TIGA PULUH TIGA

147K 12.5K 456
                                    

"Gue?" tanya Adian dengan sombong dan belagu. "Gue satu - satunya orang yang peduli sama Jacqueline. Kalau loe suaminya dia pasti bilang ke gue!"

Dengan tenang Warren menatap ke arah Jacqueline yang masih meraba – raba lehernya dan wanita itu menutup matanya terlihat begitu takut. Warren lalu menatap pria dihadapannya yang terlihat mabuk, mata pria itu merah dan pakaian yang dikenakan pria itu kusut di semua tempat.

Warren mengerutkan dahinya ketika ia mencium bau rokok dan alkohol di tubuh pria itu dan Warren tidak percaya Jacqueline dapat mengenal pria seperti ini, "Hmm, kalau saya suaminya dan anda seseorang yang peduli terhadap Jack, bukannya anda seharusnya mengetahui hubungan sama dengan Jack?"

"Jangan main – main sama gue, kemarin Jack di apartemen sendiri dan hari – hari lainnya, nggak ada loe di apartemen ini. Gue yang ada disini!"

"Ok, tapi saya yang hari ini ada disini," Warren menjawab Adian dengan suara begitu tenang. Lalu Warren melihat Jacqueline yang akhirnya berjalan ke arah pria dihadapannya dan menarik tangan pria itu.

"Pergi, pergi dari sini, aku akan membayarnya."

Adian menyingkirkan tangan Jacqueline dari tangannya dan baru saja pria itu ingin menampar Jacqueline, namun tangan Warren yang sigap menahannya sehingga sekarang kemarahan Adian terarah kepada Warren. "Minggir nggak loe!"

"Anda bisa berhenti sekarang sebelum saya memanggil polisi."

"Polisi? Anda pikir saya takut? Jacqueline wanita jalan ini yang seharusnya takut dengan polisi. Yak an Jacqueline?" Adian tertawa dan Warren menatap Jacqueline yang benar – benar terlihat takut.

"Adian, please, tidak malam ini."

Adian menarik tangannya dari pegangan Warren dan melangkah jauh dari Warren dan Jacqueline, sepertinya pria itu tahu kalau malam ini ia tidak akan mendapatkan apapun dari Jacqueline, "Gue akan kesini lagi besok wanita jalang! Besok, loe jangan sok – sokan bawa suami bohong – bohongan loe lagi, atau loe akan gue laporkan ke polisi kali ini."

*

Warren dan Jacqueline kembali masuk ke dalam apartemen dan Jacqueline menatap bosnya dengan gugup, "Um, Bapak masih demam? Tadi saya sudah memberikan Bapak obat..."

Warren memotong kata – kata Jacqueline dengan bertanya, "Yang kamu bisa pikirkan sekarang adalah apa saya masih demam? Jack, siapa Adian?"

"Mungkin sebaiknya Bapak pulang," jawab Jacqueline sekali lagi mengalihkan pembicaraan.

"Apa dia pacar kamu? Adian yang kamu sebut ketika saya salah masuk kamar?" tanya Warren sekali lagi. "Karena sepertinya kamu dan dia sangat... hmm... dekat."

"Bukan urusan Bapak," gumam Jacqueline. Jacqueline meraba kepalanya yang kembali terasa nyeri dan menyadari sekarang kalau Warren sedang menatapnya.

"Apa Adian selalu menyakiti kamu seperti ini?" Kenapa Warren tidak bisa berhenti bertanya!

"Saya tidak melihat alasan apapun untuk menjelaskan masalah pribadi saya dengan Bapak," jawab Jacqueline.

"Baiklah, kalau begitu, jawab pertanyaan saya yang ini, apa kamu melakukan sesuatu yang membuat kamu begitu takut ketika Adian mengatakan kata polisi?" tanya Warren dengan serius.

"Tidak, bukan begitu..."

"Kalau begitu apa Jack?" Warren kembali mengerutkan dahinya. "Siapa kamu? Apa yang kamu sembunyikan?"

Jacqueline menutup matanya, satu – satunya hal yang membuatnya dapat menenangkan dirinya sendiri adalah menutup matanya. Ia melakukannya begitu lama, ia tidak peduli bila Warren sekarang menatapnya dan menunggunya. Ketika Jacqueline sudah menenangkan dirinya dan sudah mendapatkan pikirannya kembali, ia berkata, "Pak Warren, saya akan menikahi Bapak."

"Tidak ketika saya tahu kalau kamu mungkin akan masuk penjara karena telah melakukan sesuatu Jack. Saya tidak membutuhkan wanita seperti kamu."

Jacqueline menahan napasnya karena kata – kata berikutnya dari dirinya sendiri mengejutkan Warren yang berdiri dihadapannya, "Aku... berhutang."

"Berapa banyak?"

Entah mengapa Warren tidak bertanya kepadanya kenapa ia berhutang, tapi Jacqueline lebih heran lagi karena sekarang Warren menanyakan jumlah hutangnya.

"Banyak."

"Berapa?"

"Tiga puluh dua miliar."

"Dan kamu takut masuk penjara karena hutang kamu?"

Jacqueline tidak menjawab karena ia sudah tahu Warren akan mengambil kesimpulannya sendiri.

"Aku akan membayarnya Jack."

"Apa? Aku tidak meminta Bapak untuk membayarnya. Aku..."

"Dengar, kamu membuat kekacauan dengan berbohong kepada semua orang kalau aku sudah menikah dengan..." Warren tidak menyebutkan nama Catherine namun Jacqueline mengerti apa yang dimaksudkan pria itu, lalu Warren meneruskan, "Dan kamu juga membuat segalanya menjadi lebih rumit dengan hal ini."

"Maksud Bapak?"

"Aku tidak ingin terlibat dengan apapun yang berurusan dengan kamu Jack!"

Untuk sesaat Jacqueline mengira Warren ingin membantunya karena pria itu mengasihaninya, namun Jacqueline salah karena Warren hanya memikirkan dirinya sendiri.

"Ketika kamu menikah dengan saya lagi secara formalitas, dan saya akan menceraikan kamu secepat saya menandatangani surat pernikahan kita, saya tidak ingin lagi terlibat dengan kamu. Hutang kamu? Saya akan bayar, hitung saja kompensasi atas semua yang telah terjadi. Mengerti?"

"Kalau kita hanya menikah secara formalitas dan akan bercerai, kenapa tadi Bapak mengenalkan diri Bapak sebagai suami saya?"

"Tidak ada alasan Jack, yang ada dipikiran saya adalah bagaimana caranya kamu tidak terus menerus mengubah hidup saya."

Brengsek, bosnya memang selalu brengsek.

Baru saja Jacqueline ingin berubah pikiran terhadap pandangannya ke Warren, namun ia salah. Pria itu tidak pernah berubah. Tidak akan pernah berubah.

Dan mereka berdua semakin terjebak bersama. 

EAT, METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang