16. I'M DEEPLY MISS YOU!

26.1K 2.4K 220
                                    


SOEKARNO-Hatta International Airport.

Terik matahari menyambut. Dengan tangan kanan menyeret travel bag, dan tatapan tertuju lurus ke arah laki-laki yang berjalan di depannya, Pamela mencoba melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Pantas saja, ini sudah masuk waktu di mana sang surya tengah berbangga diri memamerkan kelebihannya. Dalam hati, Pamela bersyukur pagi tadi dia memutuskan mengenakan blus dengan bahan tidak terlalu tebal. Begini saja, bulir-bulir keringat tiada henti mengalir di punggungnya.

Masih terus mengekori Alpha—yang saat ini tengah sibuk dengan ponsel di telinga kanannya, Pamela merogoh saputangan di saku jeans. Dengan kecepatan langkah yang masih stabil, sesekali diusapnya keringat yang membanjiri dahi. Begitu terus. Sampai akhirnya laki-laki di depannya menghentikan langkah, kemudian berbalik. Lantas tersenyum mendapati dirinya tengah sibuk dengan selembar kain berwarna merah jambu di tangan kirinya.

"Aura belum sampai. Kita tunggu di coffeeshop aja," terang Alpha, sembari menyimpan ponsel di saku jeans hitamnya. "Ayo, La."

Pamela tidak mampu memberi reaksi apa pun. Dia bergeming. Tetapi tidak dengan pikirannya. Di mana perempuan itu kembali berkelana pada kejadian pagi tadi—sebelum dia dan Alpha turun untuk sarapan di restoran hotel. Pada sebuah pesan singkat yang dikirim tunangannya. Sesuatu yang tentu saja di luar dugaan Pamela. Bagaimanapun, sudah dua bulan mereka tidak saling memberi kabar satu sama lain. Namun, bukan berarti hubungan itu berakhir. Pesan Erga pagi tadi adalah buktinya.

Sementara itu, berjarak beberapa langkah dari Pamela, Alpha terlihat menghentikan langkah. Sepertinya laki-laki itu menyadari tidak ada bunyi langkah kaki berbalut flat shoes—yang mengikuti di belakangnya. Benar saja, saat mendapati Pamela terpaku, Alpha melangkah kembali ke arah gadis itu.

"Ada apa?"

Pamela menggeleng.

"Kalau begitu, ayo."

"Mmm..., Pak," cegah Pamela, sebelum Alpha berbalik. "Apa nggak apa-apa kalau saya pulang lebih dulu?"

Kening Alpha mengernyit. "Ada apa? Ada sesuatu yang penting?" Pamela kembali menggeleng. "Aura sudah dekat kok, La. Paling lama lima belas menit lagi."

Mencoba mengurangi keraguan, Pamela menghela napas. "Saya sudah dijemput."

"Oh."

Entah ini benar, atau hanya perasaan Pamela saja, dia mendapati air wajah Alpha seketika berubah. Tidak lama, hanya kurang lebih dua detik. Kemudian, di detik berikutnya, dilihatnya laki-laki itu mencoba melempar senyum. Kentara terlihat kaku.

"Sudah kamu kabari kalau kita sudah sampai?"

"Sudah, Pak. Dia sudah di jalan menuju kemari."

Alpha tersenyum lagi. Tidak ada kata-kata lain selain itu. Namun, Pamela tahu, laki-laki itu tidak memiliki niatan untuk beranjak meninggalkannya. Lagi, dia terjebak dalam perasaan dilematik. Satu sisi, Pamela senang dengan keputusan Alpha. Laki-laki itu menunjukkan sisi bertanggungjawabnya, namun di sisi berbeda, dia merasa ada baiknya Alpha tidak ada di sini. Entahlah, Pamela hanya tidak ingin pertemuan pertamanya dengan Erga—setelah rentang waktu mereka berjalan masing-masing, dimulai dengan sesuatu yang bisa jadi memancing pertengkaran kembali. Mungkin tidak hari ini, tapi suatu saat nanti.

"Pak Alpha," panggilnya. Saya nggak apa-apa ditinggal sendiri. Iya, Pamela ingin mengucapkan kalimat itu. Namun, saat dilihatnya Alpha berbalik, ada serbuan perasaan tidak tega menyerangnya. Terlebih ketika perempuan itu teringat dengan kejadian di restoran hotel kemarin sore.

Dengan tidak tahu diri, dia bersikap seperti itu pada Alpha. Seakan-akan Alpha bukan atasannya. Padahal, jika tidak bekerja di perusahaan milik kakek laki-laki itu, dari mana Pamela bisa mendapatkan penghasilan setiap bulan? Untuk bertahan hidup. Untuk menjadi tulang punggung di keluarganya. Jujur, Pamela memang selalu tidak dapat menahan diri bila membicarakan hal sensitif satu itu. Sedikit banyak, dia akan mengingat Erga, masa-masa yang mereka lalui selama enam tahun terakhir; kebahagiaan, pertengkaran, perdebatan, hingga berakhir dengan aliran air mata di kedua pipinya.

TREAT YOU BETTER (Ledwin Series #2)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum