15. IN THE EVENT THAT

21.3K 2.5K 152
                                    


"PEREMPUAN yang bekerja itu...." Ada jeda panjang yang sengaja Alpha buat. Dengan santai, laki-laki itu merebahkan punggungnya ke sandaran kursi, sembari mengangkat kaki kanan dan meletakkan di atas paha kirinya. Helaan napasnya terdengar begitu teratur, sementara sepasang bola matanya tidak memiliki keinginan melepaskan perempuan yang duduk di seberangnya. Menatapnya seakan tidak ada hal lain yang lebih menarik—selain perempuan yang mengenakan blus berwarna merah jambu itu. Rambut cokelat gelapnya hari ini dikuncir setengah, membuatnya terlihat lebih menarik dari biasanya. "Kenapa, La? Kamu ada masalah dengan perempuan bekerja?"

Setenang mungkin, Pamela mencoba melempar senyum. Sama halnya dengan lawan bicaranya, perempuan itu pun tidak ingin buru-buru menjawab. Adil, kan? Memang hanya Alpha Ledwin yang bisa mempermainkan emosinya? Dia pikir laki-laki itu akan menjawab, tak tahunya justru melempar pertanyaan itu. Setelah menghela napas, katanya, "Apa mungkin saya bekerja jika saya memiliki masalah dengan perempuan bekerja?"

"Nggak." Alpha tertawa pelan. Sebisa mungkin tidak ingin melukai ego sekretarisnya itu. "Why we take it too serious, Pamela? Seberapa—" penting pembicaraan ini untukmu, sebenarnya? Tetapi, tidak, Alpha tidak melanjutkan kalimat itu. Setelah berdeham, laki-laki itu memutuskan untuk langsung menjawab, "Perempuan bekerja—menurut saya pribadi, mereka... hebat. Mandiri. Meskipun, ada sebagian laki-laki yang nggak menyukai perempuan yang terlalu mandiri. Tapi, kalau saya, saya nggak memiliki masalah dengan mereka. Mereka berhak untuk berdiri di garis yang sama dengan laki-laki. Mereka berhak berada di dunia luar. Bukankah salah satu tujuan dari pendidikan tinggi yang mereka capai, adalah untuk bekerja?"

Entah dari mana datangnya euforia itu, namun Pamela bisa merasakan ada sesuatu yang seperti melompat di hatinya. Mencoba mengabaikan, Pamela mengajukan pertanyaan keduanya, "Lalu, bagaimana dengan istri yang bekerja?"

"Istri?" Dahi Alpha melahirkan garis kernyitan. "Apa kamu lupa saya belum menikah, La?"

Pamela tersenyum. "Ingat, Pak. Hanya... saya ingin mendengar pendapat seorang laki-laki yang belum menikah terhadap seorang istri yang bekerja."

"Hmm...." Alpha tampak menguras otak. "Susah juga, ya, pertanyaan kamu."

"Itu alasan agar bisa menghindar?"

Sarkasme yang terkandung dalam kalimat Pamela, membuat Alpha tertawa pelan. Tidak disangkanya perempuan yang telah menjadi sekretarisnya sekitar dua bulan terakhir ini, bisa juga mengeluarkan jenis kalimat seperti itu. Setelah menghela napas, "Nggak. Jangan curiga begitu, La. Begini," diperbaikinya lebih dulu posisi duduknyalebih tegap, lantas melanjutkan, "... saya punya beberapa pertimbangan."

"Ya?"

"Pertama, yang harus kamu tau, mungkin ini akan menjadi jawaban seluruh laki-laki di dunia ini. Ketika mereka menikah nanti, mereka pasti ingin istri mereka just stay at home. Nggak perlu beker—" Melihat Pamela mengembuskan napas kasar dan membuang pandangan, Alpha seperti mendapat interupsi. "Apa artinya itu?" 

"What? Nothing," sahut Pamela tidak peduli.

"It was mean something, Miss Sharleen." Alpha tidak mau kalah. "Kalau kamu mau dengar pendapat saya, jangan diinterupsi, La. Saya belum selesai." Tidak ada tanggapan dari lawan bicaranya, membuat Alpha menghela napas sebal. "Mau dilanjut atau nggak? Tolonglah, kalau kamu memang ingin menghakimi saya, tunggu sampai saya selesai."

Pamela lagi-lagi tidak memberi respons. Perempuan itu terdiam, begitu pula Alpha. Membuat atmosfer di meja mereka terasa begitu mencekam. Ini tidak baik—Alpha tahu benar itu. Tetapi, lantas apa yang harus dia lakukan? Meminta maaf? Minta maaf untuk apa? Untuk keinginannya yang tidak sesuai dengan harapan Pamela? Astaga..., dia, kan, hanya menjawab sesuai suara hatinya saja.

TREAT YOU BETTER (Ledwin Series #2)Where stories live. Discover now