Reizen XI : Part 1

1.3K 94 7
                                    

Lorong ruang tunggu terlihat sangat sepi. Aku hanya melihat Téchoun yang terduduk lemas bersandar pada dinding ruang perawatan yang terletak diujung lorong ruang tunggu. Pandangannya tampak menerawang sebelum dia menyadari kedatanganku. Matanya hanya mengikuti kemana aku melangkah tanpa berniat untuk menyapa. Aku juga tidak berniat untuk menyapanya. Aku hanya duduk di sampingnya tanpa bersuara. Aku merasakan tatapannya yang ditujukan untukku.

" Seharusnya kau sekarang sudah dalam perjalanan kembali ke kastil Estell dan tidak berada disini bersamaku. Seharusnya kau beristirahat untuk persiapan final besok." Gumamnya pelan.

" Hari masih sore. Terlalu cepat untuk beristirahat. Lagipula, sedikit banyak aku menghawatirkan keadaan Zurgré. Sama sepertimu disini." Balasku sama pelannya dengan gumamannya tadi.

" Kau benar. Tapi, Zurgré bukan orang lemah yang perlu kau khawatirkan." Dia terdiam sejenak. " Yah, walaupun aku tahu dia bukan orang lemah, tetap saja aku mengkhawatirkannya. Lucu bukan?" Dia tertawa hampa.

" Menurutku, itu hal yang wajah dan tidak ada yang lucu dalam mengkhawatirkan seseorang yang dekat dengan kita. Lagipula, kau sudah mengenalnya untuk waktu yang lama."

" Aku memang sudah mengenalnya sejak masih kecil. Dari dulu aku sudah diberitahu kalau nantinya, dia akan menjadi 'Tuan muda'ku. Seharusnya bukan aku yang menjadi pengawalnya, melainkan kakak keduaku yang dibunuh Nadlis itu." Nada pahit keluar dari suaranya.

" Jadi, kau menggantikan kakakmu menjadi pengawal Zurgré?" Potongku sebelum dia melanjutkan penjelasannya.

" Tidak. Sebelum kakak terbunuh pun aku sudah menjadi pengawal resminya. Karena aku memiliki tattoo yang ada ditangan kananku ini. Menurut ramalan, orang yang terlakhir dengan tattoo ditangan kanannya, akan menjadi tangan kanan Sang Elemetal Fórea. Terkecuali Elemetal fórea tanah. Hanya dia yang tidak punya pengawal - atau pelindung - sama sekali.

“Hanya saja, pada saat itu aku belum pantas untuk menjadi pengawalnya dan masih dalam tahap belajar. Jadi kakak keduaku menggantikanku menjadi pengawal Zurgré sampai aku benar – benar siap menjadi pengawalnya. Well, sebenarnya, ada atau tidak adanya tattoo ini, aku tetap akan menjadi pengawal Zurgré. Karena, kakakku terlakhir dengan tubuh lemah, tidak cocok untuk menjadi pengawal dan sebenarnya aku tidak ada masalah dengan semua itu, menjadi pengawal Zurgré maksudku. Begitu juga kakakku.”

Dia terdiam cukup lama sebelum melanjutkan percakapannya. “Dan tahukah kau bahwa saat ini aku bisa merasakan rasa sakitnya yang perlahan – lahan hilang? Aku tidak tahu bagaimana aku bisa merasakannya. Perasaan itu mengalir begitu saja."

“ Benarkah? Apa kau punya hubungan batin dengannya?” Tanyaku sedikit terkejut.

“ Hem, sepertinya tidak. Aku hanya bisa merasakan keberadaannya apakah jauh atau dekat dariku dan sesekali merasakan kesakitannya seperti saat ini. Dan hal ini tidak berlaku dua arah. Dia tidak bisa mengetahui keberadaanku tanpa mendeteksi lewat auraku.”

Kembali terjadi kesunyian diantara kami. Sampai beberapa saat kemudian sebuah hal konyol terlintas dibenakku dan spontan aku menyuarakan hal itu.

" Téchoun, apa kau mendengar apa yang dibicarakan Zurgré dengan Nadlis itu?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku. Téchoun terdiam.

Urg. Aku membuat suasana menjadi tidak enak. Kalau bisa, aku akan menarik pertanyaanku tadi. Dan aku mengutuk mulutku sendiri kenapa aku menanyakan hal itu kepadanya.

" Ya. Aku mendengarnya. Walau tidak seluruhnya." Nada suaranya kembali berubah menjadi dingin. "Dari dulu aku selalu bertanya kepada kakak tertuaku, apa yang membuat Nadlis itu membunuh kakakku. Kakak selalu mengubah topik setiap kali kutanya. Sampai tadi pun dia masih menggelak untuk menjelaskannya."

Elemetal ForéaWhere stories live. Discover now