[19]

2.7K 162 39
                                    

BAGIAN SEMBILAN BELAS

***

Hari Minggu.

Matahari sudah terbit dan mulai menerobos melalui celah-celah jendela. Membuat Sheila, perlahan-lahan melebarkan kelopak matanya. Walaupun masih terasa berat.

Kepalanya masih terasa terguncang dan badannya masih lelah. Matanya juga sembab karena menangis terus menerus. Rasanya, hatinya telah berubah menjadi kepingan-kepingan kecil yang hancur. Sulit untuk dikembalikan lagi.

Sheila menatap jam dinding yang menempel di samping lemarinya. ‘Sudah jam delapan,’ gumamnya pelan. Ia pun duduk bersila di atas kasurnya. Menatap tiket pesawat yang berada di samping nakasnya.

Sebenarnya, ia juga cukup lelah untuk menyiapkan beberapa helai pakaian dan keperluan lainnya. Hal itu cukup juga membuatnya kecapekan semalaman.

Sesuai janji dari taruhan itu, jika Sheila berhasil dalam taruhan, ia akan diberi tiket ke luar negeri untuk lima hari. Karena Sheila sudah menang, kemarin malam Misyel datang dan menyerahkan janjinya. Tak lupa dengan senyuman miring dan kata-kata sarkasmenya.

Flassback On

Misyel dengan gaya angkuhnya memasuki perkarangan rumah Sheila. Ia sudah sampai di depan pintu dan langsung menekan bel rumah Sheila. Selang beberapa menit, Sheila sudah keluar dengan baju kaos dan celana longgarnya yang berwarna hijau.

Misyel tersenyum lebar menatap mata Sheila yang terlihat sembab dan berkaca-kaca. Ia terus merasa bangga dan bahagia atas penderitaan Sheila sejauh ini.

“Ini tiket lo. Sesuai yang elo minta,” kata Misyel sambil menyerahkan benda kertas itu di hadapan Sheila. Sheila yang selalu tidak ingin terlihat lemah, tersenyum lalu mengambil kertas itu dengan tenang. Seakan tidak ada masalah apapun.

Thanks,” ucap Sheila singkat dan langsung ingin menutup pintunya.

“Ehh, tunggu!” Misyel menahan pintunya. Sheila mengangkat dagunya sekilas dan menyatukkan alisnya.

“Apa perlu Adam tahu tentang ini?” tanya Misyel.

“Terserah lo. Yang penting masalah kita sudah selesai. Dan jangan ganggu gue lagi,” Sheila menutup pintu rumahnya dengan kasar, membuat Misyel terkejut pelan.

“Dasar!” batin Misyel sedikit kesal.

Flasback Off

***

Adam sudah bangun. Ia dengan kaus hitam dan celana pendek sedang menikmati udara pagi di taman belakang rumahnya. Rasanya, ia sudah lama tidak mendapatkan udara sesejuk ini dan bisa meluapkan rasa stresnya dengan menyapukan pandangannya ke arah bunga yang bermekaran di depannya.

Ditemani secangkir teh, membuat pagi Adam terasa lebih baik.

Suara nada dering yang berasal dari ponselnya, menganggu ketenangan Adam. Adam melirik ponselnya yang berada di sampingnya. Dan ternyata hanya ada sebuah pesan dari Misyel. Dengan setengah hati, Adam akhirnya membaca isi pesan tersebut.

From : Misyel

Gue cuma mau blng. Hari ini Sheila bakal pergi ke luar negri. Lo bisa tuh ngejarnya kyk di FTV atau apalah.

Alis Adam seketika bertaut.

Oh, jadi setelah ini dia bakal lari jauh dari sini,’ batin Adam menerka.

Adam pun mulai merasakan benci terhadap Sheila. Ia sekarang merasa menyesal. Harus berkenalan dengan Sheila, memberinya kesempatan besar untuk menjadikan cintanya taruhan, dan juga harus menjadi korban dari permainan gilanya.

Adam kemudian melihat jam yang berada dipergelangan tangannya, kemudian langsung masuk ke dalam rumahnya. Untuk bersiap-siap ke rumah Sheila.

***

Sheila sudah siap dengan celana jeans dan juga kemeja putihnya. Di tangan kanannya ia sudah menarik kopernya berukuran standar. Tas sandang senada celananya juga sudah menggantung di tangan sebelahnya.

Rasanya masih seperti mimpi buruk yang terus menimpanya beratus-ratus kali. Ikut membayangi setiap langkahnya.

Hari ini Sheila sudah berpamitan dengan orang tuanya melalui pesan singkat yang ia kirim kemarin. Dan dengan mudahnya, kedua orang tuanya hanya mengatakan ‘iya’ dan ‘hati-hati’. Sheila pun tidak memperdulikannya. Yang terpenting ia sudah meminta izin.

Sheila membuka kenop pintu rumahnya. Bola matanya melebar saat melihat sosok pemecah hatinya berada beberapa meter dari pandangannya. Hatinya masih saja bergemuruh dan jantungnya masih bisa berdetak cepat. Saat menatap kedua bola mata Adam, Sheila tidak merasa lagi ada keteduhan. Namun penyiksaan.

Setelah diam beberapa lama, akhirnya Sheila memberanikan diri untuk melangkah lebih dahulu. Walaupun hanya dengan langkah pelan. Sheila terkejut juga saat Adam mengikuti jejaknya, melangkah maju tanpa ada keraguan. Sampai Sheila merasa jaraknya semakin dekat, Sheila menghentikan langkahnya. Namun Adam tidak. Sheila menjadi canggung.

“Berhenti,” ucap Sheila saat hanya tinggal empat langkah lagi Adam akan sampai di hadapan Sheila. Dan saat itu juga, Adam menghentikan langkahnya.

“Kenapa gue harus berhenti?” Tanya Adam dengan nada menusuk, membuat Sheila menggigit bibir bagian bawahnya walaupun tidak terlalu jelas.

“Lo ngapain datang ke rumah gue? Bukannya kita udah putus?” tanya Sheila galak. Membuat senyum miring milik Adam merekah sejenak. Senyuman yang dirindui Sheila selama ini.

Adam maju satu langkah. “Lo mau pergi jauh sampai bawa koper?” Tanya Adam sambil memerhatikan barang bawaan Sheila.

Adam mulai mengikis jarak perlahan-lahan. “Berapa lama lo bakal pergi dari gue?” Kata Adam memberi jeda. “Satu hari... satu minggu.. satu tahun.. atau.. selamanya?”

Sheila tidak bisa bergerak. Ia hanya mematung di tempatnya berdiri. Tak kuat jika harus menggerakan beberapa anggota tubuhnya yang mulai terguncang.

Sekarang hanya tinggal satu langkah lagi.

“Sejauh apapun lo pergi atau seburuk apapun kelakuan lo, gue harap setidaknya sedikit saja lo akan ngerasa yang namanya menyesal.” Ucap Adam tegas dan menghanyutkan.

“Selamat Sheila Alexander. Lo adalah wanita terhebat yang pernah gue temuin. Jadiin gue taruhan hanya untuk hiburan lo dan tiket pergi ke luar negeri,” Adam menggantungkan kalimatnya. “Semoga liburan lo menyenangkan,” tambah Adam dengan senyum miring.

Dua detik kemudian, Adam membalikkan badannya dan melangkah menjauh dari pandangan Sheila. Merasa Adam sudah tidak terlihat lagi, kaki Sheila memang melemas saat itu juga. Membuatnya terjatuh di lantai. Pertahanannya mulai goyah. Matanya memanas dan hatinya masih terasa tercabik. Ucapan Adam masih terngiang-ngiang di pendengarannya.

Ini benar-benar gila.

***

My Bad Girl RomanceWhere stories live. Discover now