Part 2

39.2K 2.9K 17
                                    

Pukul 9 malam Raihan baru pulang dari kantor. Wajah kelelahan sangat kentara. Qila mengambil alih tas yang dibawanya kemudian mengikuti Raihan berjalan disisinya. "Mau mandi dulu atau makan dulu Mas?"

"Mandi dulu." Balas Raihan singkat. Aqila langsung menghangatkan makanan ke dapur saat Raihan membersihkan tubuhnya.

Raihan keluar dari kamar dan langsung duduk di meja makan. Dilahapnya makanan itu sampai habis dan tak tersisa sedikitpun. Tak ada obrolan diantara mereka, mereka berdua masih canggung.

"Mas.. Rita belum makan malam. Kamu mau membujuknya? Aku bingung Mas." Ucap Aqila.

"Dia belum makan? Ya ampun padahal dia kan punya maag. Sini kamu ambilkan sepiring nasi buat dia, biar aku yang mengantarnya.

Aqila mengangguk.

"Sayang, buka pintunya. Ini Papa bawain makanan buat kamu." Ucap Raihan yang tengah berdiri di depan pintu kamar Rita dengan sepiring nasi beserta segelas air putih.

Lama pintu baru terbuka.

Raihan masuk ke kamar Rita dan menaruh kedua benda yang ditangannya diatas nakas samping ranjang. Diusapnya kepala Rita dengan penuh kasih.

"Kata Mama, kamu belum makan ya?" Tanya Raihan dengan penuh penekanan. Bisa dibilang itu bukan pertanyaan tapi pernyataan.

Rita mengerutkan kening, wajahnya terlihat bingung. "Pa aku ngga suka sama Tante Qila."

Raihan terkejut namun segera dia menguasai dirinya. Kepala Rita kembali dielusnya. "Kamu cuma belum terbiasa aja sayang. Biasanya kan kita berdua, eh sekarang bertiga." Raihan tersenyum hangat ke Rita. "Yaudah kamu makan ya."

Sementara di sana, Aqila tengah berdiri kaku di depan kamar Rita. Dia mendengar semua. Mendengar penolakan dari mulut Rita langsung tentang kehadirannya. Rita tak bisa menerima. Rita tak bisa menerima. Rita tak bisa menerima.

Aqila berjalan dengan lunglai menuju kamarnya.

Aqila mendudukkan tubuhnya dibibir ranjang. Segala pikirannya berkecamuk tentang Rita yang tak bisa menerimanya.

Raihan masuk ke kamar dan langsung menghampiri Aqila. Disentuh dagu istrinya agar menghadap kearahnya. Raihan menatap Aqila dengan intens. Namun justru mata hitam yang dimiliki suaminya itu malah membuat Aqila sakit. Mengingat dia yang tak bisa hadir dalam kehidupan orang yang telah sah menjadi suaminya. Dia ada namun tak ada. Aqila merasa gagal untuk menjadi ibu dan istri yang baik. Bahkan sampai sekarang ia belum melaksanakan kewajibannya sebagai istri Raihan.

"Kenapa?" Tanya Raihan saat melihat ada guratan kesedihan di wajah Aqila.

"Ngga pa-pa Mas." Aqila menjawab pertanyaan suaminya dengan senyum terpaksa. Raihan yang melihat itu langsung membawa Aqila kedalam dekapannya. Raihan memeluk Aqila dan memberikan ketenangan dari pelukan itu. Dia tahu kalau ada sesuatu yang Aqila tutupi darinya.

"Maaf Mas... Maaf.." Suara Aqila terdengar sesunggukan. Dia menangis di dada suaminya.

"Maaf untuk apa?" Tangan Raihan menyentuh rambut Aqila yang terurai dan diusapnya dengan lembut.

"A—ku ngga bisa jadi ibu dan istri yang baik."

Raihan langsung melepas pelukannya dan menatap Aqila yang matanya memerah. Dihapusnya airmata istrinya itu dengan telapak tangannya hingga habis. Kemudian dia berucap, "bukannya ngga bisa sayang, kamu belum coba. Sebuah batu yang sekeras itu saja bisa bolong karena tetesan air yang lembut, apalagi hati manusia."

"Kalau gitu, biarkan malam ini aku jadi istri kamu seutuhnya Mas." Ucap Aqila dengan malu. Dia saja sampai tidak sadar kalau berbicara begitu.

Raihan segera bangkit dari ranjang dan langsung ditahan oleh Aqila. "Ngga mau?"

"Mau ngambil wudhu dulu, habis itu baru aku bawa kamu ke langit ketujuh." Raihan mengedipkan sebelah matanya dan itu sukses membuat pipi Aqila bersemu merah.

***

Raihan tiba-tiba memeluk Aqila dari belakang saat Aqila sedang memasak didapur. Sontak Aqila tersentak kaget. Diletakkan kepalanya di bahu Aqila. Aqila yang merasa terganggu pun memberontak agar Raihan melepaskan dirinya. Namun apa daya tenaga Raihan lebih kuat ketimbang dirinya.

"Mas aku lagi masak, ntar masakanku gosong gimana?" Ujar Aqila yang tengah menggeliat berusaha melepaskan diri. Namun semakin Aqila berusaha, semakin kencang dekapan Raihan ditubuhnya.

"Biarin..."

"Ish.. Mas lepasin ngga? Kalo sampe gosong kamu harus dapet hukuman."

Bukannya melepaskan diri kini tangan Raihan mengelus perut Aqila. Aqila menggeliat karena merasakan geli.

"Apa dia udah ada?" Bisik Raihan tepat ditelinganya.

"Pa nanti aku mau ba—"

"Adik buat Rita. Apa dia udah ada di sini?"

Rita yang tadinya ingin menghampiri Raihan malah berjalan mundur dan menjauh. Napasnya tercekak saat mendengar perkataan Papanya untuk segera mendapatkan adik. Aku ngga mau punya adik dari Tante Qila.

Semenjak kehadiran Aqila suasana dirumah ini memang berbeda. Hangat. Rita juga merasakan hadirnya sosok ibu yang tak pernah sama sekali didapatkannya semenjak ia kecil. Yang ia tahu, ibu kandungnya meninggal dunia saat melahirkannya. Dan Papanya belum menikah lagi sampai Rita berumur 15 tahun. Rita berpikir bahwa cinta yang dimiliki Papanya kepada Mama kandungnya begitu besar. Hingga Aqila datang merusak segalanya.

Bukannya Rita tak butuh sosok seorang ibu. Bukannya Rita tak menginginkan kehangatan pelukan ibu. Bukan. Tapi itu semua telah didapatkannya dari Raihan. Papanya telah berhasil menjadi Papa sekaligus ibu untuknya. Hingga dia lupa, bahwa Papanya juga butuh sosok istri. Sosok yang bisa mengurus Papanya dan dirinya untuk memenuhi segala kebutuhannya.

Rita menyadari kehadiran Aqila dalam kehidupan Papanya begitu besar. Sangat besar malah. Dan Rita merasa kalau dirinya di nomor duakan. Rita merasa kalau Papanya itu berubah. Tak lagi seperti dulu.

Sebenarnya Rita juga tak tahu apa yang menyebabkan dirinya membenci Aqila. Ia juga bingung jika ditanya soal itu. Tapi yang jelas ia tidak suka saat ada orang lain yang mengambil perhatian Papanya. Dan yang pasti  tak ada orang yang dapat menggantikan posisi Mamanya dihatinya dan dihidupnya.

StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang