Prolog

141 11 3
                                    

Aku duduk di sebuah bangku taman yang dudukannya terbuat dari julur kayu yang memanjang dan dicat putih. Sandarannya yang terbuat dari besi terasa dingin menempel pada punggung, membuat bulu-bulu halus di sekitar tengkukku sedikit meremang. Di sebelahku, duduk seorang pria muda yang tengah menggendong bayi laki-lakinya yang kira-kira berumur kurang dari satu tahun sambil sesekali menggoda bayi itu dengan membuat ekspresi wajah yang lucu dan konyol, membuat bayi itu tergelak sambil menggerak-gerakkan badannya yang ikut berguncang ketika mulut kecilnya mengeluarkan suara tawa yang renyah.

Aku tersenyum. Melihat tingkah anak kecil, selalu membuat hariku terasa lebih ringan.

Ketika itu angin sejuk bertiup di sore hari yang cerah pada pertengahan musim semi di bulan April, membawa bau tanah dan aroma segar pucuk daun serta kuncup-kuncup bunga yang muncul sedari satu bulan lalu. Matahari masih tampak menggantung di langit barat tanpa tertutup awan, mengundang orang-orang untuk berjalan-jalan mengelilingi kota, bersantai di taman, atau mengobrol di pinggir jembatan sungai Neckar, menikmati sore hari yang hangat pada suasana sejuk musim semi di kota dengan pemandangan kastil tua yang berada di daratan tingginya.

Hari itu sempurna. Tidak ada alasan ketika itu bagi orang-orang untuk bermuram durja. Namun tidak dengan perasaanku. Ketika itu, rasa cemas dan takut muncul bersamaan dengan ingatan-ingatan buruk tentang seseorang yang pernah aku kenal. Seorang gadis manis yang dicintai semua orang. Gadis yang tidak pernah merasakan bagaimana rasanya sendirian dan terancam. Gadis yang satu minggu lalu memberiku kabar, bahwa dia akan datang ke sini, mengunjungiku, datang ke Heidelberg, kota negeri dongeng di selatan Jerman. []


Media: Everywhere, compossed by Jurrivh.

An Apple for CaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang