[25]

2.5K 112 0
                                    

Bagian Dua Puluh Lima

***

Sheila mendengus kesal setelah menelpon Abraham berulang kali. Padahal, ia sudah sampai di bandara setelah empat hari kepergiaannya berakhir. Merasa kesal, akhirnya Sheila memutuskan untuk pulang dengan taksi.

Sheila berdiri dari tempat duduknya dan menyerat kopernya dan segera mencari taksi. Setelah mendapatkannya, Sheila duduk di jok belakang.

Sedikit bosan, ia mengeluarkan headset dan ponsel dari tas sandangnya. Sheila kemudian mencari lagu Everytime milik Britney Spears.

Sheila menatap luar yang dibatasi oleh kaca jendela mobil taksi tersebut. Sheila merasa sendu. Ia pun mulai mengikuti lirik lagu itu.

Everytime i try to fly, i fall

Without my wings, i feel so small

I guess i need you baby

And everytime i see you in my dreams

I see your face, it's haunting me

I guess i need you baby.

Tiba-tiba, kenangan Sheila bersama Adam mulai menghampiri koridor otak Sheila. Saat Adam mendekatinya, saat Adam memegang kedua tangannya, saat Adam memeluknya, saat Adam menyentuh rambutnya, dan saat Adam selalu ada untuknya.

Bohong kalau sekarang Sheila tidak rindu dengan Adam.

Entah perasaan jenis apa yang telah hinggap pada hati Sheila. Rindu, cinta, dan benci. Sheila benar-benar tidak akan pernah membedakannya. Hatinya sekarang sudah keras dan mati rasa. Begitu pikir Sheila kemudian.

Taksi sudah berhenti di samping perkarangan rumahnya. Sheila turun, sedangkan sopir taksi itu turun dan mengeluarkan koper Sheila yang berada di bagasi belakang. Setelah itu, Sheila membayar sopir itu dengan dua lembar uang kertas.

Sopir itu berucap terima kasih dan Sheila langsung masuk ke rumahnya.

Saat Sheila membuka kenop pintu rumahnya, Sheila melihat kedua orangtuanya sedang duduk berdua sambil termenung dengan pikirannya masing-masing. Sheila tidak berusaha untuk mendekati mereka berdua. Toh mereka juga tidak pernah peduli dengan Sheila.

Sheila berjalan menuju arah kamarnya yang berada di lantai atas. Tapi langkahnya terhenti saat suara yang sudah lama tak pernah memanggilnya menusuk daun telinga Sheila.

"Sheila," panggil Abraham.

Sheila menoleh. "Kamu ke sini dulu!" Perintah Abraham dengan suara beratnya.

Sheila menghela napasnya. Tidak berniat membuat keributan, Sheila akhirnya menurutinya. Sheila memilih duduk di kursi sofa tunggal.

"Sheila nggak ada buat keribuatan di sekolah, Pa." Seru Sheila duluan, takut-takut Abraham akan menceramahinya sepanjang malam. Sheila berusaha untuk menghilangkan kemungkinan tersebut, agar dapat segera tidur di kasurnya yang empuk.

"Bukan. Bukan masalah itu," jawab Agustine—mama Sheila.

Sheila menyatukan alisnya. "Terus?"

"Shel. Apapun yang Papa jelasin, kamu jangan langsung marah. Coba kamu pahami dan pikir dengan matang-matang ya," ujar Abraham sebelum ia menjelaskan sesuatu.

Sheila mengangguk setuju. Lagipula, Sheila mulai penasaran dengan topik yang akan dibahas oleh Abraham.

"Perusahaan Papa sedang mengalami kritis. Papa udah nemu orang untuk menyelamatkan Papa. Tapi, dia mengajukan syarat supaya dia mau untuk melakukannya." Jelas Abraham pelan-pelan.

My Bad Girl RomanceWhere stories live. Discover now