenang.

Lunar dan Surya , dua nama yang melambangkan dua benda langit. Matahari dan bulan. Surya adalah matahari, Lunara adalah bulan. Mama menghapus air matanya yang mulai bergulir. Takdir yang kejam membawa Lunara dan Surya menuju persimpangan. Tempat dimana mereka harus berpisah.

***

Surya mengantar Lunara check up naik motornya. Papa dan Mama sebenarnya ingin mengantar kedua anaknya, tapi ada rapat penting yanng harus diikuti keduanya. Akhirnya Surya turun tangan.

"Pegangan ya Luna."

Lunara mengangguk, lalu melingkarkan lengannya pada perut Surya yang rata. Semalaman dia mengganggu Surya dan membuatnya tidak nyaman. Adiknya itu memegangi tangannya agar tidak bermimpi buruk.

"Maaf.."

"Ngg? APa yang kaubilang?" Ujar Surya setengah berteriak. Suara angin dan bisingnya kendaraan di jalanan membuatnya tak dapat mendengar suara Lunara dengan jelas.

"Bukan apa -apa." Lunara menggeleng lalu membenamkan kepalanya di punggung Surya. Dia merasa nyaman dan ingin berada di sini selamanya.

Begitu sampai di rumah sakit, Surya memarahi Lunara karena tertidur. Ceramah tentang 'bagaimana kalau kau jatuh ,dan lain lain mengalir deras dari mulutnya'. Dia telah kembali jadi Surya yang cerewet.

"Sshhh.. Berisik! Ini rumah sakit tahuu..." balas Lunara setengah merengek, berusaha menghentikan ucapan Surya yang bagai rangkaian kereta api.

Lunara tersenyum lalu berjalan mendahului Surya untuk menemui dokternya.

***

Di sekolah, Devon jadi uring -uringan. Dia tak konsen belajar hingga dikeluarkan dari kelas. DIa merasa khawatir. Sangat! Pada keadaan Lunara yang tak hadir di sekolah hari ini. BErbagai pemikiran mengalir di kepalanya, bahkan dia tak bisa memejamkan mata dengan tenang.

Kanker adalah mimpi buruk. Bagaimana bisa gadis itu bersikap tenang seperti tak ada yang terjadi?

Devon meninju tembok ruang uks tempatnya berbaring dengan kasar. Kalau saja dia tak datang hari itu, semuanya akan tetap baik -baik saja. Lunara akan tetap menjadi sosok terdekat dengan hatinya.

***

One Last Wish (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang