Part 1

73.5K 3.5K 30
                                    

Selepas acara resepsi pernikahan disebuah gedung di daerah Jakarta, mobil yang membawa sepasang pengantin itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibu kota yang terlihat ramai. Disebelah kiri dan kanan jalan banyak gedung-gedung pencakar langit yang menghiasi jalan. Juga lampu-lampu sebagai penghias malam hari ibu kota.

Didalam mobil sepasang pengantin tengah malu-malu kucing. Pipi sang pengantin wanita tak henti-hentinya bersemu merah akibat genggaman dari suaminya. Wanita itu membiarkan jarinya diremas lembut oleh tangan dari orang yang belum genap satu hari menjadi suaminya. Keheningan yang terjadi di dalam mobil. Sesekali sang sopir jahil untuk mengintip kedua pengantin itu dari kaca mobil.

Di pertigaan jalan, mobil berbelok ke arah kiri dan memasuki sebuah daerah perumahan. Dan terus melaju hingga mobil itu memasuki sebuah pekarangan rumah. Rumah yang tidak begitu besar, juga tidak begitu kecil. Yang pasti rumah itu di desain minimalis.

Pria itu membantu istrinya saat turun dari mobil yang terlihat kesusahan akibat kebaya yang dipakainya. Setelah itu mereka langsung memasuki rumah.

Baru saja pintu terbuka, mereka disambut oleh seorang gadis yang berusia sekitar 15 tahun yang juga memakai kebaya. Gadis itu berkacak pinggang dan menampilkan ekspresi kesalnya. "Papa jahat banget sih, padahalkan aku pingin pulang bareng Papa." Gadis itu berdecak sebal dan mengerucutkan bibirnya.

Pria yang dipanggil Papa langsung mengelus kepala gadis itu dengan sayang, lalu berucap "Maaf sayang, Papa kan harus pendekatan dulu sama Mama kamu." Laki-laki itu melirik Aqila dan tersenyum kearahnya. Aqila membalasnya dengan senyum kaku.

"Yasudah sana kamu masuk kamar, terus langsung tidur. Udah malem nih." Laki-laki itu mendorong punggung anaknya seperti sedang bermain kereta-keretaan hingga sampai didepan pintu kamar. Gadis itu hanya berdecak kesal dan mau tak mau menuruti perintah Papanya. Setelah selesai mengurus anaknya, laki-laki itu menghampiri istrinya yang masih berdiri ditempat semula, lalu menyuruhnya untuk masuk ke kamar mereka.

Aqila berdiri di depan cermin hias yang ada didalam kamar itu. Satu persatu segala aksesoris yang ada di badannya mulai dilepaskannya dan terakhir yang berada diatas kepalanya. Entah sejak kapan, Aqila tak menyadari bahwa Raihan, suaminya telah berada dibelakangnya.

Pandangan mereka bertemu di cermin hias. Tangan Raihan berada di kedua pundak Aqila. Wajahnya didekatkan ke telinga Aqila yang sempat membuat Aqila merinding, lalu dia berucap, "cantik." Napas Raihan menjalar disekitar leher Aqila dan membuat jantung Aqila berdetak lebih cepat.

Ia tersentak saat tangan hangat Raihan berada dipunggungnya yang tak tertutup oleh kain kebaya. Kehangatan itu menjalar ke setiap pori-pori kulitnya dan membuatnya sulit untuk bernapas.

"Mas, a—aku mau mandi dulu." Aqila merutuki dirinya saat suara yang keluar dari mulutnya menunjukkan kalau ia begitu gugup. Bagaimana tidak? Ini adalah pertama kalinya ia berada satu kamar dengan seorang laki-laki. Aqila langsung melangkah dengan terburu-buru dan langsung menutup pintunya dengan cepat untuk menetralkan jantungnya.

Setelah setengah jam Aqila keluar dari kamar mandi dan menuju ranjang. Di sana Raihan tertidur karena merasa kelelahan. Dipandangnya laki-laki yang terpaut 12 tahun dari usianya itu lekat-lekat. Jantungnya kembali berdetak, mengingat ini adalah malam pertamanya bersama laki-laki itu. Aqila lalu menggeleng berusaha menghilangkan segala pikiran yang tidak-tidak.

"Mas bangun.. Kamu mau mandi ngga?" Aqila mengguncang-guncangkan tubuh Raihan agar bangun dari tidurnya. Bukannya ia ingin mengganggu tidur suaminya, tapi ia membangunkannya agar Raihan merasa segar dan segala lelahnya berkurang.

Perlahan mata Raihan terbuka, dia langsung bangkit dari ranjang dan menatap Aqila lama. Selanjutnya ia langsung berjalan ke kamar mandi.

***

Keduanya kini tengah duduk dibibir ranjang. Rasa canggung sangat dominan meliputi mereka. Keduanya bahkan tengah sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Qila..." Suara Raihan terdengar. Dialah yang pertama kali bersuara untuk memecahkan keheningan diantara mereka. Karena dia laki-laki yang mengharuskannya untuk memulai duluan. "Terima kasih sudah menerima saya jadi suami kamu."

"Iya Mas..." Jawab Aqila singkat. Diremasnya ujung piyama berwarna biru dan bergambar kartun Doraemaon yang menjadi kesayangannya itu hingga lecek.

Raihan mendekatkan wajahnya ke wajah Aqila dan memperkecil jarak diantara mereka. Aqila memejamkan matanya takut akan apa yang nanti dilakukan oleh Raihan.

"M—Mas aku.. Aku belum siap."

Ketika berbicara seperti itu, Aqila merasakan sebuah sentuhan diatas kepalanya, tepatnya di ubun-ubun.

Lalu yang terdengar hanya suara Raihan yang tengah mendo'akannya. "Allahumma inni as'aluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha. Wa'audzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha."

Aqila tak berbicara apa-apa. Bahkan ia meng-aamiin-i do'a tersebut hanya didalam hati. Dia merutuki dirinya karena sempat berpikir macam-macam tentang Raihan. Kemudian satu kecupan singkat berhasil mendarat dikeningnya.

"Kamu pasti cape kan? Yasudah tidur saja."

***
Qila tengah sibuk menata makanan yang telah dimasaknya di ruang makan. Kemudian seorang gadis dengan memakai seragam putih-biru datang dan langsung duduk di salah satu kursi. "Pagi Rita." Sapa Qila dengan hangat. Namun berbanding terbalik dengan yang disapanya yang sama sekali tak menunjukkan sikap manis. Gadis yang disapa Rita itu menampilkan ekspresi tak suka.

"Kamu mau sarapan apa? Roti atau nasi goreng? Biar Mama ambilin." Qila berusaha bersikap manis kepada Rita dan ditangannya sudah ada sebuah piring untuk melayani anaknya itu.

"Mama? Kamu bukan Mama aku!"

Kata-kata dari Rita tadi sempat membuat hati Qila terasa nyeri. Namun Qila berusaha untuk mengerti, tak mudah bagi Rita menerima dirinya yang menjadi Mama baru untuk Rita. Dia dan Rita perlu beradaptasi satu sama lain. Mungkin saja dengan berjalannya waktu Rita bisa menerimanya.

"Aku ngga suka susu putih Tante." Ucap Rita dengan melihat ke arah gelas yang ada didepannya. Qila langsung sigap membuatkan segelas susu untuk Rita yang tidak sama dengan sebelumnya. Ketika Qila berjalan ke meja makan, Raihan sudah duduk di sana.

"Lho Mas udah masuk kantor?"

Raihan mengangguk, "aku izin cuti 3 hari doang, kerjaan numpuk banget soalnya."

Qila mengangguk mengerti. Di ambilnya piring dan langsung menyendok nasi goreng ke piring itu. "Pakai telur Mas?" Tanya Qila dan mendapat anggukan dari Raihan. Setelah selesai, Qila langsung menyerahkan piring itu dan dibalas dengan ucapan terima kasih dari Raihan.

"Pa Rita berangkat duluan." Rita bangkit dari kursi dengan cepat hingga menimbulkan suara decitan kursi yang keras. Diambilnya tas yang diletakkan dikursi kosong sampingnya lalu berlalu pergi.

Qila menatap Raihan yang tengah berhenti makan karena sikap Rita. Kemudian Qila segera berlari untuk mensejajarkan langkahnya dengan Rita yang sebelumnya telah mengambil box berisi makan siang.

"Ini tante udah buatkan sarapan buat kamu." Box itu diulurkannya kepada Rita. Rita hanya meliriknya sekilas dan langsung menepis tangan Qila. Hampir saja box itu terjatuh kalau Qila tidak sigap.

Qila mendengus dan mengusap dadanya pelan. Kemudian dia langsung kembali ke meja makan untuk menemani sarapan Raihan.

"Maafin Rita ya, aku ngga nyangka bisa bersikap seperti itu." Ucap Raihan sambil menggenggam tangan Qila yang berada di atas meja.

"I..iya Mas. Aku ngerti kok, dia masih belum terima hadirnya aku diantara kalian." Ujar Rita setengah gugup karena merasakan tangan hangat Raihan. Hanya sekedar berpegangan tangan, kontak fisik yang keduanya lakukan.

Setelah selesai, Raihan pamit untuk pergi ke kantor. Qila mengulurkan tangannya lalu disambut oleh Raihan. Dicium punggung tangan suaminya itu dengan penuh hormat. Qila tersentak kaget saat sesuatu yang lembut mendarat di keningnya. Napasnya seakan-akan terhenti dan dia kehilangan oksigen.

"Aku berangkat dulu ya."

Qila masih terpaku ditempatnya berdiri. Dan menatap punggung Raihan lama hingga Raihan memasuki mobilnya dan mobil itu hilang di belokan jalan rumahnya.

StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang