Bab 9 - Teman

40 5 2
                                    

Cara.

"Ini agak sedikit sulit dipercaya," ucap papa padaku setelah ia mengecek keadaan mama di kamar sejurus ia sampai di rumah. "Papa sampai sekarang masih gak percaya bahwa di umur papa yang sudah kepala empat ini, masih ada saja drama yang terjadi," lanjutnya sambil mendesah dan mengurut-urut keningnya. Ia kemudian mengambil tempat di atas sofa, menghadapku dan Dario yang masih belum pulang sedari tadi.

"Namanya Sintia. Pacar papa dulu sebelum bertemu mamamu," ucap papa lagi kemudian.

Tanpa perlu aku tanya siapa wanita itu, aku sudah tahu bahwa papa tengah membicarakan calon istri barunya. Dan wanita itu mantannya papa. Benar-benar drama yang tidak pernah aku duga bisa terjadi pada kehidupan nyata, yang membuatku percaya bahwa Tuhan ternyata terkadang mempunyai selera picisan ketika menulis jalan hidup seseorang. Dan aku rasa aku tidak akan menyukai cerita ini.

"Kamu kenal om Tama kan? Yang sudah tua, yang sering jailin kamu dulu setiap kali ketemu?" tanya papa kemudian padaku.

Aku mengangguk. Aku ingat jelas siapa orang yang dimaksud papa, ia orang yang ramah dan humoris. Seorang kakek yang baik untuk cucunya. Aku bukan anak yang periang, dan om Tama adalah orang yang selalu berusaha membuatku menyunggingkan senyum setiap kali bertemu denganku sampai aku berhasil menggerakkan ujung bibirku itu meskipun kurang dari satu senti meter.

Aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya memiliki seorang kakek, karena kedua kakekku sudah dipanggil Tuhan jauh sebelum aku lahir. Jika rasanya menyenangkan karena selalu dimanja, aku rasa begitulah yang aku rasakan setiap kali aku bertemu dengan om Tama. Usianya mungkin tidak jauh beda dengan kakekku yang meninggal di usia muda, namun meskipun begitu ia masih terlihat segar dan bersemangat setiap kali aku bertemu dengannya dulu. Selain dari Tante Donna dan om Rangga, om Tama adalah satu lagi orang yang kusukai, jadi tidak mungkin kalau aku lupa pada sosok pria kebapakan itu.

"Setelah bertahun-tahun menunggu, akhirnya kini ia memiliki cucu," ucap papa kemudian.

Aku tidak menimpali, hanya mendengarkan, menunggu benang merah yang bisa mengaitkan cerita ini pada masalah yang kini sedang terjadi di rumah pada mama. Dario pun diam, memandang wajah papa yang tengah bercerita, mendengarkannya dengan penuh perhatian.

"Cucunya baru berumur lima tahun, dan baru saja kehilangan ayahnya karena kecelakaan satu bulan lalu."

Aku terus mendengarkan. Sekarang aku mulai bisa menebak bagaimana cerita selanjutnya.

"Sintia adalah anak bungsu om Tama, dan suaminya baru saja meninggal," lanjut papa. "Tentu rencana pernikahan itu bukan sesuatu yang bisa papa putuskan sekarang, karena mereka masih dalam suasana berkabung."

"Jadi, jika keadaannya sudah membaik, papa berencana menikahi mantan pacar papa itu?" tanyaku sedikit menyudutkan. Ya, beginilah mulutku, tajam, sinis, dan susah diubah.

"Om Tama yang memohon pada papa," jawab papa seolah membela diri. "Kamu mungkin tidak tahu bagaimana andil om Tama dalam kehidupan papa sampai bisa berada di posisi sekarang? Rasanya papa tidak sampai hati jika harus menolak."

"Dan papa sampai hati menyakiti mama?" sudutku lagi, membalikkan perkataan papa, membuatnya terdiam. Aku masih kesal, dan merasa bahwa alasan papa untuk berencana menikah lagi kurang bisa membuatku mengerti. Sudah jelas, ia kini terlihat bingung. "Jika hanya itu alasannya, tentu papa sadar seberapa berengseknya papa," lanjutku sambil mengepalkan tangan karena kesal.

Melihatku berbicara setengah bergetar, Dario menggerakkan tangan kirinya, dan menggenggam tangan kananku yang tengah mengepal, seolah memintaku untuk menyurutkan emosi. Dan aku menurutinya.

"Ya, papa tahu," ucap papa. "Tapi masalahnya lebih besar dari itu Ra, ini menyangkut posisi papa di perusahaan," lanjutnya lagi.

Dan kini, giliranku yang terdiam. Aku sadar bahwa sekarang masalah ini mulai menyangkut politik perusahaan. Dan aku benci hal itu, terlebih pada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Orang-orang yang selalu mencampurkan urusan pribadi dengan pekerjaan, orang-orang berego tinggi dan kapasitas otak yang rendah. Orang-orang yang akan selalu membuat orang lain tersakiti, seperti halnya mama sekarang.

An Apple for CaraWo Geschichten leben. Entdecke jetzt