Bab 14 - Help

25 3 17
                                    

Dario.

Kejutan yang akan aku beri pada Cara kemarin lusa gagal dan ketahuan dengan tidak indahnya. Dan selain itu juga, Cara merasa terbebani dengan hadiah yang aku beri padanya. Aku tidak mau Cara menerima hadiahku dengan terpaksa, dan terbebani memakainya. Maka dari itu, beberapa menit lalu aku baru saja membeli kado baru untuknya, sesuatu yang kira-kira akan selalu ia pakai, tidak terlihat mewah dan yang penting tidak membuatnya merasa terbebani.

Ketika tinggal beberapa langkah lagi kakiku akan sampai pada pintu apartemen, aku melihat Luisa tengah duduk berjongkok di depan pintu sambil memeluk lututnya. Sedang apa dia? Duduk dengan posisi tidak biasa dan terlihat kuyu.

"Lu?" panggilku ketika aku sudah berada kurang dari satu meter di depannya. Ia menengadah, dan aku dapat dengan jelas melihat wajahnya yang terlihat muram. "Sedang apa di situ? Kamu kenapa?" tanyaku sedikit khawatir sambil membungkukkan badanku.

Luisa berdiri dari duduknya dengan sedikit susah payah. Ia menenteng sebuah kantung plastik berisi banyak sekali minuman kaleng. Aku semakin mengernyitkan alisku.

"Yo," ucap Luisa pelan, yang justru malah terdengar seperti rengekan. "Tolong aku," lanjutnya sambil kemudian tiba-tiba saja ia memelukku. Aku terkejut dan sedikit memundurkan langkahku satu kali ke belakang. Aku hendak melepaskan tubuhnya yang menempel pada tubuhku, ketika aku sadar bahwa kini ia tengah menangis.

"Lu, kamu kenapa Lu?" tanyaku lagi, namun sama sekali tidak mendapatkan jawaban selain dari isak tangis wanita ini yang terdengar semakin kencang. Karena aku merasa tidak nyaman dengan keadaan ini, aku memegang pundaknya, dan sedikit melepas paksa badannya pada badanku. "Kita bicara di dalam, ayo," ajakku.

Aku melangkah lagi menuju pintu, membukanya, dan masuk diikuti oleh Luisa. "Kamu tunggu saja dulu di living room, aku mau ke kamar dulu." Ia mengangguk, dan aku berbelok ke arah kanan dari foyer, berjalan menuju kamar.

Hari ini Luisa terlihat sangat buruk. Ia seperti sangat kelelahan, banyak pikiran, dan menyedihkan. Aku masuk kamar hanya untuk menaruh barang-barang yang baru saja aku beli tadi, lalu langsung kembali ke ruang tengah untuk menemui Luisa.

"Aku minta maaf datang tiba-tiba begini," ucap Luisa sambil menunduk. Ia duduk di ujung sofa sambil merapatkan dua kakinya dan menangkupkan kedua tangannya dia atas pahanya yang terbalut rok putih berenda pada ujungnya.

Aku sedikit heran dengan tingkah dan pembawaan Luisa yang tidak biasa seperti ini. Kami sudah berteman lama, dan ia pun sering berkunjung ke apartemenku. Namun baru kali ini ia bertingkah seolah canggung berada di tempat ini dan berhadapan denganku. "It's okay Lu," ucapku akhirnya. "Ada apa sebenarnya?"

Luisa terdiam untuk beberapa saat, membuatku yang menunggu jawabannya merasa bingung. "Lu?" panggilku lagi.

Ia mendesah berat, lalu mengangkat kepalanya perlahan, menatapku dengan tatapan nanar. "Aku boleh diam di tempatmu sebentar?" tanyanya kemudian.

Aku semakin tidak mengerti. "Maksudmu? Sebentar berapa lama?"

"Beberapa hari mungkin," jawabnya.

Aku terdiam untuk sesaat. "Ada apa sebenarnya Lu?" tanyaku lagi, tanpa sebelumnya menjawab permintaannya. Aku tidak mungkin begitu saja menyetujui permintaannya untuk tinggal di apartemenku tanpa mengetahui alasan jelasnya mengapa ia sampai meminta hal itu. Beberapa hari bukanlah waktu yang sebentar buatku.

"Jadi boleh kan? Aku sudah bilang orang rumah bahwa aku akan berlibur selama satu minggu, jadi tidak masalah kalau aku menghilang dari rumah untuk sementara. Kamu satu-satunya teman baikku Yo, tolong bantu aku," ucapnya lagi.

An Apple for CaraWhere stories live. Discover now