1. IT'S LIKE MY WORLD FELL DOWN

46.3K 3.4K 82
                                    


APA yang lebih buruk dari terjebak macet di Sabtu malam? Setengah jam lalu mungkin Alpha Ledwin tak memiliki jawaban, tetapi saat ini, ketika ponselnya tidak berhenti meraung dengan satu pemanggil yang sama: Mama, dia tahu pasti jawabannya.

Sembari menghela napas lelah, laki-laki itu mencari wireless earphone di dasbor, sementara sepasang matanya tak lepas memandangi mobil di depannya. Sial, dia lupa meletakkan benda itu. Dan sialnya lagi, ponselnya kembali berbunyi. Panggilan keempat dari ibunya.

"Ya, Ma?"

"Di mana kamu?"

"Euh, macetnya parah banget, Ma. Mungkin aku baru sampai—"

"Lima belas menit lagi, Mas. Lewat dari itu, pintu depan akan Mama kunci."

"Tap—" belum sempat Alpha menyuarakan ketidaksetujuan, telepon telah lebih dulu diputus. Membuat laki-laki itu mengerang putus asa.


***


HAMPIR pukul delapan malam saat Harrier milik Alpha tiba di kediaman pamannya—Arco Soedirja. Dilihatnya satu per satu mobil yang terparkir di halaman rumah. Sepertinya semua telah datang, hanya keluarga mereka saja yang terlambat. Dan, tentu saja, kenyataan itu juga ditangkap sang ibu. Tak heran wanita itu membanting pintu penumpang dengan cukup keras. Membuat Alpha, lagi-lagi, menghela napas lelah. Entah sudah kali keberapa dalam semalam ini dia melakukannya.

Tadi, saat tiba di rumah, ibunya menyambut dengan tatapan seperti seekor raja hutan ingin menerkam mangsanya hidup-hidup. Kalau saja Attar Ledwin—ayahnya, tidak ada di sana, tidak mengusap punggung sang istri; untuk menenangkan wanita itu, meyakinkan semuanya akan baik-baik saja, Alpha yakin detik berikutnya dia tak bisa menghirup udara seperti hari-hari sebelumnya.

"Ma, aku perlu mandi. Mmm..., apa nggak sebaiknya Mama dan Papa berangkat duluan aja? Pakai mobilku. Nanti aku menyusul naik taksi. Jadi pulangnya kita bisa sama-sama," pelan Alpha mencoba memberi saran. Mana tahu dengan begitu ibunya akan melunak. Sedikit saja.

Tapi, lihat apa yang terjadi. Olivia justru berbalik. Memunggunginya. Sembari berjalan menuju sofa, "Kamu pikir Mama nggak tau apa rencana kamu?"

Dahi Alpha sukses mengernyit. Rencana? Rencana apa?

"Kamu meminta Mama dan Papa untuk pergi lebih dulu. Dan nanti, hingga acara pertemuan keluarga selesai, kamu nggak kunjung datang. Entah apa lagi alasanmu. Tadi macet, berikutnya apa?"

Alpha terdiam di tempat. Sedikit pun tak pernah hadir di pikirannya bahwa dia akan mangkir dalam pertemuan keluarga bulan ini. Meskipun, dia tahu pasti, tak sepenuhnya hatinya ringan untuk duduk di tengah-tengah keluarga besar Soedirja. Tentu saja itu karena dia yakin bahwa kabar mengenai pernikahan kakak sepupunya akan menjadi topik utama.

"Ma, aku sama sekali nggak—"

"Alpha," ayahnya memotong dengan nada dan tatapan yang sama tegasnya. "Kita akan pergi bersama-sama."

Laki-laki itu mengusap wajah, mencoba mengusir potongan percakapan yang terjadi di rumahnya sekitar satu jam lalu. Dihelanya napas sekali lagi, lalu membuka pintu pengemudi. Dengan langkah besar, Alpha menyusul ayah dan ibunya yang telah mencapai pintu. Sebelum sang ibu berhenti melangkah, berbalik, lalu memelototinya. Itu hanya akan membuat malam ini semakin buruk saja.


***


ACARA makan malam telah usai. Seperti biasa, tempat pertemuan—yang sebelumnya ruang makan, berpindah menuju ruang keluarga. Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Tidak semua yang mengikuti makan malam menuju satu ruang yang sama. Dan jika diperhatikan baik-baik, Alpha dengan cepat dapat menangkap apa yang akan terjadi selanjutnya.

TREAT YOU BETTER (Ledwin Series #2)Where stories live. Discover now