Part 16

22.6K 1.6K 24
                                    

Raihan memasuki rumah dengan tergesa. Setelah bermacet-macet ria dengan jalanan ibu kota, Raihan nampak lesu. Kemejanya sudah berantakan tak karuan, lipatan-lipatan kemeja sudah tak rapi lagi, dan juga sebelah kemejanya keluar dari celananya. Ia ingin secepatnya bisa bertemu Aqila. Di lubuk hatinya yang terdalam, Raihan benar-benar merasa bersalah pada istrinya karena meninggalkannya saat pingsan.

"La.. Aqila..." Teriak Raihan memenuhi seantero rumah. Rasa khawatirnya semakin membuncah, karena orang yang dicari tak terlihat batang hidungnya.

"Sudah pulang Mas?" Tanya Aqila yang muncul dari lantai dua rumahnya. Dengan hati-hati, satu persatu kakinya menuruni anak tangga.

Raihan menarik napas lega. Aqila terlihat lebih segar dari semenjak ia tinggal tadi pagi. "Kamu ngga papa kan, sayang?" Tanya Raihan memastikan.

Aqila mengangguk lalu tersenyum, "Aku baik-baik saja, Mas."

"Syukurlah.. Aku khawatir sama kam—emph." Raihan tersentak, tiba-tiba saja Aqila menarik tengkuknya dan langsung meniadakan jarak diantara mereka. Raihan terkejut atas sikap Aqila. Sesuatu yang lembut masih menempel di sana, manis dan Raihan tetap terbuai atas benda itu meskipun telah ia rasakan berulang-ulang kali.

Pagutan keduanya terlepas saat mereka merasakan menipisnya pasokan udara. Keduanya tersengal. Raihan bisa merasakan mata Aqila yang membara. Kemudian Raihan merengkuh pinggang Aqila dan membawanya ke lantai dua, tempat di mana kamar mereka berada.

Tanpa disadari, ada seorang laki-laki yang tengah berdiri memperhatikan mereka. Napasnya memburu, rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia siap melayangkan tinju pada siapa saja orang yang ada dihadapannya saat ini. Ia kalah. Bahkan saat ia belum berangkat perang.

Hatinya terasa remuk, jantungnya seperti dicabik-cabik oleh seribu tangan yang tak terlihat. Dengan mata kepalanya sendiri ia melihat wanita yang sangat ia cintai bercumbu dengan laki-laki lain tepat dihadapannya. Ia yakin, bahwa Aqila melihat keberadaannya tadi. Bahkan matanya dengan mata Aqila sempat bertemu. Tapi bagaimana mungkin Aqila tega melakukan itu di depan matanya? Apa Aqila sengaja ingin membuatnya merasa cemburu? Baiklah, Aqila tengah mengibarkan bendera perang padanya. Cepat atau lambat, ia akan mendapatkan wanita itu lagi dan membuatnya bertekuk lutut dihadapannya.

Permainan akan segera dimulai.

******

"Bagaimana dengan bisnis lo di Jerman, Yan?" Raihan bertanya membuka percakapan diantara mereka, dan memecahkan keheningan yang ada. Saat ini Aqila, Raihan, Rita maupun Hendrian tengah sarapan bersama di meja makan.

"Lumayan sih, Bang. Cabang ketiga sudah ada di Jepang, bulan lalu baru di buka." Jawab Hendrian.

"Terus kalo bisnis lo udah sukses disana, apa tujuan lo pulang ke Indonesia nih?"

"Gue kangen sama suasana di Indo, terlebih lagi ada urusan yang sangat penting."

"Urusan apa tuh?"

"Urusan hati, Bang."

"Uhuk.. Uhukkk.. Aqila tersedak dengan nasi goreng yang sedang dikunyahnya.

"Pelan-pelan dong makannya sayang." Raihan memberikan segelas air putih pada Aqila, Aqila langsung menerimanya dan meminumnya. Aqila melirik ke arah Hendrian yang tengah menyeringai kearahnya.

"Gue izin tinggal disini sebulan ya Bang, sampai urusan gue kelar."

"Oke, gue dukung lo, Yan. Semoga sukses ya urusan hati lo itu." Ucap Raihan terkekeh.

Aqila menggigit bibir bawahnya, ia bisa mencium bau-bau peperangan disini. Bagaimana mungkin Raihan dengan polosnya berbicara kalau ia mendukung rencana Hendrian untuk merebutnya kembali. Apa kalau Raihan tahu, ia akan mengikhlaskan Aqila untuk Hendrian? Atau malah mempertahankannya sampai tetes darah penghabisan? Hanya memikirkan itu saja isi perut Aqila rasanya ingin keluar semua dari tempatnya. Mual.

=======
Suara gemericik air mengalir dari kran wastafel satu-satunya yang terdengar. Tangan mungil Aqila dengan lincahnya bergerak untuk membersihkan sisa-sisa makanan bekas sarapan pagi tadi. Merasa sangat sepi, Aqila bersenandung sebuah lagu entah lagu apa itu. Ia tersentak saat tangan kekar seseorang merengkuh pinggangnya dari belakang. Diam-diam ia tersenyum.

"Kok pulang lagi sih Mas?" Tanya Aqila, tangannya masih saja bergerak membersihkan piring.

Tak ada jawaban.

"Punya mulut itu fungsinya untuk ngomong lho, Mas." Aqila terkekeh. Masih tak ada lagi jawaban, namun Aqila bisa merasakan tangan itu semakin erat memeluknya.

Aqila berbalik dan seketika mendorong tubuh seseorang di hadapannya. Ia termangu, hampir saja rahangnya menyentuh lantai karena terlalu terkejut. Orang yang memeluknya tadi bukan Raihan, suaminya. Tapi Hendrian.

Mantannya.

"Apa-apaan kamu, Yan? Kamu ngga boleh lakuin itu. Aku ini istri orang! Harus berapa kali sih aku bilang?" Teriak Aqila marah. Ia benar-benar tak bisa menerima ini semua.

"Tinggalin dia La, kembali sama aku."

Aqila menggeleng, ia menatap mata Hendrian lekat, "engga! Sampai kapanpun aku ngga akan ninggalin dia. Kecuali.. Kecuali kalau dia yang ninggalin aku."

Hendrian menyeringai, kakinya melangkah maju ke depan semakin mendekati Aqila. Aqila pun mundur sampai punggungnya merasakan menabrak wastafel. "Coba kita lihat, La. Raihan pasti akan menyerahkan kamu ke pelukanku lagi. Lagi pula aku yakin kalau kamu masih mencintaiku."

Aqila bergidik, ia tidak menyangka kalau orang yang ada di depannya ini adalah orang yang pernah ia cintai. Kini orang itu telah berubah menjadi monster yang menakutkan.

"In your dream, Yan. Please wake up!! Terima kenyataan kalau aku sudah menikah dan mencintai laki-laki lain."

Hendrian tambah mendekat hingga meniadakan jarak. Sedikit saja Aqila bergerak maka ia seperti terlihat memeluk laki-laki itu. "Bukannya kamu menikahi Raihan karena terpaksa?"

"Iya! Aku terpaksa menikahinya—"

"AQILA!!!"

Jantung Aqila mencelos. Suara lain laki-laki menggema ke seluruh ruangan. Ia sangat hapal pemilik suara itu. Laki-laki itu adalah orang yang telah menemaninya selama tiga bulan ini.

"Mas–" lidah Aqila terasa kelu. Tenggorokannya seperti tersumbat oleh sebuah batu besar yang membuatnya sesak dan sulit bernapas. "Se.. Ssejjak kap.. Kapan kamu di sannnaa?"

Raihan sangat marah. Terlihat dari matanya yang melotot dengan rahang mengeras. Tangannya mengepal kuat, hingga terlihat otot-otot yang keluar. "Sejak kalian berdua berciuman."

*****

Yuhuuuuu bakalan ada perang saudara kayaknya hihi:)

Ohiya ada yg punya saran ngga buat visualnya Aqila? Kemarin ada yg nanya tapi aku belum nemu. Barangkali ada artis atau model yang cocok buat meranin Aqila wkwk.

Happy Reading guys..

StepmotherNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ