[26]

2.4K 116 0
                                    

Adam membuka kamarnya setelah satu jam ia pergi ke rumah sakit untuk melihat kondisi Misyel dan Joni. Rasa khawatir Adam semakin merasuki paru-parunya. Apalagi keadaan Misyel yang membuatnya semakin cemas.

Adam menghempaskan tubuhnya di atas kasurnya yang empuk. Adam memutar lagu Sugar milik Maroon 5 dari ponselnya. Lalu membiarkan nada lagu itu menggema di kamar Adam.

Terdengar decitan suara pintu kamar Adam, Adam segera menoleh ke arah pintu kamarnya. Kepala David menyumbul duluan sebelum badannya yang tegap memasuki kamar adiknya itu. Senyum David merekah membuat Adam mengangkat sebelah alisnya.

"Kenapa?" Tanya Adam langsung tanpa berbasa-basi.

"Dam, gue pengen cerita." Kata David dan duduk dekat sofa yang berada dekat dengan jendela kamar Adam. Adam akhirnya memilih duudk di atas kasurnya.

"Cerita apa?"

"Dam, menurut lo gue egois nggak kalau gue nanti nikah sama cewek yang sama sekali gak cinta sama gue?" Tanya David.

Adam tertawa kecil. "Kenapa nikah kalau nggak saling cinta. Nikah itu kalau saling cinta kali," jawab Adam sambil menggaruk bagian belakang kepalanya.

"Hmm.. berarti gue egois."

"Iyalah. Masa itu aja harus ditanyain.. Gue kira apa tadi.." kata Adam.

David menghembuskan napasnya. "Tadi lo dari mana?"

"Dari rumah sakit. Joni sama Misyel kecelakaan."

David membulatkan matanya dengan sempurna. "Hah? Kapan?"

"Tadi. Joni lagi kritis dan Misyel udah lewat masa kritis itu." Adam memberitahu keadaan dua sahabatnya itu.

"Ya udah. Besok atau lusa gue bakal jenguk mereka."

Adam mengangguk.

"Oh iya, kenapa lo tiba-tiba nanya kayak gitu?"

David pura-pura tidak mengerti. "Nanya apaan?"

"Ih bego." Adam berdecih kesal. "Yang nikah-nikah itu loh.." Adam mengingatkan topik sebelumnya.

"Ohh.. yang itu.."

"Iya botol,"

David mengeluarkan ponselnya dan menunjukan foto yang diambilnya tadi dari ponsel Abraham, lalu menunjukannya pada Adam.

"Gue pengen cewek ini jadi milik gue," kata David.

Adam sedikit terkejut ketika wajah Sheila yang berada di ponsel David.

"Di..dia. Kenapa?" Tanya Adam sedikit gugup.

"Gue sebenarnya nggak kenal kali sama dia. Gue pernah ketemu sama dia pas dulu, pas masa-masa balapan. Jadi dia lawan gue. Ya udah, singkatnya gue suka sama dia." Jelas David yang membuat Adam sedikit cemas sendiri.

"Sejak kapan lo suka sama dia?"

"Hah?" David bingung sendiri kenapa Adam begitu penasaran dengan gadis yang sedang ia ceritakan.

"Sejak kapan lo suka sama dia?" Tanya Adam ulang.

"Ohh.. ya sejak gue ketemu sama dia di tongkrongan gue. Emang kenapa?" Tanya David kemudian. Untuk memecahkan rasa penasaran yang bercokol di hatinya.

Senyum Adam sejenak tercetak sangat tipis. David memperhatikan air muka Adam yang berubah-ubah seperti bunglon. Kali ini Adam ingin banyak tahu mengenai dirinya. Biasanya Adam sangat acuh bahkan tidka peduli.

"Nggak apa-apa." Kata Adam.

Setelah Adam mengeluarkan kata tidak apa-apa, akhirnya keduannya terdiam. Tidak ada yang bersuara lagi. Adam menatap dan memikirkan Sheila sedangkan David menatap luar sembari memikirkan keadaan Joni dan Misyel yang kecelakaan.

Beberapa menit atmosfer hening merambat di keduanya, David membuka suara.

"Ya udah. Udah larut juga, besok lo kan harus sekolah. Gue tidur dulu ya," kata David sambil beranjak dari tempat duduknya dan mengambil ponselnya.

"Good night," ucap David dan akhirnya menghilang di balik pintu.

Adam masih tidak mengerti jalan takdir apa yang telah Tuhan rencanakan.

***

Adam mengecek jam dinding yang berada di samping lemarinya. Di detik selanjutnya, Adam berdecak kesal. Sudah pukul setengah tiga pagi, namun rasa kantuk belum menghampiri Adam. Padahal tadi saat perjalanannya dari rumah sakit, ia sudah merasa lelah dan ingin segera tidur. Tapi sekarang tidak lagi.

Saat Adam menutup matanya, bayangan Sheila yang menghampiri otaknya. Di bayangan itu, tampak jelas senyum dan tawa Sheila yang polos dan lugu. Tidak ada kebohongan dari raut wajahnya. Ingin menghilangkan bayangan itu, Adam membuka matanya.

Setelah melakukan hal itu berkali-kali, Adam duduk bersila di atas tempat tidurnya. Ia mengusap muka dengan kedua tangannya begitu kasar. Kenapa dunia tidak seluar yang perkirakan Adam? Kenapa masalah menjadi serumit ini?

Ada juga beberapa pertanyaan yang tiba-tiba muncul dari kepala Adam. Satu pertanyaan yang akan membuat Adam mati penasaran dan ingin mengetahuinya.

Apa Sheila sudah tau dan mau tunangan dengan David dua tahun lagi?

Begitulah kira-kira.

Adam bangkit dari tempat tidurnya dan menuju dapur. Ia memasak air panas untuk membuat segelas kopi. Sembari menunggu air mendidih, Adam mengambil cangkir dan kopi instan yang berada di lemari rak piringnya.

Suara air mendidih mulai mengalihkan pandangan Adam. Pelan-pelan, Adam menuangkan air panas itu ke cangkirnya. Setelah itu ia mengaduk dengan sendok yang diambilnya dari rak juga.

Adam memilih untuk menikmatinya di meja pantri. Hanya suara senyap dan hening yang menyelimuti Adam. Semua orang sudah tertidur dengan nyenyak, kecuali dirinya.

'Apa yang harus gue lakuin sekarang? Kenapa begitu sulit dan sakit?' lirih Adam dalam keheningan, sambil menyesap kopinya.

'Apa yang membuat Sheila bisa melakukan sejauh ini sendirian? Kenapa semua ini membuat gue hampir gila? Apa Sheila akan benar-benar tunangan dengan David?' Adam menenggelamkan kepalanya di atas lengan yang ia letak di meja.

'Hal tersulit dari memaafkan adalah melupakan. Dan hal yang sulit dari melupakan adalah berhenti mencintai. Dan sekarang, gue udah terlanjur mencintai. Mencintai Sheila,"

Adam akan terus bergelut dengan pertanyaan yang tidak akan ia temukan jawabannya.

***

My Bad Girl RomanceWhere stories live. Discover now