[11]

7.4K 407 0
                                    

***

BAGIAN SEBELAS

***


Pagi kembali. Cuaca di luar sangat mendung, membuat Adam mendengus. Hatinya saat ini sangat tergoyah. Penyebabnya, hari ini ia harus menandatangani surat pernyataan pengundurannya sebagai Ketua OSIS. Cuaca di luar juga sama rapuhnya seperti dirinya saat ini. Jabatan yang belum genap ia rasakan satu tahun, harus lepas begitu saja hari ini.

Adam menuruni tangga dan duduk di sofa. Ia akan berangkat ke sekolah beberapa menit lagi. Tak ada niatan untuk sarapan atau sekedar mencicipi teh hangat yang biasa Sandra buat. Jam dinding yang berada di ruang tamu menunjukan pukul 06:12. Entah apa yang menyebabkannya secepat ini untuk bersiap-siap ke sekolah.

Perasaan bersalah juga ikut menyelimutinya pada Sheila. Memang benar jika ia tidak peduli dengan Sheila belakangan ini. Beberapa kali Adam merasa ragu untuk mengirim pesan singkat pada kekasihnya itu. Pengobat rindunya hanya jepit rambut yang masih menyerbak bau rambut Sheila.

Adam mengeluarkan benda persegi dari saku celananya. Mencari kontak Sheila dan menekan tombol pesan. Dengan jarinya, ia langsung mengetik pesan untuk Sheila.

Shel, maafin gue ya.

Adam merasa kaku, langsung memencet tombol delete dan berusaha untuk mencari kata-kata yang lebih tepat.

To : Sheila

Cuaca mendung. Pakai jaket dan jangan telat masuk sekolah. Selamat pagi :)

Send

Pesan pun terkirim, ia mengusap kasar wajah dengan kedua telapak tangannya. Memasukan ponselnya kembali, beranjak dari tempat duduknya, lalu berangkat ke sekolah tanpa semangat.

***

Sheila menatap kosong ke arah luar jendela taksi yang dinaikinya. Getaran yang dihasilkan ponselnya menganggu ketenangannya. Dengan berat, ia merogoh ponsel dari sakunya. Matanya langsung terbelalak melihat nama Adam tetera di layar ponselnya.

Sebenarnya, antara ragu dan rindu Sheila membuka pesan itu. Namun, setelah mengumpulkan keberaniannya, ia akhirnya membaca pesan singkat itu.

From : Adam

Cuaca mendung. Pakai jaket dan jangan telat masuk sekolah. Selamat pagi :)

Senyuman simpul pun terukir manis di bibirnya. Ia melirik dari kaca mobil, menatap langit. Memang benar, sebentar lagi akan turun hujan. Sheila memasang raut wajah datar. Ia tidak memakai jaket karena pagi ini pikarannya terlalu kacau.

Lima menit kemudian, taksi yang ditumpangi menepi. Saat Sheila turun dari taksi, hujan turun sangat deras. Sheila pun memayungi kepalanya dengan dua tangannya sambil berlari kecil.

Malah jauh pulak dari kelas,’ batinnya mendengus kesal.

Setelah beberapa langkah, seseorang menarik lengan Sheila secara paksa. Sheila terkejut dan mendongak ke arah lengannya. Dan ternyata Adam dengan tatapan dinginnya. Adam menyeret Sheila dengan langkah yang lebar.

Kenapa kita selalu lari? Ini udah yang ketiga kalinya,’ batin Sheila.

Adam dan Sheila sudah sampai di teras kelas dengan pakaian yang cukup basah. Dan masih mengenggam lengan Sheila dengan hangat.

Dan Adam berdecak kesal karena saat ini ia tidak memakai jaket untuk diberinya pada Sheila. Adam menatap iris Sheila yang sangat dirindui. Tak lama, Sheila mengalihkan pandangannya ke arah lain dan Adam perlahan melepaskan tangan dari lengan Sheila.

Semua berlalu terlalu cepat, membuat Adam terus terhanyut dalam perasaannya.

Sheila yang merasa sudah lepas dari Adam, segera melangkah menjauh. Ia memeluk dirinya sedang kedua lengannya. Rasa dingin masih menyelimuti kulit Sheila. Sedangkan Adam hanya menatap Sheila yang terus menghilang seiring waktu.

***

“Lo habis mandi hujan?” tanya Olive setelah Sheila duduk di kursinya. Sheila hanya mengangkat kedua bahunya tidak terlalu acuh.

“Kenapa sih? Masih berantam sama Adam?” Olive melemparkan lagi pertanyaan berbeda pada Sheila.

“Gue masih belum ngerti” jawab Sheila datar.

“Lo harus baikan sama dia,” Olive menyemangati.

“Gue juga mau kayak gitu,”

“Yaudah deh.” Jawab Olive pasrah. “Ngomong-ngomong kalau barang yang hilang itu juga enggak ketemu sampai nanti pulang sekolah, dia bakal nanda tangani pemberhentian jadi Ketua OSIS,” ucap Olive yang diperhatikan betul oleh Sheila.

Sheila langsung menoleh ke arah jam dinding yang menempel di atas papan tulis. Lalu mengambil ponselnya. Mengetik pesan untuk Adam. Dan terakhir mengirimnya dengan perasaan was-was.

Adam yang sudah sampai di kelas, langsung menelungkupkan wajah dengan lengannya. Ia benar-benar tidak memiliki semangat seperti biasanya.

Dering ponselnya berbunyi, ia pun mengambilnya dengan ogah-ogahan. Ternyata Sheila mengiriminya pesan.

From : Sheila

Gue tadi nggak sempat makai jaket. Semangat untuk hari ini. Apapun yang terjadi, semuanya akan berlalu.

Adam seberusaha mungkin mengukir senyumannya.

Kevin, Joni, Misyel, dan Michel mendekati Adam yang menyendiri. Adam menoleh ke arah mereka satu persatu.

“Gimana? Udah ketemu?” tanya Joni terlebih dahulu. Adam hanya menggelengkan kepalanya.

“Kalau lo sampai berhenti dari Ketua OSIS, lo kayak mana?” Tanya Kevin hati-hati.

“Kalau gue nggak jadi Ketua OSIS lagi, emang gue bakal mati? Enggak kan,” ucap Adam dengan senyum terpaksanya.

“Hmm, yaudah deh. Kita ganti topik aja,” ujar Michel menetralkan suasana yang mendingin.

“Lo masih sama Sheila?” tanya Misyel. Dengan perasaan yang berkecamuk, Misyel berusaha untuk mengerti keadaan Adam yang tiba-tiba saja menuduhnya kemarin.

“Masih,” Adam menjawab tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya.

“Baguslah. Semoga langgeng terus,” Joni mengepalkan telapak tangannya ke udara, berusaha menghibur Adam.

Api dalam hati Misyel membara saat itu juga. Ia mengeram kesal dan raut wajahnya berubah seketika.

Kok lo bisa ngabaikan perasaan gue?’ batin Misyel kesal.

***

a.n :

double update.
hehehe.

My Bad Girl RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang