[16.A]

5.6K 291 40
                                    

BAGIAN ENAM BELAS [1]

***

Olive duduk terpaku sambil menyandarkan punggungnya ke kursi besi, taman dekat rumah sakit. Pandangannya kosong menatap arah langit tak berbintang. Hembusan angin sesekali memainkan rambut tipisnya yang tergerai.

Deringan ponselnya membuat ia tersadar dari lamunannya. Buru-buru ia mengambil benda persegi itu dari saku celananya.

‘Ternyata dari Sheila,’ gumamnya pelan. Ia pun membuka pesan tersebut.

From : Sheila

Lo lagi dimana? Gue baru dari rumah lo.

Olive membuang napasnya dan me-replay pesan.

To : Sheila

Rumah sakit Kasih Bunda. Bunda sakit.

Setelah secepat mungkin membalas pesan Sheila, Olive melanjutkan pikiran bercabangnya sampai ia merasa bosan.

***

Sheila dengan resah memutar badannya di depan pintu rumah Olive sambil menunggu pesan balasan yang sebelumnya ia kirim beberapa menit yang lalu. Mendengar ringtone berbunyi nyaring di ponselnya, Sheila membaca pesan singkat balasan Olive.

Setelah membaca, Sheila membulatkan matanya terkejut. Ia meletakan kembali ponsel ke tempat asalnya, lalu memanggil taksi untuk segera ke rumah sakit.

Sepanjang perjalanan, bayangan Bunda Olive seringkali menghampiri di kepala Sheila. Beberapa kali Sheila menggigit bibir bawahnya, kedua tangannya menggigil kedinginan.

Yanti memang sedang terkena penyakit kanker beberapa tahun lalu, Olive sering menceritakan mengenai keadaan kesehatan bundanya. Namun, pasti saat ini keadaannya sangat parah. Rencananya, malam ini Sheila ingin meminjam buku catatan milik Olive, namun mendapat pesan itu membuatnya langsung bergegas mengunjungi Olive.

Setelah menempuh perjalanan dua puluh menit, taksi yang dinaiki Sheila menepi. Sheila menyerahkan beberapa lembar uang lalu segera berlari masuk ke rumah sakit tersebut. Saat sampai di depan pintu rumah sakit, langkahnya terhenti karena ponselnya berdering tanda panggilan masuk. Sheila mengambil ponsel yang ternyata dari Adam. Sheila pun menjawabnya.

Sheila malah berbalik badan dan berencana mengangkat teleponnya di luar. Sadar atau tidak, di belakang Sheila ada David yang sibuk dengan ponsel di telinganya. Keduanya sama-sama tidak menyapa, hanya berlalu.

“Iya Kak?” Nada bicara Sheila dibuat sebaik mungkin. Takut kalau Adam menyadari kecemasannya.

Lagi dimana Shel,” tanya Adam di ujung seberang sana.

“Bundanya Olive lagi sakit. Sekarang gue lagi di rumah sakit. Kenapa?” Jawab Sheila sambil menatap ke arah taman rumah sakit. Ia menyipitkan matanya untuk menangkap sosok yang familiar itu di sana.

Perlu gue nyusul ke sana?

“Nggak usah deh, gue bisa sendiri kok. Kakak belajar aja yang rajin,” tolak Sheila sambil tertawa kecil.

Yaudah. Take care Shel,” ujar Adam.

“Oke, good night. Love me more,” kata Sheila malu-malu dan langsung memutuskan teleponnya sebelum mendengar jawaban dari Adam. Adam tersenyum penuh saat mendengar ucapan terakhir Sheila. Seperti racun yang terus menggiurkan.

Sheila mendekati seseorang di taman itu. Setelah yakin bahwa itu Olive. Sheila menyentuh pundak cewek berbaju biru toska itu hingga membuatnya sedikit terkejut. Orang itu mendongak ke arah Sheila dan ternyata benar Olive.

Sheila langsung bisa menangkat mata Olive yang sudah sembab karena tangisnya. Olive beranjak dari tempat duduk dan langsung menghambur ke dekapan Sheila. Sheila mengelus punggung Olive dengan lembut. Olive melanjutkan tangisanya di sana.

“Sabar ya Liv, semua bakal baik-baik kok,” ucap Sheila turut merasakan kesedihan Olive.

“Gue takut Shel,” Olive mengucapkannya gemetaran.

“Percaya sama gue,  Bunda bakal baik-baik saja kok. Nggak bakal kenapa-kenapa,” kata Sheila semampu mungkin untuk menenangkan Olive.

Olive mengangguk lemah dan menghapus bulir-bulir air matanya. Sejenak, ia ingin bernapas dengan normal kembali.

***

Sudah pukul sepuluh malam. Sheila yang menunggu di kursi panjang rumah sakit mulai merasakan kantuk. Olive yang melihat itu merasa tidak enak hati. Olive memilih untuk berjalan mendekati Sheila.

“Sheila,” panggil Olive pelan. Sheila pun langsung mengumpulkan kesadarannya setelah mendengar suara serak milik Olive.

Sheila mendongak. “Ehk, iya?” Sheila mengucek kedua matanya.

“Lo pulang aja dulu. Besok lo datang lagi. Udah malam juga,” perintah Olive dengan senyuman.”gue nggak apa-apa kok. Gue bakal jaga bunda di sini,” sambungnya.

Sheila menyetujuinya dan beranjak dari tempat duduknya. “Yaudah deh, gue pulang. Lo jaga diri ya,” kata Sheila.

“Hmm, gue antar sampai depan ya.”

Olive mengantar Sheila sampai pintu luar rumah sakit. Setelah sampai, Sheila langsung mencari taksi dan melambaikan tangan ke arah Olive yang masih berdiri di depan pintu rumah sakit. Tak lama, taksi itupun berjalan menjauh.

Olive membalikan badannya dan tiba-tiba saja ia terhuyung ke belakang.

Seseorang bertubuh lumayan besar dari tubuhnya menabraknya tak sengaja. Olive yang terjatuh, buru-buru ditolong lelaki itu.

“Eeh, maaf ya,” kata lelaki itu menyesal sambil mengangkat badan Olive.

Olive yang sudah bangkit menepuk-nepuk telapak tangannya dan menatap lelaki di hadapannya sekarang. Saat ini, tepat bola mata cokelat itu menusuk iris mata Olive. Olive tertegun sejenak.

“Gue minta maaf ya, nggak lihat jalan sebelumnya,” lelaki itu mengulurkan tangannya. Olive pun menyahut dengan mengulurkan tangannya juga.

“Iya. Nggak apa-apa kok.” Olive tersenyum penuh. “gue duluan ya,” ujar Olive singkat dan berencana untuk masuk kembali ke rumah sakit.

“Eh. Tunggu!” Lelaki itu menghentikan langkah Olive. Olive pun berbalik dan menautkan alisnya. Sedangkan lawan bicaranya berjalan mendekat.

“Nama gue David. Nama lo?” Tiba-tiba saja, lelaki itu memperkenalkan namanya yang semakin membuat alis Olive bertaut.

“Olive,” ucapnya datar dengan senyuman. Olive pun kemudian berbalik lagi, meninggalkan lelaki itu sendirian.

***

My Bad Girl RomanceWhere stories live. Discover now