Epilog

95.7K 5.6K 524
                                    

"YAAAH KOK GANTUNG SIH, MA!" teriak tiga anak di hadapanku, masing-masing memegang cangkir berisi susu cokelat panas erat-erat.

Aku tertawa kecil, mencium dahi mereka bergantian. "Kan kalian juga udah tau akhirannya gimana?" tanyaku jahil.

Ketiganya saling pandang, "Mama barengnya sama Papa, kan? Tapi kan Lily gak tau nama Papa. Kei apa Michael, Ma?" tanya Lily, anak pertamaku dengan mata berbinar lucu.

Lulu menyenggolnya, hingga perhatian Lily teralih. "Ih, aku yakin Mama cama Kei. Lily gimana, cih?"

Kuapan ngantuk Lilo membuat kedua anakku menoleh. Keduanya menyeringai. Mereka menggoyangkan tubuh Lilo.

"Kok Lilo bobok, cih? Cerita Mama, kan, belum celecai," kata keduanya serempak dengan nada nyaring.

"Lilo ngantuk tau, Lulu, Lily," kata Lilo sambil menarik selimutnya setelah meletakkan cangkirnya.

"Lilo jangan bobok dulu!!!"

Aku tertawa melihat si kembar tiga sedang berusaha membangunkan saudaranya. Mereka tampak lucu dengan pita-pita di kepalanya.yang didapat entah dari mana.

"Ma, akhilannya emang gimana?" tanya Lilo akhirnya.

"Akhirnya ...."

Teng-teng-teng.

"PAPA PULANG!" teriak mereka serempak begitu suara bel rumah terdengar.

Tak lama, seorang pria dengan jas yang tersampir di bahunya masuk ke dalam ruang keluarga. Kewalahan menggedong ketiga kembar tersebut.

Saat melihatku, dia tersenyum.

"Pa! Nama Papa ciapa?" tanya Lily bersemangat.

Kontak mata kami terputus karena dia sekarang terfokus pada anaknya. "Emangnya kenapa?" tanyanya, mencubit hidung Lily gemas.

"Mama celita tadi. Cedih banget celitanya. Lily campe ngabisin dua kotak tissue," kata Lily yang disambut anggukan kedua saudaranya.

"Oh," kini dia melihatku sambil menahan tawa. Dia seperti bilang oh-kalian-sedang-main-teka-teki-ternyata, "menurut kalian, Mama sama siapa akhirnya?"

"Cama Keiii!" teriak Lily dan Lulu bersemangat.

Hanya Lilo yang diam, terpekur menatap kedua kakak kembarnya.

Dia menatap Lilo lembut, "kalo kamu?" tanyanya.

Wajah Lilo memerah saat menjawab, "Michael."

Dia tertegun sesaat, "kenapa?"

"Kalena, menulut Lilo, Michael benel-benel baik. Dia belusaha menjalani pelintah nenek sihil jahat. Padahal Michael kan sukanya sama Mama. Dia belusaha ngelupain pelasaannya, padahal kan Michael cintanya sama Mama," jelas Lilo panjang lebar, aku hampir terlonjak dari soffa ketika Lilo menganggap Mamaku sebagai nenek sihir.

Dasar anak-anak.

Dia tersenyum lagi, menghela mereka bertiga ke hadapanku. "Jadi, menurut kalian, Si Michael tadi pergi jauh gak?"

Pergi jauh adalah istilah kami berdua pada si kembar tiga, sebagai kata ganti 'meninggal.'

Hanya Lilo yang menggeleng mantap.

"Kita denger cerita dari Mama dulu, deh," kata pria itu, tersenyum lembut padaku.

Aku tersenyum dan mulai bercerita. Tentang El yang di bawa ke RS. Tentang Mamaku yang menyesal atas semuanya. Juga Kei dan ayahnya yang datang ke RS hari itu juga.

Ayah Kei, bernama Kazuto. Awalnya, aku tidak percaya. Tapi Kei menjelaskan lambat-lambat kalau semuanya benar. Kalau Ibunya meninggal karena depresi soal perselingkuhan Mama dan Kazuto. Tepat setelah Kei lahir.

ST [2] - UnsaidWhere stories live. Discover now