18. HE ACTS LIKE NOTHING HAPPEN

25.4K 2.3K 270
                                    


"APA yang membuat lo tertarik dengan Erga, La?"

Pamela mengangkat wajah. Sepasang alisnya menukik tidak suka. Alih-alih menjawab, gadis itu lebih memilih memandangi sahabatnya yang duduk persis bersisian di sebelah kirinya. Tidak mengindahkan air wajah penasaran Alyssa, Pamela mengambil dua lembar tisu makan kemudian mengusapkan ke sudut bibirnya. Ada desah puas terlontar dari bibir gadis itu sebelum akhirnya sebaris kalimat mengandung sarkasme meluncur dari sana, "Serius kita mau bahas itu sekarang?"

Kontan saja Alyssa mendengus. "Nggak ada salahnya, kan?"

Bibir Pamela mengerucut tidak suka, menekuk ke bawah, kemudian mendengus tidak kentara. "Lo tau, kan, seberapa cintanya gue dengan mi ayam ini, Al?" Sedetik berlalu dan tidak mendapatkan jawaban, diangkatnya wajah lantas mendapati Alyssa memandangi dengan ekspresi teramat datar, membuat tawa pelan terlontar dari sela bibir Pamela. "Ya ampun..., serius banget, sih, lo." Dengan santai gadis itu menyenggol bahu sahabatnya. "Sori, sori. Gue cuma merasa ini bukan tempat yang tepat untuk membahas hal itu."

"Hm?" sekalipun nadanya terdengar malas, tak urung Alyssa membiarkan matanya menatap sekeliling. Dalam hati membenarkan pernyataan Pamela. Hari ini Mie Keriting Dua Belibis memang ramai sekali. Tak heran, mengingat cita rasa yang ditawarkan kedai ini. Potongan ayam cincang yang dipadukan dengan bakmi bertekstur kenyal dan bumbu dengan tingkat kegurihan yang tepat, pun saus sambal yang tak ada duanya. Kombinasi pedas dan manis menjadi satu. Mereka saja secara sengaja jauh-jauh dari sekolah datang ke kedai tersebut hanya untuk memuaskan lidah—yang sudah teramat rindu dengan mi ayam bakso pangsit dan mi ayam jamur kriuk.

"Kenapa tiba-tiba lo tanya itu, Al?"

"Cuma penasaran aja."

Pamela menyuap potongan jamur ke mulutnya, mengunyah sejenak, kemudian menanggapi, "Kecerdasan dan ketegasannya."

"Sori?" Dahi Alyssa mengerut bingung. Dua detik gadis itu bertanya-tanya seorang diri, pemahaman itu lantas menghampiri. Dengan wajah kesal dipukulnya punggung tangan Pamela. Membuat sahabatnya itu mengaduh kesakitan. "Kirain lo tadi nggak mau bahas. Tau-tau main jawab aja."

"Serba salah, deh, gue," dumel Pamela sembari meniup punggung tangannya. Alyssa memang seperti itu. Suka main fisik tanpa diduga. "Dijawab salah, nggak dijawab salah."

Bukannya meminta maaf, Alyssa justru terkikik sendiri. Setelah puas, tiba-tiba saja gadis itu berbicara dengan nada yang berbanding terbalik, katanya, "Kalau suatu saat lo menemukan sesuatu yang rusak di diri Erga, apa lo akan tetap bertahan, La?"

"Rusak?"

"Nggak munafik, ya, La. Setiap manusia pasti memiliki sesuatu yang rusak dalam dirinya. Let's say... kekurangannya. Atau seperti keadaan di mana lo menyadari bahwa Erga nggak seluar biasa yang lo pikirkan. Apa yang akan lo lakukan?"

Sepasang mata Pamela terpejam tanpa sepenuhnya diperintah, kemudian visualisasi laki-laki yang menjadi topik utama dalam makan siang mereka kali ini, melintas. Erga berdiri dengan tangan bersedekap, lengkap dengan senyum manis dan sorot mata tegas. Tiga minggu berlalu sejak kejadian Erga menghampirinya di kantin, laki-laki itu semakin tidak malu-malu menunjukkan bahwa dirinya memang berniat mendekati seorang Pamela Sharleen.

Seminggu lagi pengumuman kelulusan, entah kepercayaan diri dari mana, tetapi Pamela menduga akan ada kemajuan signifikan dalam hubungan mereka. Kapan pastinya, itu yang tidak dia tahu.

Dan sekarang... tiba-tiba saja ada seseorang mengajukan pertanyaan itu? Siapkah Pamela?

Setelah mengela napas dalam-dalam, "I'll try," jawab Pamela semeyakinkan mungkin. Dia jatuh hati pada Erlangga Reshwara sejak pertama kali melihat laki-laki itu karena kelebihannya. Maka, jika benar suatu saat Erga menginginkan sesuatu yang lebih di antara mereka—sepasang kekasih, misalnya—dia pun harus menerima semua kekurangan Erga. Bukankah mencintai seperti itu? Selalu satu paket. Tidak bisa salah satunya saja.

TREAT YOU BETTER (Ledwin Series #2)Where stories live. Discover now